Sejarah, Asal Usul dan Makna Ritual Upacara Sekaten

Upacara sekaten yang berasal dari Yogyakarta dilaksanakan setiap tanggal 5-11 Rabi’ul Awal dan ditutup upacara Garebeg Mulud, 12 Rabi’ul Awal.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Upacara sekaten merupakan rangkaian kegiatan tahunan yang diadakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), upacara sekaten dilaksanakan setiap tanggal 5 sampai 11 Rabi'ul Awal dan ditutup dengan upacara Garebeg Mulud pada 12 Rabi'ul Awal.

Sekaten dimulai dari kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa pada zaman Kesultanan Demak. Orang Jawa saat itu menggemari gamelan pada saat hari lahirnya Nabi Muhammad, sehingga dimainkanlah gamelan di Masjid Agung Demak.

Sejarah, Asal Usul dan Makna Ritual Upacara Sekaten

Sejarah Upacara Sekaten

(Wikipedia)

Sekaten merupakan salah satu upacara tradisional yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat DIY untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.

Upacara ini diselenggarakan secara periodik satu tahun sekali yaitu setiap tiap tanggal 5 sampai 11 Rabi'ul
Awal atau dalam kalender Jawa disebut bulan Mulud. Upacara sekaten tersebut ditutup pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dengan menyelenggarakan upacara Garebeg Mulud.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Upacara Sekaten pada hakekatnya adalah suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Pada mulanya, upacara tersebut diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur.

Namun, dalam perkembangannya, Upacara Sekaten sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam melalui
kegiatan kesenian gamelan. Penyebarluasan agama Islam menggunakan media berupa kesenian gamelan karena masyarakat saat itu menggemari kesenian Jawa dengan gamelannya.

Sehingga, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tidak lagi dengan kesenian rebana, melainkan dengan kesenian gamelan.

Artikel terkait: Tedak Siten: Ritual Adat Turun Tanah Pertama Kali Bagi Bayi

Asal Usul  Upacara Sekaten

Asal Usul Sekaten (Goresankata)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Diadaptasi dari kata syahadatain yang berarti persaksian (syahadat) yang dua, lalu nama sekaten mengalami perluasan makna menjadi:

  • Sahutain: menghentikan atau menghindari perkara dua, yaitu sifat lacur dan menyeleweng
  • Sakhatain: menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan
  • Sakhotain: menanamkan dua perkara, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur yang selalu mendambakan diri pada Tuhan
  • Sekati: setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk
  • Sekat: batas, orang hidup harus membatasi diri untuk berlaku jahat.

Artikel terkait: Mengubur Ari-ari Hingga Cukur Rambut Bayi, Ini 6 Upacara Kelahiran Bayi dalam Adat Jawa

Tahapan Upacara 

(Infobudaya)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berikut ini adalah tahapan dalam upacara tradisional sekaten yang dilakukan selama tujuh hari:

Selama sekaten berlangsung, ada  dua tradisi yang dilakukan, di antaranya Grebeg Muludan dan Numpak Wajik. Grebeg Muludan diadakan pada 12 Rabi'ul Awal atau sebagai acara puncak peringatan sekaten.

Dimulai dari pukul 08.00 sampai 10.00 WIB dikawal dengan 10 macam bregada atau kompi prajurit Kraton yang terdiri dari wirabraja, dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrirejo, Surakarsa, dan Bugis.

Pada tradisi ini akan ada sebuah gunungan yang berisikan beras ketan, makanan, buah-buahan, serta sayuran yang dibawa dari Istana Kemandungan ke Masjid Agung untuk didoakan.

Setelah didoakan, bagian gunungan yang dianggap sakral akan dibawa pulang dan ditanam di sawah atau ladang agar sawah mereka dapat tumbuh subur dan terbebas dari bencana.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Numpak Wajik menjadi tanda awal pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan. Lagu-lagu yang dimainkan dalam upacara Numpak Wajik adalah lagu Jawa popular, seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal Awil, dan sebagainya.

Upacara Numpak Wajik dilaksanakan dua hari sebelum Grebeg Muludan, diadakan di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00.

Dalam acara ini, berisikan kotekan atau permainan lagu menggunakan kentongan, lumping atau alat untuk menumpuk padi dan sejenisnya.

Artikel terkait: Mengubur Ari-ari Hingga Cukur Rambut Bayi, Ini 6 Upacara Kelahiran Bayi dalam Adat Jawa

Hal-Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Selama Upacara

Hal-Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Selama Sekaten (Jatengdaily)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saat melaksanakan upacara tradisional sekaten, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan alias menjadi pantangan. Yaitu:

Para abdi dalem niyaga penabuh gamelan selama menjalankan tugasnya memukul gamelan pusaka Kyai Sekati dilarang untuk melakukan hal-hal tercela, baik perkataan maupun perbuatannya.

Para abdi dalem tidak boleh melangkahi gamelan pusaka, dilarang untuk menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas.

Hal lain yang tidak boleh dilakukan para abdi dalem niyaga adalah membunyikan gamelan pada hari Jumat siang dan malam Jumat. Selain itu, mereka juga tidak boleh membunyikan gamelan sebelum lewat waktu shalat Dzuhur.  

Itulah upacara sekaten yang berasal dari DIY dan kerap dilaksanakan sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 5 sampai 11 Rabi'ul Awal dan ditutup dengan upacara Garebeg Mulud pada 12 Rabi'ul Awal.

Baca juga:

Penulis

Tania Latief