Trauma melahirkan tentu bisa dialami oleh siapa pun juga. Apakah Bunda sempat merasakannya?
Adalah Sonia, perempuan berusia 27 tahun ini mengaku pernah mengalaminya, “Saat hamil 9 bulan banyak sekali tantangan yang harus saya lalui, ternyata proses melahirkan juga terasa begitu berat. Belum lagi mengurus anak nantinya, saya merasa begitu lelah sekali rasanya,”
Bunda yang sudah memiliki momongan pernah mengalami fase ini? Setiap kehamilan hingga pasca persalinan tentu memiliki kisah tersendiri. Ada yang melewatinya dengan mudah, namun tak jarang ada yang sampai mengalami trauma melahirkan.
Bahkan, tidak jarang, ibu yang terlihat begitu bahagia, memajang foto bayi mungilnya yang baru lahir di media sosial, nyatanya merasakan trauma pasca melahirkan. Biar bagaimana pun, terkadang apa yang terlihat tidak bisa sepenuhnya menggambarkan perasaan seseorang.
Apa pun bentuk ekspresi emosi yang dirasakan ibu baru tentu saja tidak boleh diacuhkan. Penting bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri trauma yang dirasakan ibu agar tidak terlarut dalam kesedihan apalagi berlanjut hingga mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Artikel Terkait : Trauma melahirkan di Rumah Sakit, ibu ini melahirkan di rumah tanpa bantuan dokter
Klik image di bawah ini untuk baca lebih lanjut
Penyebab trauma melahirkan
Banyak pendapat yang berkembang bahwa melahirkan secara normal selalu berdampak positif, sebaliknya jika melahirkan melalui sesar kerap menimbulkan hal yang negaif. Faktanya, tidak demikian. Melahirkan baik secara normal atau pun sesar tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berbicara trauma melahirkan, ada beberapa hal yang bisa menyebabkannya :
- Trauma sebelumnya
- Dukungan moril yang tidak efektif dari keluarga, teman atau orang terdekat lainnya
- Kurangnya dukungan dari petugas kesehatan profesional
- Kelahiran mati sebelumnya menyebabkan wanita dengan riwayat lahir mati berisiko lebih tinggi untuk cemas tentang kehamilan berikutnya
- Terlalu takut akan keselamatan dirinya sendiri dan bayinya pada suatu saat selama persalinan atau kelahiran.
- Pengalaman pelecehan seksual sebelumnya
- Pereda nyeri yang tidak maksimal
- Persepsi pribadi yang tidak bisa mengontrol persalinan dan pikiran negatif tentang apa yang akan terjadi
Selain itu ada juga risiko lain yang bisa memengaruhi seperti riwayat depresi, gangguan kecemasan, atau trauma lain. Reaksi negatif pasca kelahiran juga bisa lebih mungkin terjadi bila Bunda memiliki bayi prematur.
Artikel Terkait : Detik-detik menegangkan ibu melahirkan normal di rumah tanpa bantuan dokter atau bidan
Ciri ibu yang mengalami trauma
Tekanan fisik dan psikis saat melahirkan bisa dirasakan dengan cara yang berbeda. Dengan demikian tingkat traumatis ibu pun tidak sama. Biasanya ibu yang trauma dalam prosesnya mengalami beberapa hal berikut ini.
- Tak berdaya
- Bingung
- Merasa ditinggalkan
- Ketakutan
- Tak merasa didengar
- Merasa diabaikan
Waspada bila Bunda sudah mengalami beberapa hal berikut ini :
- Takut akan kritis dan kematian yang ekstrem
- Terbayang-bayang kembali proses saat melahirkan
- Sulit tidur
Perempuan yang merasakan hal-hal ini selama dan setelah kelahiran memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami kekecewaan, kurangnya percaya diri, hingga perasaan gagal menjadi ibu. Tentunya hal ini tak bisa dibiarkan ya Parents. Pertanyaannya, bagaimanakah cara mengatasinya?
Mengatasi trauma melahirkan
1. Maafkan diri sendiri
Manusia hanya bisa berusaha sementara banyak hal yang terjadi berada di luar kendali termasuk dalam hal melahirkan. Bila saat prosesnya terjadi hal yang pernah meninggalkan luka, sebaiknya Bunda perlahan mencoba untuk mengikhlaskan juga memaafkan diri sendiri.
Tentu proses ini bukanlah hal yang mudah dan instan, perlu usaha ekstra dan dukungan dari berbagai pihak. Cobalah untuk mengomunikasikan semua keresakan pada suami, keluarga, atau teman yang dipercaya.
2. Beri waktu pada diri sendiri
Menurut ahli, bila Bunda ingin bangkit dari trauma pasca melahirkan ini salah satu upaya yang bisa dilakukan setelah memafkan diri sendiri ialah dengan membiarkan waktu sendiri untuk beberapa saat. Para ahli menyarankan agar Bunda mulai untuk menulis.
Curahkan segala bentuk emosi atau unek-unek yang terpendam ke dalam diary sebagai sebuah proses penyembuhan.
3. Ambil sisi positif
Yakinlah bahwa segala sesuatu yang terjadi memiliki sisi baik yang bisa dijadikan hikmah. Cobalah untuk fokus akan hal positif dibandingkan hanya meratasi kesalahan atau sisi negatif dari hal yang sudah terjadi.
Jangan terlalu memaksakan untuk langsung bersikap positif, biarkan hal ini terjadi seiring berjalannya waktu, Bun.
4. Hadapi pengalaman
“Seandainya waktu bisa aku ulang, mungkin aku akan…..” sering berpikir seperti ini pasca melahirkan, Bun? Sebaiknya ubah cara pandang kita sedikit demi sedikit ya Bun. Dibanding terus berandai-andai, sebaiknya kita hadapi saja pengalaman atau kenyataan yang sudah terjadi.
Yakinkan diri bahwa hal yang sudah terjadi tak bisa diulang namun kita bisa jauh lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam berkeluarga dan mengasuh buah hati.
5. Menyusui
Setelah mengalami kelahiran yang traumatis, proses menyusui mungkin menjadi hal yang sulit bagi beberapa ibu. Namun cobalah untuk menikmati setiap prosesnya dengan mulai perlahan memberi ASI dnegan bantuan dan cara yang disarankan dokter.
Para ahli mengungkapkan bahwa menyusui, melakukan kontak kulit dengan kulit bersama bayi bisa menumbuhkan naluri ibu.
Satu hal lain yang paling penting untuk ditanamkan dalam hati ialah bahwa Bunda tidaklah sendirian. Banyak orang di sekitar yang bisa menjadi suport system untuk bisa bangkit setelah menghadapi trauma.
Jangan ragu untuk meminta bantuan pada profesiona bila dirasa membutuhkannya ya.
Sumber : mother.ly, panda.org.au
Baca Juga :
Proses Melahirkan Normal, dari Pembukaan hingga Pengeluaran Plasenta