Melatih toilet training anak memang susah-susah gampang. Tiap orangtua punya metode masing-masing saat melakukan toilet training anak. Seperti yang dilakukan seorang ayah pada anak laki-lakinya berikut ini.
Kisah itu bermula ketika ia mendaftarkan putranya yang berusia dua tahun di tempat penitipan anak setempat. Sang ayah bercerita bahwa putranya seperti layaknya ‘barbarian’ di tengah para pengasuhnya.
Bagaimana tidak, coba bayangkan ada anak laki-laki berusia dua tahun yang masih memakai pospak tapi mempunyai hobi menarik-narik rok perempuan pengasuhnya setiap kali mereka ingin ke toilet.
Para pekerja di tempat penitipan anak tersebut kemudian mengambil inisiatif lain agar si anak mulai mandiri pergi ke toilet setiap kali ingin buang air.
Mereka menggunakan ‘elimination communication method’ atau metode ‘eliminasi komunikasi’ untuk membuat bocah lelaki itu berhasil buang air kecil sendiri di toilet.
‘Eliminasi komunikasi’ pada dasarnya sama dengan metode toilet training anak yang lain. Hanya saja di sini anak tidak lagi menggunakan popok sehingga bisa langsung buang air ketika ia ingin.
Beberapa orangtua yang menggunakan tidak memakaikan anaknya popok lagi. Atau, mereka menggunakan popok hanya di waktu-waktu tertentu.
Sang ayah pun langsung mempraktekkan metode ini di rumah. Ia pun berhasil mengajarkan anaknya buang air sendiri hanya dalam satu minggu.
Aturan dasar metode ini adalah memperhatikan tanda-tanda bahwa anak perlu buang air kecil atau BAB. Salah satu isyarat ketika anak ingin buang adalah ia akan meronta dan terlihat tidak nyaman. Tanda lainnya adalah kentut.
Cara orangtua di Cina melakukan toilet training anak memang sedikit berbeda. Di sana, bayi sering dipakaikan ‘celana crotchless’, celana khusus dengan lubang besar yang menganga tepat di bagian alat untuk si anak buang air kecil dan besar.
Sang ayah menjelaskan, kita mungkin berpikir ini tidak bersih dan menjijikkan, namun nyatanya metode ini benar-benar berhasil. Intinya, ini hanyalah variasi budaya dari ‘elimination communication method’.
Sang ayah memaparkan aspek lain yang perlu diperhatikan ketika toilet training anak dengan metode eliminasi komunikasi:
1. Kenali tanda-tandanya
Ketika anak terlalu muda untuk mengekspresikan diri mereka, peran Parents adalah mencari sedikit petunjuk itu. Salah satunya dapat dilihat dari ekspresi wajah mereka.
2. Ajak anak sering-sering ke toilet dan mencoba duduk di pispot sendiri
Intinya adalah untuk membiarkan anak terbiasa dengan gagasan bahwa ini adalah tempat mereka harus pergi ke kamar mandi. Beberapa orangtua membuat suara “pssss” sambil memegang bayi di atas pispot, yang lain membuka keran.
Cara di atas lebih efektif bila anak memakai celana crotchless. Namun, bila Anda belum siap untuk membiarkan anak berjalan di celana crotchless, jangan khawatir. Dengan metode komunikasi eliminasi, Anda dapat melakukannya tanpa celana crotchless! Caranya:
1. Coba biarkan anak telanjang. Ya, Parents dapat tahu kapan anak harus pergi ke toilet sendiri yaitu dengan membiarkannya tanpa popok. Sehingga ketika ingin buang air kecil, anak langsung ke toilet dengan mandiri dan kemauannya sendiri.
2. Ketika anak menggunakan pispot dan toilet dengan benar, pujilah mereka karena ini akan membantu untuk membiasakan perilaku tersebut.
3. Jika si kecil buang air ke dalam pispot, lontarkan banyak kata-kata positif untuk menyemangati mereka. Misalnya, “Ayo sedikit lagi…”
4. Coba latih anak untuk buang air kecil di toilet ketika dia baru bangun tidur dan kandung kemihnya sudah penuh.
5. Waktu terbaik untuk melatih bayi untuk buang air, terutama BAB adalah setelah dia makan (ketika perutnya kenyang dan ususnya telah bekerja).
Perhatikan tanda-tanda lain, seperti bayi berhenti makan atau bermain, seolah-olah dia sedang berkonsentrasi pada sesuatu. Wajahnya bisa memerah; dia bisa membuat suara tegang atau mungkin kentut. Ketika tanda-tanda ini muncul, segera bawa si kecil ke toilet.
Bagaimana Parents, punya cara toilet training anak lainnya? Share di kolom komentar, ya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.