Salah satu tarian tradisional dari Sulawesi Utara adalah Tari Kabasaran. Ini adalah tarian perang masyarakat Minahasa pada zaman dahulu. Merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa yang diangkat dari kata Wasal. Wasal artinya ayam jantan yang sudah dipotong jenggernya agar bisa menjadi ayam yang lebih garang dalam bertarung.
Asal Usul Tari Kabasaran
Tari Kabasaran diiring oleh suara tambur atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut dengan Pa ‘Waselan. Para penarinya disebut dengan Kawasaran yang artinya menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung. Tarian ini hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.
Kata Kawasalan kemudian berkembang menjadi “Kabasaran” yang menjadi gabungan dari dua kata yaitu “Kawasal ni Sarian”. Kata “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerakan tarian. Sedangkan kata “Sarian” berarti pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa.
Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi huruf “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran yang sebenarnya tidak berhubungan dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia. Namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para pembesar.
Kesenian tradisional yang satu ini sudah ada sejak abad ke-16, menggambarkan semangat patriotik masyarakat Minahasa dalam membela dan mempertahankan tanah Minahasa dari ancaman musuh.
Pada zaman dahulu, para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah petani dan rakyat biasa. Jika Minahasa sedang berada dalam keadaan perang, maka penari Kabasaran menjadi Waraney.
Artikel terkait: Sejarah dan Keunikan Tari Lenggang Nyai, Simbol Perjuangan Perempuan
Gerak Tari Kabasaran
Tarian jurus memotong dengan pedang dan menusuk dengan tombak disebut dengan Mahasausau, di mana sau-sau sendiri artinya menebas dengan pedang. Namun kedua penari berdiri berjauhan.
Pada tarian tersebut, kedua penari pura-pura saling motong dengan pedang dan menusuk dengan tombak dalam iringan langkah irama 4/4 sesuai bunyi tambor dengan raut wajah yang ganas dan mata yang melotot.
Para penari Tari Kabasaran tidak menyanyi, tapi menari saling berhadapan dengan pasangan yang dipilih sendiri oleh para penari. Penari yang terluka biasanya disebabkan karena kesalahannya sendiri. Dalam hal ini, penari kurang menguasai sembilan jurus memotong dengan pedang dan sembilan jurus tusukan tombak.
Pedang tidak boleh digunakan untuk menusuk atau menangkis. Hanya tombak yang menusuk dan hanya perisai yang menangkis. Pedang disebut dengan Santi, tombak disebut dengan Wengkou, dan perisai disebut dengan Kelung. Dalam tarian itu, tidak boleh menggunakan Wentis (panah) ataupun Papati (kampak).
Artikel terkait: 5 Fakta Unik Tari Mandau, Tarian Perang Menggunakan Senjata Tajam
Pakaian yang Digunakan
Selain menggunakan kemeja dan celana merah, penari juga menggunakan kain tenun Minahasa yang disebut dengan Pasolongan, Tinonton, dan Patola. Kemudian, penari juga menggunakan topi berhiaskan paruh burung Uwak. Busana Tari Kabasaran secara umum disebut dengan Pakeyan Nuak. Semua perlengkapan busana Kabasaran termasuk dalam gelang, kalung, topi, dan senjata tajam.
Tarian Kabasaran harus bisa mengejutkan penonton sehingga penonton mengucapkan kata “arotetei, okela” yang berarti “aduh bukan main, astaga”. Di sinilah letak penilaian keindahan Tari Kabasaran.
Artikel terkait: Tari Pendet: Sejarah, Makna, dan Perkembangannya
Babak Tari Kabasaran
Tari Kabasaran biasanya terdiri atas tiga babak yaitu:
1. Cakalele
Pada babak Cakalele ditarikan ketika para prajurit akan pergi perang atau kembali dari perang. Babak ini menunjukkan keganasan berperang kepada para tamu agung dengan memberikan keamanan kepada tamu yang sedang berkunjung.
Cakalele berasal dari kata “caka” yang artinya bertarung dan “lele” yang artinya mengejar. Dalam babak ini, penari bergerak seperti sedang bertarung. Penari pura-pura saling tebas dengan pedang dan menusuk dengan tombak dalam iringan langkah irama 4/4 sesuai dengan bunyi tambor.
2. Kumoyak
Babak selanjutnya disebut dengan kumoyak. Kata Kumoyak sendiri berasal dari kata “koyak” yang artinya mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik. Kata koyak bisa memiliki makna membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang sudah dibunuh.
Penari benar-benar memainkan senjata dengan gerakan mendorong maju. Tarian juga diikuti oleh puisi yang dilantunkan oleh pemimpin tari dan disambut sorakan dari para prajurit.
3. Lalaya’an
Pada bagian ini, para penari menari dengan bebas dan riang gembira melepaskan diri dari rasa berang seperti menari lionda dengan tangan yang diletakkan pada pinggang. Penari berdiri dengan satu kaki terangkat.
Penari menanggalkan ekspresi serius dan tampang sangar. Mereka bisa menari sambil tersenyum sebagai simbol pembebasan terhadap rasa amarah setelah selesai perang.
***
Itulah sekelumit sejarah dan babak dari Tari Kabasaran. Tertarik menontonnya langsung?
Baca juga:
Sejarah Tari Jaipong dan Filosofi di Balik Gerakannya yang Gesit dan Lincah
Sejarah dan Filosofi Dua Tari Tradisional Bali, Kecak dan Legong
Pesona Tari Gandrung Banyuwangi, Tradisi Indonesia yang Bisa Diajarkan ke Anak