Sebagai orangtua, rasanya kita ikut marah membaca kasus anak diperkosa, apalagi jika pemerkosanya dinyatakan tidak bersalah. Catherine, anak berusia 12 tahun yang menjadi korban pemerkosaan ini memberikan alasan mengapa ia tidak mungkin bisa memaafkan pemerkosanya yang dinyatakan bebas oleh pengadilan.
Berikut surat pilu anak diperkosa yang akan membuat siapa pun merasa miris:
Ketika usiaku 12 tahun, aku diperkosa. Itu adalah hal terburuk yang terjadi pada seorang manusia. Seseorang bernama Daniel berkata bahwa ia tidak tahu usiaku. Aku juga sulit melupakan malam itu. Ingatanku seolah terus kembali ke masa itu. Aku sedang pingsan di sebuah ruang tamu ketika lelaki ini membopongku dan kemudian membangunkanku di tempat tidur. Dia bilang, aku menyetujui perbuatannya padaku, bagaimana mungkin aku menyetujui sesuatu terjadi padaku ketika bahkan aku tak dapat bicara.
Artikel terkait: Jawaban apa yang harus diberikan pada anak jika ia bertanya tentang pemerkosaan?
Kemudian, aku mengetahui bahwa dia dinyatakan bersalah dan aku pun tidak perlu menghadiri pengadilan. Aku dan keluargaku merayakan hal ini.
Anak diperkosa saat menginap di rumah temannya
Peristiwa anak diperkosa itu terjadi pada bulan Juli 2015. Saat itu, Catherine berusia 12 tahun dan sedang menginap di rumah temannya.
Seperti remaja pada umumnya yang iseng-iseng berbuat nakal, ia dan temannya berjalan ke pertokoan di sekitar rumah. Kemudian, mereka berdua mampir ke toko dan membeli alkohol.
Artikel terkait: Anak ini mengungkap pemerkosaan yang terjadi padanya lewat gambar.
Anehnya, pegawai toko tak menanyakan identitas usia pembelinya seperti yang biasanya dilakukan oleh penjual minuman keras. Di tengah jalan, Catherine dan temannya bertemu dengan sepupu temannya yang sedang bersama dengan rekannya yang lain.
Mereka pulang ke rumah, minum segelas vodka. Saat itu Catherine minum kopi dan tiba-tiba saja ia pingsan.
Ia hanya ingat bahwa ia terbangun dengan pakaian yang tidak lengkap di sebuah ranjang kamar tidur. Ada teman sekolah dan teman sepupunya juga di sana sedang tertidur.
Ia memutuskan untuk pulang ke rumah dalam keadaan tubuh yang kesakitan. Sampai di rumah, ia merasakan perutnya sakit seperti ada sesuatu yang bergerak di sana.
Christine, sang ibu bercerita pada Daily Report bahwa ia mendapati anaknya menangis dan mengira sedang hamil, “Sekalipun tubuhnya tampak besar, ia adalah seorang remaja yang polos,” ujarnya.
Saat memeriksakan diri ke dokter, Catherine mengalami pendarahan dan beberapa luka lecet di tubuhnya. Ia juga bercerita bahwa saat kejadian berlangsung, ia tak sadarkan diri sepenuhnya dan tak mampu untuk lari maupun berteriak.
Sedangkan, pelaku mengaku pada hakim bahwa ia tak tahu bahwa Catherine adalah anak di bawah umur karena tubuhnya sudah tampak dewasa ditambah bahwa mereka melakukannya suka sama suka dalam keadaan sadar.
Pengakuan pelaku inilah yang membuat hakim membebaskan pelaku tanpa mendengar kesaksian korban.
Sejak kejadian perkosaan itu, Catherine jadi sosok pendiam yang kehilangan minat dalam hal apapun. Ia tidak dapat konsentrasi dan bahkan melakukan percobaan bunuh diri dengan menenggak penghilang rasa sakit serta memotong urat nadi tangannya.
Kini, Catherine masih harus hidup di dalam trauma mendalam tanpa adanya keadilan untuknya.
Jika anak alami kekerasan seksual, silakan menghubungi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta. Telepon: 021-87797289 Fax: 021-87793300. Email : apiknet@centrin.net.id.
Baca juga:
Wajib Simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia