Ima Matul Maisaroh, seorang ibu asal kabupaten Malang, Jawa Timur yang pernah bekerja sebagai TKI ini kini menjadi anggota Dewan Penasihat untuk Presiden AS Barack Obama.
Ima bekerja sebagai TKI selama 3 tahun, hingga akhirnya ia berhenti karena tidak tahan mengalami kekerasan yang dilakukan majikannya. Berkat pengalamannya, Ima kini menuai prestasi sebagai Koordinator Penyintas untuk menghapuskan perbudakan dan perdagangan manusia.
Simak kisah Ima dalam reportasi Kompas tv berikut ini:
Baca juga:
ART ulang tahun, keluarga ini merayakannya layaknya keluarga sendiri
Tentang terbentur lalu terbentuk sepertinya menjadi salah satu kata ampuh untuk diri yang sedang diuji. Tidak semua permasalahan selalu berujung menderita, semua penyelesaian pasti akan datang ketika saatnya tepat. Sama seperti kisah Ima Matul Maisaroh, seorang eks tenaga kerja wanita yang pernah menjadi Dewan Penasihat Presiden Barack Obama. Nasib buruk yang menimpanya ternyata membawa banyak berkah dibelakang. Siapa yang menyangka Ia akan menjadi tinggi seperti sekarang. Yuk simak kisahnya.
Dahulu Dianggap Bukan Apa-apa
Satu hal yang selalu menjadi nilai minus dari seorang manusia ialah, menghargai orang tidak peduli status mereka. Terlihat sederhana namun sulit untuk diaplikasikan. Apalagi di tengah kondisi kapitalis yang menuntut semua orang menjadi matrealistis. Apa-apa diukur dari kekayaan dan status sosial yang dimiliki. Hidup pun inginnya dalam satu lingkaran yang sama, menjadi dominasi dalam kelompok tertentu. Padahal manusia diciptakan dalam keadaan beragam untuk hidup saling berdampingan.
Seringkali manusia meremehkan satu sama lainnya, seolah tidak memiliki kesempatan yang sama untuk maju. Bahkan yang tinggi menganggap bahwa si rendah tidak akan bisa bangun. Sama halnya yang dialami oleh Ima Matul Maisarroh, seorang eks TKI yang kini menjadi buah bibir karena berhasil berkiprah di kancah internasional. Menyuarakan penderitaan para asisten rumah tangga yang mengalami tindak kekerasan. Menyampaikan pendapatnya dalam konferensi terkait perdagangan manusia.
Sebelum seperti sekarang dulunya Ia bukan apa-apa, bahkan tidak pernah terpikirkan Ia akan berdiri hebat seperti saat ini. Perjalanan hidup yang Ia alami sangat pilu, rasanya tidak layak jika disebut ‘hidup’. Seorang perempuan hebat yang bahkan jenjang SMA pun tidak tamat. Ima sempat putus sekolah dan berakhir harus menikah dengan suaminya dulu, namun kini sudah bercerai. Sebuah pernikahan paksaan khas penduduk desa, yang mana perempuan usia 17 tahun harus segera dinikahkan.
Setelah bercerai dari sang suami Ima mencoba peruntungan dengan mendaftar ke jasa tenaga kerja, untuk berangkat ke Hongkong sebagai asisten rumah tangga. Keinginannya cukup sederhana hanya ingin mengumpulkan pundi-pundi uang, untuk memperbaiki keadaan ekonomi orang tuanya. Dalam pikirannya saat itu merantau ke negeri orang, dan memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Tidak penting baginya bekerja apapun, terlebih dirinya hanya berijazah MTS (setingkat SMP).
Sebelum berangkat ke Hongkong Ima lebih dulu diajak latihan kerja, dan ditawari bekerja di Amerika Serikat. Tanpa tedeng aling-aling berangkatlah Ia bekerja kesana, dengan iming-iming gaji sebesar 1,9 juta. Dikira akan merubah nasibnya menjadi baik, justru hal-hal buruk silih berdatangan. Mulai dari passpornya yang ditahan oleh majikan, hingga perlakuan tidak patut sering diterimanya. Ima bekerja 12 jam nyaris tanpa istirahat dan memperoleh siksaan dari sang majikan. Diperparah dengan Ia yang tidak menerima gaji selama 2 tahun.
Surat ‘Permintaan Tolong’ Menjadi Titik Balik
Setelah hampir 2 tahun dan merasa tidak dihargai menjadi seorang TKI, di tahun 2000 Ima menyisipkan surat permintaan tolong kepada penjaga bayi dari tetangga majikan. Si penolong tersebut membantunya untuk melarikan diri dari rumah majikan, dan mengantar Ima ke kantor CAST. Sebuah organisasi yang menangani kasus korban perbudakan dan perdagangan manusia. Dan terpaksa tinggal di tempat penampungan kaum gelandangan selama beberapa bulan.
Beberapa bulan kemudian Ima ditolong oleh seorang penduduk Amerika, dan boleh tinggal di rumah layak. Sejak itu Ia bekerja di CAST sebagai seorang aktivis, dan di tahun 2012 Ia diberi kepercayaan menjadi staf CAST. Selang beberapa waktu Ima diberi kepercayaan sebagai organisator atau koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia. Karirnya semakin menanjak hingga berhasil mengisi beberapa konferensi di Washington DC. Bulan Desember 2015, Ima diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih.
Tidak ada yang tahu kapan nasib orang akan berubah, yang jelas bahwa garis takdir seseorang sudah dibentuk. Manusia hanya perlu berusaha dan berdoa secara berdampingan, sembari optimis bahwa hal baik akan datang. Sama seperti Ima yang bahkan tidak pernah mengira bisa menjadi seperti sekarang. Di puncak karirnya pun Ia masih sempat membantu sesama. Memperjuangkan hak-hak para asisten rumah tangga, dan diperlakukan setara lebih manusiawi.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.