Apakah Parents sudah pernah menikmati salah kuliner ternama dari Cirebon, nasi Jamblang? Makanan khas Cirebon ini ternyata sudah ada sejak zaman kolonial. Sejarah nasi Jamblang juga cukup panjang, dan hingga kini kerap di sajikan di atas daun jati.
Parents perlu tahu nih, bahwa Jamblang merupakan salah satu pemukiman Tionghoa kuno yang terbentuk karena aktivitas perdagangan. Ternyata, terdapat beberapa versi sejarah Nasi Jamblang. Berikut ini ulasannya.
Sejarah Nasi Jamblang
Menurut Rusyanti dari Balai Arkeologi Bandung dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologis berupa pecahan keramik, catatan angka tahun di tembok salah satu gudang tua di Jamblang dan keberadaan klenteng menandai eksistensi pemukim Tionghoa di daerah tersebut.
Sejarah Nasi Jamblang pada awalnya merupakan makanan para pekerja paksa pada zaman Belanda. Mereka sedang membangun Jalan Raya Daendels sepanjang 1000 kilometer dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon.
Nasi Jamblang ini berhubungan erat dengan pembangunan Pabrik Gula Gempol di Palimanan tahun 1847 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda lho, Parents. Di saat yang sama dibangun pula Pabrik Gula Plumbon, dan pabrik spiritus di Palimanan.
Artikel terkait: Lontong Cap Gomeh, Kuliner Akulturasi Tionghoa-Jawa yang Bermakna Pembawa Keberuntungan
Menu Andalan Pekerja Era Belanda
Selain itu, terdapat versi lain yang menyebut Nasi Jamblang berhubungan erat dengan pembangunan jalan aspal Anyer-Panarukan di zaman Gubernur Jenderal VOC Daendels. Jalan Daendels yang kin disebut Jalur Pantura Jawa itu melewati Cirebon.
Pembangunan itu membutuhkan ribuan orang pekerja yang bekerja sebagai kuli, mandor, pegawai, hingga keamanan. Mereka datang dari tempat-tempat yang jauh, antara lain Sindangjawa, Cisaat, Cimara, Cidahu, Ciniru, Bobos, dan Lokong.
Mereka harus berangkat pagi buta dari asal masing-masing sambil membawa bekal untuk makan siang. Namun, kebanyakan bekal yang dibungkus daun pisang itu basi ketika hendak disantap di siang hari. Padahal saat itu belum ada pedagang makanan di sekitar lokasi pekerjaan.
Maka, seorang warga di sekitar lokasi pembagunan, bernama H Abdulatif yang dikenal juga sebagai Ki Antara dengan istrinya yang dikenal sebagai Nyi Pulung merasa kasihan melihat banyak pekerja tidak dapat makan siang.
Nyi Pulung sebenarnya bernama asli Tan Piauw Lun. Nama Piauw Lun disebut oleh masyarakat setempat, menggunakan lidah setempat menjadi Pulung. Maka dikenallah nama Nyi Pulung istri Ki Antara.
Kemudian, pasangan suami-istri itu berinisiatif menyediakan sedekah berupa nasi yang dibungkus daun jati. Tujuannya agar nasi awet, sehingga dapat dimakan kapan saja.
Kian lama jumlah pekerja yang mengharapkan sedekah dari Ki Antara dan Nyi Pulung kian banyak. Pasangan suami-istri itu pun menggagas dagangan nasi berbungkus daun jati dengan lauk pauknya berharga murah. Sejak saat itu tiap malam Nyi Pulung masak nasi dan aneka lauk pauk untuk disajikan kepada para pekerja, dengan harga murah tentunya.
Namun begitu, Ki Antara dan Nyi Pulung tidak mau mematok harga dagangannya lho, Parents. Para pekerja membayar nasi dan lauk pauk semampunya. Dengan begitu uang yang diterima Ki Antara dan Nyi Pulung tidak sama dari peminat hidangannya.
Disebut pula, cara penyajian Nasi Jamblang sejak dulu hingga kini tidak berubah. Yakni di atas meja berukuran besar dan panjang dihidangkan nasi beserta lauk pauknya. Pembeli menikmati Nasi Jamblang sambil menduduki bangku panjang terbuat dari kayu yang disediakan mengelilingi meja.
Artikel terkait: Wajib Dikunjungi, Ini 13 Tempat Wisata Hits dan Kekinian di Cirebon
Tak Lengkap Tanpa Daun Jati
Pemilihan daun jati, karena para pekerja bisa menyimpan nasi lebih lama. Nasi yang dibungkus daun jati jadi awet dan bisa bertahan beberapa hari.
Saat itu kabarnya banyak warga yang kelaparan, bahkan sampai meninggal karena kekurangan makanan. Sejak itu, nasi dibungkus daun jati jadi populer di kalangan pekerja.
Mengapa daun jati? Hal ini dikarenakan daun jati memiliki tekstur yang tidak mudah sobek dan rusak. Daunnya memiliki pori-pori yang dapat membantu menjaga keadaan nasi agar tidak mudah basi. Meskipun disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Tempat Menikmati Nasi Jamblang
Dari banyaknya penjual, ada beberapa lokasi yang akrab di telinga. Sebut saja Nasi Jamblang Mang Dul di Jalan Cipto Mangunkusumo. Tepatnya di depan Grage Mal Cirebon. Ada juga Nasi Jamblang Pelabuhan, terletak di sebelah Taman Ade Irma Suryani, Pelabuhan Cirebon.
Lokasi lainnya adalah Nasi Jamblang Bu Nur yang berada di Jalan Cangkringan, Kota Cirebon. Untuk harga cukup terjangkau. Rata-rata setiap item makanan Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu.
Artikel terkait: Fakta, Sejarah dan Resep Croffle, Cemilan Asal Perancis yang Banyak Disukai
Lauk Pauk Beragam
Lauk yang disajikan sebagai pelengkap Nasi Jamblang banyak pilihannya. Mulai dari sambal goreng, tahu sayur, paru-paru, semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar atau telur goreng, semur ikan, ikan asin, tahu tempe, dan lainnya.
Dari sekian menu yang harus dicoba adalah sambal goreng. Cabai merah dengan rasa khas. Lainnya adalah balakutak hidueng. Makanan cumi-cumi atau sotong berkuah kental itu dimasak bersama dengan tintanya. Jadi masakan berwarna hitam seperti rawon.
Cara Penyajian Nasi Jamblang
Cara penyajian dengan pembeli memilih langsung lauk pauk sesuai selera dan membayar setelah makan, tidak ditemukan pada cara penyajian kuliner lainnya
Masyarakat yang sangat mencintai daerah Cirebon mengatakan, pembeli memilih langsung barang yang dikhendakinya tanpa perantara pelayan seperti diterapkan di tokoh modern hingga supermarket, disebut mengadopsi cara penyajian pedagang Nasi Jamblang.
Wah, sungguh lezat ya warisan kuliner satu ini, Parents. Setelah mengetahui sejarah Nasi Jamblang, ada yang tertarik mencobanya dalam waktu dekat?
Baca juga:
Sejarah dan Resep Kare Ayam Khas Indonesia, Menggugah Selera!
10 Tempat Wisata Kuliner di Jogja yang Wajib Parents Kunjungi
9 Tempat Wisata Kuliner Surabaya di 2023, Rekomendasi Terbaik untuk Keluarga