Dilema ibu bekerja. Suatu pagi putri saya protes, karena baju hadiah dari neneknya belum sempat saya rombak sesuai keinginannya.
“Ibu gimana sih, ini kenapa karetnya belum dilepas?”
Dung, dung …. tanduk di kepala pun mulai keluar begitu saya mendengar protesnya.
Tanpa banyak bicara, saya tunjukkan jadwal pekerjaan harian saya, ”Coba hitung, ada berapa pekerjaan ibu sehari? Siapa yang paling banyak tugasnya di rumah ini?”
Putri saya langsung diam memandangi jadwal saya. Jujur, sekarang saya merasa geli dan bersalah mengingat kejadian itu, meminta anak 7 tahun mengerti kesibukan ibunya?
Tapi tunggu, Anda belum mendengar kelanjutannya.
Akhirnya ia berkata, “Oke deh, aku tulis jadwal benerin baju di tanggal ini, ya,” katanya sambil menunjuk salah satu tanggal kosong di bulan yang akan datang.
Saya diam dan berlalu ke dapur. “Ibu kerjakan 5 menitttt saja. Kalo nggak selesai ibu lanjutkan di tanggal ini,” katanya sambil mengikuti saya ke dapur dan menunjukkan salah satu tanggal yang ia beri warna merah. Saya hanya melirik dan putri saya pun berlalu meninggalkan dapur.
Tahukah Bunda, apa yang dilakukan anak saya tadi telah memberi saya sebuah ide; catat, dan kerjakan sedikit demi sedikit, sesuai waktu yang tersedia.
Cara putri saya memberi tanda untuk memperbaiki bajunya, membuat saya juga ingin melakukan hal yang sama untuk pekerjaan rumah tangga saya.
Misalkan di hari Selasa, setrika baju cukup 45 menit saja. Bila tidak selesai saya bisa menjadwalkan pekerjaan yang sama di lain hari.
Tidak menyelesaikan masalah pada saat itu juga. Yang penting, saat si ayah berangkat kerja dan Hana hendak berangkat sekolah, baju-baju tersebut telah siap di lemari.
Bagaimana dengan hal-hal lain yang juga sering menimbulkan rasa bersalah pada ibu bekerja? Simak triknya di halaman berikut.
Tentang rasa bersalah lain yang biasa dirasakan ibu bekerja
#1. Waktu bermain dengan anak
Jujur, banyak ibu bekerja yang sering baper dengan masalah yang satu ini bukan? Apa mau dikata, tidak semua wanita seberuntung Jamie Chua yang bisa mendapat 4 miliar sebulan untuk memenuhi kebutuhannya bukan?
Mau tidak mau, kita pun terpaksa untuk ikut campur mengumpulkan pundi-pundi emas demi lunasnya cicilan rumah, sekolah anak di masa depan, atau periuk di dapur agar terus ngebul.
Saya bekerja tidak sekedar untuk aktualisasi diri kok.
Jadi, saya bunuh rasa bersalah dengan menunjukkan jadwal harian saya. Saya minta putri saya untuk menandai jam berapa ia ingin bermain dengan saya.
#2. Tentang pekerjaan rumah yang tak rapi
Embel-embel ibu rumah tangga ideal memang identik dengan rumah rapi, perabotan rumah kinclong, dan tidak ada cucian yang menumpuk di sudut rumah.
Kenyataannya, banyak kok ibu rumah tangga yang tidak bekerja juga memilih untuk mencuci seminggu sekali karena itu bisa menghemat biaya listrik. Ada juga yang membersihkan debu menebal hanya saat akan ada acara arisan keluarga.
Itu membuat saya memilih untuk tidak lagi merasa bersalah bila memang rumah tidak selalu rapi setiap hari. Yang penting saya sudah memasukkan pekerjaan tersebut dalam jadwal harian saya.
Artikel terakhir: 8 Tips Cerdas untuk Ibu Multitasking
#3. Tentang hubungan dengan tetangga
Bekerja di rumah sebetulnya tidak mudah; badan di rumah, tapi pikiran kita berada “di luar rumah”. Hasilnya, saya pernah dilaporkan ke mertua sebagai tetangga yang tidak mau gaul dengan lingkungan sekitar.
Belajar dari pengalaman itu, saya mencoba menjalin komunikasi dengan tetangga kanan kiri dan depan rumah.
Minta nomor hanpdhone mereka. untuk sekedar bertanya apa ada tetangga yang hendak mengadakan acara tertentu. Atau update acara arisan, reriyungan jenguk tetangga sakit dan lain sebagainya.
Sesekali saya juga ikut acara makan bersama ibu-ibu tetangga. Cara ini cukup efektif untuk membunuh gosip saya tidak mau bergaul.
#4. Tentang me time
“Apakah saya masih berhak punya me time, sementara setiap hari saja saya sudah tidak full mengurusi pekerjaan rumah tangga dan anak?”
Kita tentu tahu bahwa kita juga butuh rehat sejenak untuk mengembalikan produktivitas bukan? Dulu saya juga sering merasa bersalah bila harus melakukan hal tersebut.
Tapi hasilnya saya malah kelelahan. Bagaimanapun saya tangan saya hanya dua, dan bukan super woman dengan kekuatan puluhan orang.
Jadi, ketika putri saya sekolah dan suami saya sudah berangkat bekerja, sesekali saya memilih untuk berhenti sejenak. Saya menikmati secangkir kopi sambil menonton Descendants of the Sun. Eaaa….
Artikel terkait: Mengapa Ibu Harus Mencintai Diri Sendiri
#5. Tentang uang suami untuk memenuhi kebutuhan Bunda
Sebetulnya ini mungkin tidak masalah bagi Bunda yang bekerja, karena Bunda memiliki penghasilan sendiri.
Apabila Bunda tidak memiliki penghasilan sendiri, mungkin Bunda akan sangat merasa bersalah saat menggunakan uang suami untuk memenuhi kebutuhan Bunda.
Bicarakan, itu saja triknya. Berapa rupiah yag suaminya perbolehkan baginya untuk membeli baju, jajan, atau malah sekedar membelikan kebutuhan harian orangtuanya.
Mungkin awalnya, suami hanya bilang “teserah”, tapi cobalah meminta ia menyebutkan nominal pastinya.
Menjadi wanita dengan multi peran memang tidak mudah. Daripada kita sering merasa bersalah, dan menghidupkan lampu sen kiri padahal ingin belok ke kanan, lebih baik cari cara saja menghilangkan rasa baper kita.
Saya istri dan ibu bekerja. Saya memilih berhenti merasa bersalah untuk semua aktivitas saya, mulai detik ini juga.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.