Kabar duka menyelimuti dunia hiburan dan sastra tanah air. Salah satu tokoh terkemuka, sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono dikabarkan tutup usia.
Sastrawan yang juga menjadi akademisi Universitas Indonesia ini mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB. Sapardi meninggal dunia di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.
Sapardi Djoko Damono meninggal dunia
Terkait dengan hal ini, Kepala Biro Humas dan Kantor Informasi Publik Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia membenarkan kabar meninggalnya Sapardi Djoko Damono. “Ya, Mas,” kata Amel saat dikonfirmasi, dilansir dari Kompas.com.
Artikel Terkait : Ibu bagikan foto kecelakan anak 12 tahun yang menolak pakai helm, sebagai peringatan ke sesama orangtua
Meninggal karena penurunan fungsi organ
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Marketing Communication Manager RS Eka Hospital Erwin Suyanto membeberkan alasan meninggalnya sang sastrawan. Erwin mengatakan bahwa Sapardi meninggal dunia karena sakit penurunan fungsi organ yang dideritanya.
“Penurunan fungsi organ, ya,” kata Erwin.
Kabar awal tersiar dari sesama penulis
Mulanya kabar duka ini tersebar dan dibenarkan oleh rekan sesama penulis, yakni Maman Suherman. Menurutnya, kabar ini juga diperoleh dari para sesama penulis.
“Saya mendapat kabar dari banyak sekali teman-teman dan senior penyair. Saya percaya mereka,” ujar Maman kepada Kumparan.
Terkait dengan hal ini, Maman pun mengungkapkan bahwa ia belum melakukan kontak langsung dengan pihak keluarga. Ia menilai saat ini keluatga tengah diliputi suasana duka.
“Meski saya belum bisa kontak dengan istri dan belum dijawab, tentu sedang berduka,” ujar dia.
Artikel Terkait : Haru, ini pesan terakhir ibu yang bayinya selamat dari kecelakaan maut truk bermuatan timpa mobil
Mewariskan karya-karya lintas generasi
Bagi penikmat sastra, nama Sapardi Djoko Damono bukanlah seseorang yang asing. Ia begitu dikagumi karena berbagai karyanya yang ciamik dan bisa dinikmati oleh lintas generasi.
Beberapa puisinya yang terkenal di masyarakat seperti Hujan Di Bulan Juni, Aku Ingin, Yang Fana Adalah Waktu, dan lainnya. Dirinya pun pernah menjadi Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1999-2004.
Sapardi sendiri lahir pada 20 Maret 1940 di Surakarta. Ia tutup usia di umur 80 tahun.
Di akhir hayatnya, ia pun berkiprah dengan mengajar di Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta.
Salah satu puisinya yang berjudul Hujan di Bulan Juni pernah diangkat ke layar lebar. Ia pun turut bermain dalam film tersebut.
Artikel Terkait : Ungkapan Ayah Ashraf Sinclair, “Ini rasanya kehilangan seorang putra”
Sosial Media ramai menuliskan puisi “Pada Suatu Hari Nanti”
Jagat sosial media pun ramai mengucap doa sekaligus bait puisi dari sang sastrawan. Banyak warganet yang mengunggah fotonya di Instagram dan menge-tag akun Instagram Sapardi. Judul puisi Pada Suatu Hari Nanti, karyanya bak mengiringi kepergian Sapardi.
“Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan ku relakan sendiri
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap ku siasati
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letih ya ku cari.”
Selamat jalan Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono.
Kita doakan semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya. Keluarga yang ditinggalkannya pun mendapatkan ketabahan.
Baca Juga :
Ashraf Sinclair, suami BCL meninggal dunia karena serangan jantung
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.