Sejatinya, panti asuhan bisa menjadi tempat anak-anak yatim piatu terlantar yang tak memiliki orangtua maupun keluarga. Sayangnya, tak semua panti asuhan memiliki standar yang baik dalam mengasuh anak-anak binaan mereka.
Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA) menerima laporan sebuah panti asuhan di Riau yang tidak layak huni. Anak-anak di panti asuhan tersebut mendapatkan perlakuan tak manusiawi, bahkan ada bayi usia 18 bulan yang meninggal dunia karena mengalami penyiksaan di sana.
Panti Asuhan itu bernama Yayasan Tunas Bangsa terletak di Kilometer 20, Kelurahan Sialang Rampai, Kec. Tenayan Raya, Kab. Riau. Panti asuhan tersebut tidak memiliki kondisi yang higienis, tentu saja hal ini berbahaya bagi kesehatan anak-anak di panti.
Diberitakan bahwa, di Panti Asuhan Yayasan Tunas Bangsa, seorang balita bernama M. Zikli mengalami penganiayaan hingga meninggal. Di sekujur tubuh bayi berusia 18 bulan tersebut mengalami luka-luka.
Namun pihak panti asuhan membantahnya, mereka menyatakan bahwa M. Zikli menderita Leukimia, itulah yang menyebabkan ia meninggal dunia.
Komandan Polisi Bimo Ariyanto di Polresta Pekanbaru menyatakan, “Kami akan menggali kuburan bayi Zikli untuk dilakukan otopsi, saat ini kami masih melakukan penyelidikan.”
Ester Yuliani, ketua LPPA Riau meminta Pemko Pekanbaru untuk segera menutup panti asuhan tersebut. Selain memberi laporan ke Dinas Sosial Pekanbaru, Ester juga berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Riau untuk menguji kelayakan panti asuhan lain di bawah naungan Yayasan Tunas Bangsa.
Kondisi panti asuhan yang bersih, memenuhi standar dan mendapatkan sertifikasi dari Dinsos merupakan hal mutlak agar panti asuhan bisa beroperasi. Selain itu, panti asuhan juga seharusnya berbadan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
“Kalau tidak layak, harus ditutup. Karena kalau kumuh dan kotor, tidak menyehatkan bagi anak-anak,” kata Ester Yuliani.
Serma Yudha, Bintara Pembina Desa Koramil 05/Sail, Kelurahan Kulim melakukan pemeriksaan pada bangunan panti asuhan dan panti jompo di bawah naungan Yayasan Tunas Bangsa. Hal ini ia lakukan atas perintah atasan, dikarenakan banyaknya pemberitaan terhadap yayasan tersebut.
Serma Yudha menemukan kondisi bangunan panti di bawah naungan Yayasan Tunas Bangsa amat memprihatinkan, dan benar-benar tidak layak huni. Penghuni panti terlihat kekurangan gizi.
Para penghuni panti menggunakan air di bak mandi untuk minum tanpa dimasak terlebih dulu. Air bak mandi di panti terlihat keruh, berminyak, dan kekuningan karena bercampur dengan besi berkarat. Seluruh penghuni panti melakukan kegiatan MCK di bak mandi yang tak higienis tersebut.
“Pantauan di lapangan terlihat bahwa bangunan tersebut seperti penjara, bahkan perkiraan saya, penjara lebih bagus dari tempat penitipan ini,” kata Serma Yudha.
“Penghuni diperlakukan tidak wajar, makan dan minum mereka tidak teratur. Ini tidak layak,” tambahnya.
Jum’at, 27 Januari lalu, Dinas Sosial Provinsi Riau didampingi oleh sejumlah lembaga seperti LPA, PPA, Satreskrim Polrets Pekanbaru, serta pejabat RW dan RT setempat, melakukan pemeriksaan pada Panti Asuhan Tunas Bangsa.
Di sana mereka menemui Pak Idang sebagai pengelola panti, dan dua orang anak asuh laki-laki. Melihat kondisi panti yang sangat tidak layak huni, Dinas Sosial memutuskan untuk mengevakuasi anak-anak tersebut.
Syafrifuddin AR, ketua Dinas Sosial Riau menyatakan, “Tempatnya tidak layak. Kami sudah melakukan pengecekan, jadi kami putuskan untuk mengeluarkan anak-anak ini dari panti asuhan.”
Pak Idang sebagai pengelola panti tidak bisa menunjukkan surat-surat yang menunjukkan bahwa panti asuhan tersebut layak beroperasi. Istrinya, Lili Nurhayati tidak ada di tempat saat pemeriksaan dilakukan.
Pemilik panti akhirnya ditangkap
Selasa dini hari, 31 Januari 2017, Lili Nurhayati akhirnya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus meninggalnya M. Zikli di panti asuhannya. Usut punya usut, ternyata Lili memiliki 5 panti sosial yang tersebar di berbagai kecamatan di Pekanbaru. Sayangnya, semua panti tersebut tidak layak huni.
Beberapa orang jompo yang tinggal di panti milik Lili disuruh mengemis dan menyetorkan hasilnya pada Lili. Bahkan Lili mematok harga 45 juta rupiah bagi orangtua yang ingin menitipkan anak ke panti asuhan miliknya. Lili juga sering menjual sembako yang merupakan sumbangan dari donatur ke toko grosir tak jauh dari pantinya.
Setelah diselidiki, ternyata Yayasan Tunas Bangsa sudah tidak memiliki ijin beroperasi sejak tahun 2011. Dinas Sosial mengira bahwa yayasan tersebut sudah tutup karena habis masa ijinnya, namun ternyata masih beroperasi.
Fauzi Atan, Plt Dinas Sosial Riau menyatakan kondisi panti di bawah naungan Yayasan milik Lili sama sekali tidak layak. Kondisi bangunan yang tidak layak, makanan untuk penghuni panti sudah kadaluarsa atau bekas gigitan tikus.
“Kondisi panti dan penghuni miris sekali, ditambah lagi bentuk bangunan sudah seperti sel tahanan. Penghuni di panti jompo dan panti pengidap gangguan jiwa diperlakukan tidak manusiawi,” ujar Fauzi dengan kesal.
Dari kasus ini kita berharap bahwa Dinas Sosial di seluruh Indonesia melakukan pemeriksaan secara rutin pada panti sosial di daerah wewenang mereka. Agar jika ada kasus serupa bisa segera ditangani. Anak-anak, orang jompo dan penghuni panti sosial yang lain berhak mendapatkan perawatan yang layak.
Jangan sampai ada lagi kasus panti asuhan yang memperlakukan penghuninya dengan tidak layak, apalagi sampai meninggal. Dinas Sosial harus lebih ketat dalam memeriksa setiap panti sosial yang ada, agar tidak disalahgunakan oleh orang seperti Lili Nurhayati untuk memperkaya diri sendiri.
Baca juga:
Parents, Waspadai Pungutan Liar oleh Sekolah yang Jarang Kita Sadari
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.