Selain KDRT fisik dan emosional, ada satu lagi kekerasan dalam rumah tangga yang masih jarang dibicarakan. Yakni, perkosaan dalam perkawinan.
Tahun 2015 lalu, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan hukuman penjara selama 5 bulan, kepada seorang pria yang telah melakukan perkosaan dalam perkawinan. Tiga tahun sebelumnya di Jawa Timur, seorang suami memaksa istrinya berhubungan badan di hutan, akibatnya dia mendapatkan hukuman 15 bulan penjara.
Perkosaan dalam perkawinan bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Memaksa berhubungan seksual tanpa persetujuan salah satu pihak termasuk ke dalam KDRT. Sayangnya, sama seperti KDRT yang lain, perkosaan dalam perkawinan seringkali tidak dilaporkan.
Hukum Indonesia tentang Perkosaan dalam Perkawinan
Dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 8. Pemaksaan hubungan seksual terhadap pasangan, adalah termasuk kekerasan dan bisa mendapatkan hukuman pidana.
Selain memberikan trauma fisik dan emosional pada korban, perkosaan dalam perkawinan juga membuat tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan jenis KDRT lain. Penyebab terjadinya pemerkosaan dalam pernikahan, biasanya karena ketidaktahuan bahwa pemaksaan hubungan intim dalam pernikahan termasuk ke dalam kategori pemerkosaan.
Tety Sumeri, direktur Women Crisis Center Cahaya Perempuan di Bengkulu mengatakan, “Banyak perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual dengan suami, tidak tahu bahwa mereka telah menjadi korban perkosaan dalam perkawinan.”
Pemahaman yang ada di masyarakat saat ini, kebutuhan seksual suami adalah kewajiban istri. Jadi, istri tidak bisa menolak jika suami ingin dilayani, apapun alasannya. Hal ini mengakibatkan banyak perempuan tidak tahu bahwa dirinya telah menjadi korban pemerkosaan dalam pernikahan.
Artikel terkait: Bunda, ini cara menolak berhubungan seks dengan suami tanpa membuatnya tersinggung
Hukum Islam tentang Perkosaan dalam Perkawinan
” Pemerkosaan dalam perkawinan muncul akibat relasi seksual suami-istri yang timpang. Pemahaman bahwa hubungan seksual adalah kewajiban istri atau hak suami semata, bukan kewajiban sekaligus hak keduanya. Akibatnya suami dianggap boleh memaksa untuk mendapatkan haknya,” papar Nur Rofiah, Dosen Pascasarjana Ilmu Qur’an di Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an, seperti dikutip dari The Conversation.
Perhimpunan Rahima, organisasi perempuan, tempat Nur menjadi anggota dewan. Telah menginisiasi Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 25-27 April 2017 di Pondok Jambu, Cirebon, Jawa Barat.
Hasil Kongres: Poligami dan Pemaksaan Hubungan Seksual adalah KDRT
Hasil dari kongres tersebut di antaranya adalah menyatakan bahwa pemerkosaan dalam pernikahan adalah haram. Dan poligami merupakan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan.
Artikel terkait: Kesepakatan Kongres Ulama Perempuan I: Poligami Adalah KDRT dan Bukan Budaya Islam
Lebih lanjut Nur menjelaskan, ketimpangan relasi antara suami dan istri biasanya disandarkan pada ayat al-Qur’an (QS. an Nisa ayat 34 tentang kepemimpinan suami atas istri, dan QS al Baqarah ayah 223 yang menyebut istri adalah ladang suami), juga hadis yang menyebut bahwa istri yang menolak berhubungan dengan suami akan mendapat laknat dari malaikat.
Padahal, tujuan utama pernikahan adalah untuk memberikan ketentraman jiwa (sakinah), yang didapatkan dari kasih sayang dan cinta, bukan dari relasi kekuasaan.
4 Pilar Dasar untuk Menjalin Hubungan Suami Istri yang Baik
Faqihudin Abdul Kodir, seorang pakar hukum Islam merumuskan 4 pilar yang harus menjadi dasar dalam menjalin hubungan antara suami dan istri dengan baik. Dengan berlandaskan ayat al-Qur’an, Faqihudin menjelaskan empat pilar ini:
- Suami dan istri harus saling meyakini pernikahan sebagai janji yang kokoh (QS an Nisa ayat 21)
- Meyakini bahwa suami/istri adalah pasangan hidup (QS ar Rum ayat 21)
- Saling memperlakukan pasangan dengan hormat dan bermartabat (QS an Nisa ayat 19)
- Menyelesaikan masalah dalam pernikahan melalui musyawarah ( QS al Baqarah ayah 233)
Keempat pilar ini penting untuk dilakukan, agar tujuan pernikahan untuk mencapai ketenangan jiwa (sakinah) bisa dicapai. Pemerkosaan dalam pernikahan adalah perlakuan tidak hormat kepada pasangan, juga menimbulkan sakit fisik dan emosi pada korban. Sehingga tidak sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri.
Artike terkait: Wajib simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia
Tanda-tanda Anda menjadi Korban Perkosaan dalam Perkawinan
1. Dipaksa Berhubungan Intim
Pemerkosaan dalam pernikahan terjadi, ketika salah satu pihak dipaksa untuk melakukan hubungan seksual. Paksaan bisa berupa fisik maupun verbal.
Aktifitas seksual apapun di mana satu pihak merasa dipaksa, padahal dia sudah bersikeras tidak mau, adalah tindak kekerasan pemerkosaan dalam pernikahan.
2. Diancam untuk Berhubungan Seks
Seringkali korban pemerkosaan dalam pernikahan diancam hingga mau menuruti keinginan pelaku. Misalnya ancaman selingkuh, atau ancaman diceraikan hingga akhirnya istri mau memenuhi kemauan suami berhubungan badan padahal tidak mau.
Tak jarang, ancaman ini juga disertai kekerasan fisik yang membuat korban mengalami cedera.
3. Manipulasi
Manipulasi di sini adalah ucapan-ucapan suami yang merendahkan istri. Seperti tidak becus melayani suami di tempat tidur atau semacamnya. Dan berkata akan mencari wanita lain jika istri tidak bisa memuaskannya.
Hal ini membuat istri berusaha keras memenuhi kebutuhan seksual suami, padahal dirinya sendiri tidak menikmati atau malah menderita di dalam prosesnya.
4. Seks dalam keadaan tak sadar
Apapun alasannya, berhubungan dengan seseorang yang sedang tidak dalam keadaan sadar dimasukkan ke dalam kategori pemerkosaan.
Saat istri sedang tidur, pingsan atau dibuat mabuk agar bisa dieksploitasi tanpa bisa berkata tidak. Adalah tindak pemerkosaan yang bisa dikenakan hukum pidana. Walau keduanya telah menikah.
5. Membatasi kebebasan
Bila Anda selalu dikurung di dalam rumah, atau dibatasi untuk bepergian kecuali bersama suami, tandanya Anda telah menjadi sandera rumah tangga. Ketika suami mengiming-imingi kebebasan pergi ke luar rumah tanpa didampingi, namun harus melayani kebutuhan seksualnya terlebih dulu, ini juga termasuk tindak pemerkosaan dalam pernikahan.
***
Bila Anda merasa jadi korban pemerkosaan dalam pernikahan, atau merasa seseorang yang dekat dengan Anda mengalami kekerasan seksual dalam rumah tangganya.
Hubungilah kontak darurat berikut:
- KPAI : (021) 319-015-56
- Komnas Perempuan : (021) 390-3963
- SIKAP : (021) 319-069-33
- LBH APIK : (021) 877-972-89
- Pusat Krisis Terpadu RSCM : (021) 361-2261
Semoga bermanfaat.
Referensi: Hello Sehat, Geo Times
Baca juga:
“Suamiku selalu memaksa berhubungan badan, apakah ini pemerkosaan dalam pernikahan?”