Apakah Anda sudah memiliki rencana untuk bulan madu nanti? Bila tidak, Anda mungkin bisa memilih pergi umroh seperti pasangan suami istri asal Singapura ini.
Pengalaman umroh pasangan pengantin baru
Pergi umroh setelah menikah mungkin tidak pernah dibayangkan oleh Nur Jihan. Wanita yang akrab disapa Jinghan ini becerita bahwa ia baru saja masuk Islam pada Mei 2015 lalu. Melalui laman Have Halal Will Travel (#HHWT), Jinghan berbagi kisahnya kepada khalayak banyak.
“Alhamdulillah, saya diberkati dengan kemudahan membaca syahadat, saya mendapat dukungan penuh dari keluarga dan teman-teman saya,” ujarnya.
Tak lama setelah itu, 4 bulan kemudian ia memutuskan untuk menikah bersama pasangannya.
Seperti wanita pada umumnya. Jinghan berharap dapat menikmati waktu berdua dengan pasangannya dalam suasana bulan madu yang romantis setelah menikah.
Namun ternyata, Aizat pasangannya memilki rencana lain. Aizat justru mengajak Jinghan untuk pergi Umroh.
Jinghan sempat kesal karena diajak pergi umroh dan bukan bulan madu
Aizat dan Nur Jihan. Sumber: Have Halal Will Travel
Jinghan mengaku bahwa Aizat belum pernah mengatakan apa pun tentang rencananya pergi umroh setelah menikah pada saat mereka berkencan. Namun beberapa hari setelah menikah, Aizat justru mengajak Jinghan untuk pergi umroh bersama sebagai pasangan suami dan istri.
“Itu membuatku sedikit kesal. Setiap pasangan lain di Facebook akan berbulan madu di Santorini, Paris, dan Maladewa. Dan saya malah akan pergi Umroh,” tutur Jinghan bercerita.
“Sebagai mualaf baru, saya hampir tidak memiliki gagasan tentang apa itu umroh dan apa yang disyaratkan. Umroh? Apa itu umroh? Yang saya tahu tentang hal itu adalah bahwa itu adalah perjalanan spiritual yang dirindukan banyak Muslim,” ungkapnya.
Mertua Jinghan mengatakan bahwa Umroh adalah haji kecil. Di mana semua doa akan menjadi kenyataan.
“Itu adalah rumah Allah,” kata Jinghan menirukan ucapan mertuanya.
Sayangnya, hal itu bukanlah kehidupan impian setelah menikah yang diharapkan Jinghan. Ia pun mengaku sempat sering berdebat akan hal ini bersama Aizat.
Jinghan sedih ketika mengingat setiap pasangan pergi bulan madu yang romantis tetapi ia justru harus pergi umroh. Terlebih dengan kenyataan bahwa ia belum siap untuk Umroh.
Namun untungnya, perdebatan Jinghan dan Aizat berakhir setelah ia mendengar kata-kata ini.
“Apakah kamu ingin bahagia? Kamu ingin kita bahagia tidak? Apakah kamu ingin pernikahan yang bahagia?”
“Jika kita membuat Allah bahagia, Dia akan membuat kita bahagia. Jika kita berusaha untuk menyenangkan Allah, Insya Allah, dia akan tersenyum pada pernikahan kita dan memberkatinya dengan kebahagiaan. Plus, di mana tempat yang lebih baik untuk membuat doa bagi pernikahan kita daripada di Tanah Suci?,“ Aziat mencoba menjelaskan keinginannya pada Jinghan.
Dari kata-kata itulah, Jinghan mulai tersadar dan siap untuk pergi Umroh.
“Masha Allah, Allah membuka hati saya saat itu. Saya siap untuk pergi umroh,” ungkapnya.
Bulan Maret 2016, Aziat dan Jinghan pergi umroh bersama keluarga besar
Selama umroh, Jinghan mengaku tidak pernah menggambil foto bersama Aizat karena saat itu ia sedang botak. Meski begitu, bagi Jinghan saat-saat umroh lah sosok Aizat terlihat paling menawan.
Jinghan kemudian mengatakan bahwa umroh adalah masalah besar bagi pria. Di Singapura, para pria sudah hampir dapat dipastikan bekerja setidaknya 5 hari dalam seminggu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Para suami harus bisa mendukung keluarganya secara finansial, fisik, dan emosional. Selain itu, ia harus menjadi imam bagi keluarga. Teladan iman yang bersinar bagi istri dan anak-anaknya.
“Saya pikir akan adil untuk mengatakan bahwa ada banyak beban mental yang diemban seorang pria untuk keluarganya. Tetapi selama sekitar seminggu selama umroh, Aizat membuang semua itu agar bsia fokus beribadah dan menjalin hubungan dengan Tuhannya,” ujar Jinghan.
“Ia rela tidur hanya 3-4 jam sehari hanya untuk pergi ke masjid,” tambahnya.
Tak hanya rajin ke masjid, Aizat juga rela mendorong neneknya yang berada di kursi roda ke semua tempat ibadah selama umroh. Bahkan semua ritual umroh yang dilakukan sang nenek, Aizat dengan senang hati membantunya.
Saat Jinghan bertanya mengapa tak membayar pesuruh saja untuk membantu sang nenek, Aizat mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan pahala.
Aizat mengaku bahwa mendorong neneknya di kursi roda selama umroh adalah tugas yang berat dan menyakitkan. Namun ia dengan tulus melakukannya semata-mara karena Allah.
Bagi Jinghan, pergi Umroh setelah menikah adalah hal yang luar biasa
Aizat dan Nur Jihan. Sumber: Have Halal Will Travel
Meskipun selama kurang lebih dua minggu, Jinghan tidak bisa selalu bertemu dengan Aizat karena beribadah. Namun ia mengaku bahwa cintanya pada Aizat menjadi lebih besar setelah itu.
“Ketika kami kembali ke Singapura, saya merasakan curahan cinta untuk suami saya. Saya pikir saya tidak akan pernah bisa mencintainya lebih daripada yang saya lakukan pada hari pernikahan kami. Tapi saya salah. Saya sangat mencintainya, teramat sangat,” aku Jihan.
“Jika Anda ingin memperkuat cinta Anda, saya katakan lewatkan saja liburan. Pergilah umroh. Cinta Anda akan meningkat seribu kali lipat bahkan sejuta kali lipat. Aku jamin itu!” tegas Jinghan.
Jinghan mengaku kagum bagaimana Allah membuka hatinya dan mengisinya untuk berkomitmen dalam memuji-Nya, melayani-Nya, dan menempatkan-Nya di atas segalanya yang ada di dunia ini.
“Ketika umroh, Anda melepaskan segala sesuatu, pekerjaan, tanggung jawab, beban, kekhawatiran, atau kesenangan, romansa, gairah. Dan yang Anda lihat hanyalah suami Anda apa adanya, Nur dan Iman-nya. Dan Insya Allah, itu akan menjadi hal yang paling menakjubkan yang pernah Anda lihat dalam dirinya,” tutup Jinghan.
Bagaimana? Apakah Anda juga tertarik untuk pergi umroh agar bisa meningkatkan spritualitas dan romantisme dalam pernikahan?
Baca juga
Umrah ala Backpacker, Ibadah Mudah dan Murah Bebas Kena Tipu
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.