Bali menyimpan budaya dan sejarah yang begitu beragam. Perang pandan adalah salah satunya. Tradisi yang berasal dari Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem, Bali ini masih terus dilestarikan sampai sekarang.
Warisan budaya ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan Dewa Indra, dewa peperangan dalam agama Hindu. Lalu, bagaimana awal mula tercetusnya rituah perang ini? Simak informasinya berikut.
6 Fakta Menarik dan Sejarah Perang Pandan dari Desa Tenganan Bali
Mengulik budaya dan sejarah di Pulau Bali memang tidak pernah ada habisnya. Pulau ini begitu kaya akan sejarah dan budaya yang hingga kini masih terus dilestarikan. Salah satunya adalah perang pandan yang merupakan tradisi dari Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem.
Tradisi perang ini telah diturunkan dari generasi ke generasi dan bertahan hingga ratusan tahun. Setiap tahunnya, masyarakat setempat akan menggelar tradisi perang ini sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, dewa peperangan dalam agama Hindu.
Lalu, bagaimana awal mula terjadinya perang ini? Simak fakta menarik tentang perang pandan berikut ini.
1. Berawal dari Cerita Rakyat
Dahulu kala, Tenganan merupakan sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang raja bernama Maya Denawa. Raja Maya Denawa memimpin wilayah Tenganan dengan semena-mena. Ia bahkan mengaku dirinya sebagai seorang dewa sehingga rakyat pun harus tunduk melakukan ritual keagamaan sesuai yang ia kehendaki.
Karena kelancangannya, para dewata pun murka dengan Raja Maya Denawa. Diutuslah Dewa Indra untuk turun ke bumi guna memerangi sang raja yang semena-mena. Peperangan itu pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Dewa Indra.
2. Ritual Tahunan
Kini, masyarakat Desa Tenganan rutin menjadikan ritual peperangan ini sebagai ritual tahunan. Meski mengandung unsur kekerasan, namun darah yang tumpah dilambangkan sebagai bentuk persembahan kepada Dewa Indra. Selain itu, tradisi ini juga digunakan untuk memohon kesuburan di tanah Tenganan.
“Tradisi ini merupakan persembahan kepada Dewa Indra, dewa perang berupa darah. Selain itu, ritual ini juga untuk kesuburan tanah Tenganan,” kata Eyang Teruna Desa Tenganan, Kadek Sukadnyana seperti dikutip dari Liputan6.com.
Baca juga: 5 Fakta Unik Tari Mandau, Tarian Perang Menggunakan Senjata Tajam
3. Ritual Perang Pandan Butuh Persiapan Matang
Tradisi ini memerlukan persiapan yang matang sebelum benar-benar dilaksanakan. Sedikitnya dibutuhkan waktu 10 hari sebelum ritual perang dimulai. Pelaksanaannya juga harus mengikuti penanggalan Desa Adat Tenganan. Biasanya, ritual ini dilakukan pada sasih kalima atau bulan kelima dalam kalender Desa Adat Tenganan. Ritual peperangannya sendiri memakan waktu selama 2 hari berturut-turut dimulai pukul 14.00 WITA hingga selesai.
Baca juga: Punya Banyak Keunikan, Inilah Jenis Tarian Papua dan Fakta Menarik di Baliknya
4. Tidak Ada Batas Usia dalam Perang Pandan
Meskipun melibatkan kekerasan di dalamnya, namun tidak ada batasan usia dalam tradisi peperangan ini. Duel dilakukan satu lawan satu dan siapa saja boleh ikut asalkan sudah siap mental.
“Usia tidak ada batasan. Kalau sudah berani, silakan saja ikut perang pandan,” kata Sukadnyana seperti dikutip dari Liputan6.com.
Walaupun terlibat duel hingga berdarah-darah, namun usai perang selesai tak boleh ada pihak yang sakit hati. Semua harus kembali seperti semula karena ritual ini hanya untuk melestarikan tradisi.
Baca juga: Tari Pendet: Sejarah, Makna, dan Perkembangannya
5. Pandan sebagai Senjata
Perang ini disebut perang pandan karena senjata yang digunakan oleh para pemain adalah daun pandan berduri. Daun ini diikat menjadi satu hingga membentuk gada lalu masing-masing petarung dibekali tameng yang terbuat dari anyaman rotan.
Fungsi dari tameng tersebut adalah untuk melindungi diri agar tidak terkena sabetan daun pandan. Sebab, sekali terkena sabetan maka darah akan mengucur dengan deras.
6. Perang Pandan Diiringi Gamelan Seloding
Selama ritual peperangan, penonton akan mendengar gamelan seloding. Seloding adalah alat musik tradisional dari Tenganan yang tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang. Hanya orang yang telah disucikan saja yang boleh memainkan alat musik ini.
Selain itu, gamelan seloding juga hanya dimainkan pada acara tertentu saja. Alat tersebut juga memiliki pantangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu tidak boleh menyentuh tanah.
***
Parents, itulah sederet fakta menarik dan sejarah perang pandan dari Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem. Jadi penasaran ya ingin menyaksikannya secara langsung. Jika ada kesempatan berkunjung ke Pulau Dewata, jangan lupa saksikan ritual ini ya Parents. Siapa lagi yang melestarikan budaya nusantara kalau bukan kita. Selamat menyaksikan!
Baca juga:
Sejarah dan Filosofi Dua Tari Tradisional Bali, Kecak dan Legong
7 Wisata Kuliner Rekomendasi di Bali yang Perlu Parents Kunjungi