Seorang anak lima tahun bernama Conan harus menjalani perawatan intensif setelah dirinya dinyatakan mengidap penyakit thalasemia mayor. Penyakit ini teridentifikasi sejak dilakukan analisis hemoglobin ketika Conan berusia 7 bulan.
Sejak Desember 2019, Conan telah menjalani transplantasi sumsum tulang belakang sebagai solusi agar ia tak perlu lagi transfusi darah setiap bulan. Kini, si kecil Conan harus dirawat di Samitivej Hospital, Bangkok, Thailand.
Proses BMT (Bone Marrow Transplant) seharusnya hanya memakan waktu 1,5 bulan, tapi Conan justru melakukannya dalam jangka waktu lebih lama. Sudah hampir 4 bulan dirawat dan menjalani BMT, tapi kondisinya justru tak kunjung menunjukkan tanda-tanda berhasil.
Melalui kanal YouTube pribadinya ‘Keluarga Celana’, orangtua Conan rutin mengunggah proses perkembangan pengobatan Conan. Mereka sudah membagikan kisah Conan di YouTube sejak Maret 2019, dari sana mereka juga mendapat banyak dukungan khalayak.
“Justru dengan sharing ini, kami merasa kalian (penonton) yang memberi banyak semangat sama kita,” ujar Andri selaku ayah Conan.
Lantas, bagaimana perjuangan Conan dan keluarganya dalam memerangi penyakit yang dideritanya? Serta, apa sebenarnya penyakit thalasemia mayor ini?
5 Fakta tentang Conan yang menderita penyakit thalasemia mayor
1. Penyakit thalasemia mayor Conan diketahui sejak usianya 7 bulan
Mengutip dari Alodokter, thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan dari orangtua, serta tetap dapat diturunkan meski orangtua tidak mengalami gejala. Penyebabnya yaitu kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah.
Penyakit thalasemia yang diderita Conan yaitu jenis beta mayor, bahkan sudah terdeteksi ketika usianya masih 7 bulan. Tidak hanya Conan, ternyata adiknya yang bernama Crystal juga mengidap penyakit yang sama sejak usia 1 tahun.
Thalasemia beta mayor membuat Conan harus melakukan transfusi darah yang rutin dan berulang sepanjang hidupnya. Bahkan, hingga 2-4 minggu sekali, serta ditambah juga dengan mengonsumsi obat-obatan pembuang zat besi agar ia bisa bertahan hidup.
Penyakit thalasemia mayor yang diderita Conan membuatnya mengalami kekurangan darah yang parah. Pada gejala parah seperti ini, dokter menyarankan operasi transplantasi sumsum tulang belakang.
2. Kondisi Conan menunjukkan perkembangan yang lambat
Belum ditemukan obat untuk penyakit thalasemia, maka Conan harus melakukan transfusi darah yang rutin. Di samping itu, Bone Marrow Transplant (BMT) atau transplantasi tulang sumsum juga menjadi solusi sementara agar ia tak perlu transfusi darah setiap waktu.
Sayangnya, biaya BMT tidak murah, mencapai miliaran rupiah. Serta, kemungkinan keberhasilannya juga tidak dapat dipastikan dengan baik.
Kini, hampir 4 bulan setelah menjalani transplantasi, kondisi Conan tak kunjung membaik. Perkembangannya bisa dikatakan cukup lambat.
Hal ini diungkap Andri dan Michelle, kedua orangtua Conan, di sebuah video YouTube mereka. Meski keadaannya sempat stabil, namun kini perkembangan kesehatan Conan kembali melambat.
“Perkembangannya super slow. Tubuhnya seperti direset ulang seperti waktu bayi lagi,” kata Andri.
Michelle menambahkan, kondisi ini membuat ia harus lebih berhati-hati, karena Conan tidak bisa makan sembarangan. Hanya makanan tertentu yang boleh dikonsumsi Conan, serta Conan juga harus mengonsumsi obat-obat penekan imun.
“Pupnya berdarah karena kita sempat lupa ngasih susu, pasien lain nggak pernah begitu. Conan termasuk pasien yang paling sensitif,” ungkap Michelle.
Saat ini, Conan masih harus menggunakan alat bantu pernapasan. Obat-obatan dan vitamin tertentu masuk ke badannya melalui selang infus.
3. Biaya yang sangat mahal
Andri mengakui, proses pengobatan anaknya hingga saat ini memakan biaya yang jauh di luar kemampuannya. Namun, berkat pertolongan para dermawan, ia dan istrinya sangat terbantu.
Ia juga hingga menggalang dana secara online dan mengadakan kampanye-kampanye awareness terhadap thalassemia. Dalam suatu wawancara, Andri mengungkapkan estimasi biaya berobat Conan menjalani BMT mencapai Rp 2 miliar. Sedangkan untuk kedua anaknya, memerlukan setidaknya Rp 4 miliar.
Akan tetapi, faktanya, untuk biaya Conan sendiri saja ternyata tidak cukup Rp 2 miliar. Akibatnya, pengobatan thalasemia untuk anak keduanya masih tertunda karena kendala biaya.
“Untuk survive transfusi darah saja, penderita thalasemia setidaknya perlu biaya Rp 21 juta,” jelas Andri.
4. Berbagi kisah perjuangan merawat anak dengan thalasemia
Meski berat, Andri dan Michelle akhirnya memutuskan berbagi kisah dengan penonton YouTube mereka dan orangtua lainnya tentang proses pengobatan thalasemia yang dialami Conan.
Terakhir, pada 13 Maret 2020 ia mengungkap kondisi Conan yang masih belum membaik, bahkan setelah dilakukan transplantasi sumsum tulang belakang.
Mereka mengaku tak tahu sampai kapan akan menjalani perawatan untuk anaknya di Bangkok. Rencana awal ingin mengobati kedua anaknya, belum dapat terwujud.
Walau demikian, Michelle mengungkapkan jika dokter memperkirakan perawatan Conan masih harus berjalan hingga 6-8 bulan kedepan. Ia berharap masih sanggup bertahan sampai waktu itu tiba.
“Kita bener-bener nggak tahu. Kita berharap dari sini (Bangkok) sudah selesai,” ungkap Andri.
Sebagai orangtua, Michelle mengaku banyak belajar hal tentang penyakit anaknya selama 4 bulan ia menemani sang anak menjalani perawatan di Bangkok
“Kita jadi bisa cek temperatur sudah pasti, tekanan darah, oksigen tubuh, pernapasannya, warna pipis dan pup,” ujar Michelle.
5. Conan mendapat dukungan dari warganet
Banyak yang menyarankan Andri untuk membuat vlog keseharian pengobatan dan kondisi Conan. Namun, Andri tak ingin melakukan hal yang membuat anaknya tidak nyaman dalam sakit yang dideritanya.
“Sekarang dia lagi nggak terlalu suka di shoot, dia kelihatan nggak nyaman melihat mukanya sendiri,” cerita Andri.
Meski begitu, Andri sangat berterima kasih atas seluruh dukungan warganet melalui kanal YouTubenya.
***
Itulah kisah tentang si kecil Conan yang menderita penyakit thalasemia mayor. Semoga kondisinya bisa membaik, ya, serta ia dan keluarga bisa semangat menjalani pengobatan.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr.Gita PermataSari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca juga :
Galaktosemia: Penyebab, Gejala, Faktor Risiko, Perawatan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.