Purubahan cuaca yang tidak menentu mau tidak mau membuat semua orang harus menjaga kesehatan tubuhnya. Belum lagi dengan virus corona yang hingga kini nampaknya masih enggan berhenti berkelana. Hingga Selasa (25/2) jumlah pasien yang positif terinfeksi Covid-19 telah mencapai 79.571 kasus dengan angka kematian 2.630 kasus di seluruh belahan dunia. Menjaga daya tahan tubuh merupakan sebuah keharusan, salah satu cara bisa dengan penggunaan imunostimulan yang dipercaya lebih efektif melindungi tubuh dari virus.
Penggunaan imunostimulan efektif cegah virus, benarkah?
Parents, sistem imun memang merupakan pelindung vital bagi tubuh melawan penyakit. Jika diibaratkan pasukan tentara, sistem inilah mekanisme alami bagi tubuh melawan ancaman benda asing seperti virus, bakteri, dan jamur masuk di dalam tubuh.
Daya tahan tubuh yang lemah, tentu membuat seseorang mudah sakit, hingga menyebabkan infeksi. Oleh karena itu, memperkuat antibodi diperlukan agar tubuh selalu terlindungi dengan mengonsumsi imunostimulan Lantas, apa bedanya dengan vitamin biasa?
“Imunostimulan ini tugasnya menstimulasi atau merangsang sistem imun. Sistem inilah yang akan memakan benda asing yaitu makrofag dan bekerja mendongkrak kinerja imun agar selalu kuat,” tutur Prof. Dr Iris Rengganis, SpPD-KAI, Ketua Perhimpunan Alergi dan Immunologi Indonesia dan Guru Besar UI saat ditemui usai acara Forum Diskusi: “Cegah VirusCorona dengan Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh” beberapa waktu lalu.
Prof. Iris menuturkan bahwa imunostimulan ampuh memperkuat antibodi dan melawan infeksi. Seiring bertambahnya usia, antibodi seseorang bisa melemah. Hal ini dipengaruhi sejumlah faktor antara lain usia, nutrisi, vitamin, mineral, hormon, olahraga, dan emosi. Kurang tidur dan stres bisa memicu turunnya imunitas tubuh yang otomatis menurunkan kualitas antibodi.
Berbeda dengan vitamin biasa, kandungan dalam imunostimulan memang dirancang untuk imunitas tubuh. Oleh karena itulah penggunaannya berbeda dengan vitamin biasa, tidak bisa sembarangan dikonsumsi sesuka hati.
“Imunostimulan sebaiknya memang hanya digunakan pada saat tertentu, karena tugasnya memang untuk stimulasi. Boleh saja dikonsumsi setiap hari, asalkan ada jangka waktu tertentu,” tegas Prof. Iris. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan sebelum seorang pasien mengonsumsinya yakni durasi waktu, kondisi kesehatan pasien, serta kebutuhan orang tersebut.
Biasanya, Prof. Iris akan memberikan imunostimulan pada kriteria orang yang memang membutuhkan. Contohnya orang yang akan bepergian jauh, maka ia akan memberikannya seminggu sebelum keberangkatan dengan dosis tertentu saja.
“Saya juga akan memberikan pada orang yang sering berada di pusat keramaian, juga orang yang kelelahan bekerja akan dikasih untuk durasi 2 minggu. Kalau pasien sudah mengonsumsi gizi seimbang, ya, saya stop dulu. Jadi dosis konsumsinya tidak boleh seumur hidup dan terus menerus setiap hari,” lanjutnya.
Selain itu, kelompok usia yang rentan memiliki daya tahan tubuh rendah terutama lanjut usia, di atas usia 60 tahun, juga boleh mengonsumsi imunostimulan tentunya dengan anjuran dokter. Perlu diketahui, imunostimulan tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena akan memengaruhi perkembangan janin.
“Pada kondisi di mana risiko paparan terhadap infeksi virus sangat tinggi, maka imunostimulan dapat ditambahkan di samping pencegahan lainnya. Imunostimulan dapat dikonsumsi dalam durasi tertentu sampai risiko paparan virus menurun dan sebaiknya dikonsumsi sebelum seseorang terinfeksi suatu penyakit, karena imunostimulan membutuhkan waktu untuk merangsang sistem imun,” tukas Prof. Iris.
Dalam kesempatan yang sama Raphael Aswin, MSi, VP Research & Development Global Health menjelaskan imunostimulan yang baik mengandung Echinacea pupurea extract dan zinc picolinate. Kandungan Echinacea purpurea extract telah terbukti secara klinis dapat memodulasi system daya tahan tubuh dan mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Sementara itu, zinc picolinate berperan aktif mengatur kestabilan sistem daya tahan tubuh.
Cara memilih suplemen yang tepat untuk daya tahan tubuh
Makanan yang bergizi dan pola hidup sehat jika dikombinasikan akan memperkuat daya tahan tubuh, apalagi jika dilengkapi dengan pemilihan suplemen yang baik. Jika imunostimulan hanya disarankan dikonsumsi pada saat tertentu, bukan berarti Anda absen memenuhi kebutuhan vitamin harian.
Melansir Web MD, berikut langkah untuk memilih vitamin yang benar:
-
Cari tahu apa kebutuhan Anda
Penting diketahui bahwa kebutuhan nutrisi setiap orang berbeda. Buat daftar sebelum membeli atau meminta rekomendasi multivitamin pada dokter yang mencakup usia, jenis makanan yang dikonsumsi, riwayat medis, serta masalah kesehatan yang sedang dialami.
Sebagai contoh, dokter akan merekomendasikan kalsium dan vitamin D dosis tertentu bagi pasien yang berisiko tinggi terkena osteoporosis. Berbeda dengan perempuan hamil, dokter akan mengedepankan konsumsi asam folat dan vitamin tambahan lain yang dibutuhkan bergantung kondisi janin. Komunikasikan dengan dokter untuk efektivitas vitamin yang tepat ya, Parents!
Cerdas dalam artian Anda sudah tahu manfaat apa yang didapat dari suplemen tertentu serta apa efek samping jika mengonsumsi secara berlebihan. Jangan lupakan seberapa banyak kebutuhan vitamin tersebut dan detail yang tertera pada kemasan.
“Banyak orang hanya mengambil barang-barang dari rak karena mereka mendengarnya di TV atau karena orang-orang membicarakannya,” ungkap Jim White, seorang ahli diet terdaftar dan juru bicara Akademi Nutrisi dan Diet.
-
Jangan ragu konsultasi dengan dokter
Sudah menyusun daftar dengan cermat namun masih ragu, maka berbicara dengan dokter yang terpercaya adalah langkah terbaik. Tanyakan serinci mungkin apa yang ingin Parents ketahui, khusunya efek samping terhadap tubuh atau jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan lain.
“Beberapa dapat memengaruhi obat lain yang Anda gunakan. Misalnya, jika Anda mengambil pengencer darah, Anda tidak boleh mengonsumsi terlalu banyak vitamin K yang menyebabkan darah menggumpal,” ujar Kelly Pritchett, PhD, asisten profesor nutrisi klinis di Central Washington University.
Sesuaikan juga kebutuhan produk vitamin dengan diet yang mungkin saja sedang Anda jalankan. “Anda tidak akan mengonsumsi suplemen zat besi dengan susu karena zat besi dan kalsium bersaing untuk penyerapan,” kata Pritchett.
Tak kalah penting adalah pastikan berapa banyak asupan harian yang direkomendasikan (DRI) sesuai usia dan jenis kelamin. Angkanya bisa berbeda bagi ibu yang tengah mengandung, menyusui, ada masalah medis, atau isu kesehatan lainnya.
Baca juga :
Pemberian antibiotik berlebihan pada anak bisa berbahaya, begini penjelasan dokter!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.