Pernikahan seharusnya menjadi momen bahagia, tapi bagaimana jika ada pihak yang tiba-tiba melakukan pembatalan pernikahan? Sungguh, hal itu bisa membuat hati hancur dan kecewa.
Rasa kecewa atas pembatalan pernikahan ini tentunya bukan hanya dialami oleh kedua pasangan. Namun, bisa jadi keluarga besar dan kerabat dekat pun turut merasakannya.
Meski akan mengakibatkan kekecewaan dan sedih dalam keluarga besar, ternyata membatalkan pernikahan bisa dilakukan. Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs Hukumonline Pro, pembatalan nikah hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.
UU Perkawinan menyatakan batalnya perkawinan dimulai setelah kekuatan putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk membatalkan pernikahan, selain dapat dilakukan oleh suami atau istri, bisa juga diajukan oleh pihak lain seperti orangtua pasangan.
Apa Itu yang Dimaksud Pembatalan Pernikahan?
Berdasarkan penjelasan dari situs Pengadilan Agama Wamena, arti pembatalan perkawinan ialah tindakan pengadilan yang berupa putusan yang menyatakan perkawinan yang dilakukan dinyatakan tidak sah. Sehingga, perkawinan itu dianggap tidak pernah ada.
Pembatalan perkawinan dapat bermakna jika perkawinan tidak sah, dengan sendirinya dianggap tidak pernah ada. Serta, laki-laki dan perempuan yang dibatalkan perkawinannya tersebut dianggap tidak pernah kawin. Sehingga mereka tidak akan disebut duda dan janda.
Artikel terkait : Kata Pakar: Rahasia Pernikahan Langgeng Adalah Istri yang Bahagia
Perbedaan pembatalan pernikahan dan pencegahan perkawinan
Patut Anda ketahui jika pembatalan perkawinan nyatanya berbeda dengan pencegahan perkawinan dan perceraian. Pencegahan perkawinan merupakan tindakan agar perkawinan tidak terlaksana.
Perceraian merupakan pembubaran perkawinan yang sah dan telah ada, baik atas persetujuan bersama atau atas permintaan salah satu pihak.
Sementara itu, pembatalan perkawinan ialah perkawinan itu telah terjadi, tapi di kemudian hari baru diketahui terdapat kekurangan-kekurangan yang menyangkut persyaratan yang ditentukan oleh aturan perundang-undangan.
Bolehkah membatalkan pernikahan saat wanita sedang hamil?
Biasanya, pembatalan pernikahan terjadi akibat adanya paksaan saat melangsungkan perkawinan. Sehingga di kemudian hari, terdapat rasa ingin keluar dari pernikahan tersebut. Misalnya, seorang laki-laki dipaksa menikahi pacarnya yang hamil.
Bila pasangan menikah karena terpaksa, di tengah-tengah perkawinan, salah satu pihak, biasanya pihak laki-laki, bisa meminta untuk melakukan pembatalan. Dengan alasan karena ia menikah secara paksa dan tanpa ada rasa cinta pada pasangan. Apalagi bila ada masalah pelik seperti sang istri hamil dengan pria yang bukan suaminya.
“Mengenai seseorang yang dipaksa menikah dengan teman kencan karena ia hamil, serta salah sangka karena ternyata yang dikandung oleh wanita tersebut juga bukan anak Anda, hal ini dapat menjadi alasan pembatalan perkawinan,” jelas Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. selaku pakar Hukum Keluarga dan Waris.
Alasan yang dapat membatalkan pernikahan
Ada beragam alasan yang dapat membatalkan pernikahan. Seperti yang tertulis dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Pasal 71 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pasal 27 UU Perkawinan:
- Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
- Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri.
- Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 71 KHI:
- Seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama.
- Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain.
- Seorang perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
- Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 tahun 1974.
- Pernikahan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
- Menikah dengan paksaan.
Itulah penjelasan mengenai pembatalan pernikahan yang patut Anda ketahui. Semoga bermanfaat.
****
Referensi : Hukum Online Pro, Pengadilan Agama Wamena, HUKUMONLINE
Baca juga :
Hati-hati! Sosial media picu tingginya angka peceraian. Ini yang perlu Parents perhatikan
Cerai Saat Hamil, Sahkah di Mata Hukum Indonesia dan Hukum Islam?
15 Rekomendasi Ide Hadiah untuk Suami di 2023, Bermanfaat dan Berkesan