Umumnya masyarakat Hindu Bali memakamkan mayat dengan cara dibakar, atau yang biasa dikenal sebagai tradisi Ngaben. Namun umat Hindu di desa Trunyan punya ritual tersendiri. Kali ini kita akan membahas tentang pemakaman Trunyan yang punya cara unik dalam metode penguburannya.
Terunyan atau Trunyan adalah sebuah desa yang berada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, provinsi Bali, Indonesia. Desa Trunyan terletak di dekat Danau Batur. Untuk menuju ke Trunyan, Anda harus menggunakan perahu menyusuri lereng Bukit Abang sekitar 45 menit.
Artikel terkait: Salah Satu Warisan Budaya Indonesia, Kenali Jenis Rumah Adat Betawi dan Filosofinya
Cara Unik Penguburan di Desa Trunyan
Mengutip dari Indonesia.go.id, masyarakat di desa Trunyan punya cara yang berbeda dalam penguburan mayat. Tak seperti umumnya masyarakat Hindu di pulau Bali yang mengubur mayat dengan cara dibakar, di desa Trunyan, mayat sengaja dibiarkan membusuk di atas permukaan tanah.
Sumber dari Wikipedia menyebutkan, masyarakat Trunyan mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah.
Cara unik penguburan di desa Trunyan diatur oleh adat. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda, yakni Sema Muda, Sema Wayah, dan Sema Bantas.
Sema Muda/Nguda
Bayi dan anak kecil atau warga Trunyan yang sudah dewasa tapi belum menikah, jika meninggal mayatnya akan diletakkan di Sema Muda.
Menurut keyakinan Hindu Trunyan, bagi orang-orang yang dimakamkan di Sema Nguda, maka keluarga yang ditinggalkan tidak perlu mengadakan upacara Ngaben.
Orang-orang yang belum menikah, teruna (bujangan) maupun debunga (perawan) dan anak-anak kecil dianggap masih suci. Mereka bisa serta merta kembali ke kawah (surga), tanpa harus disucikan kembali melalui Ngaben. Mereka ialah golongan yang disayangi Ratu Sakti Pancering Jagat, sehingga tidak perlu mengalami reinkarnasi lagi ke bumi (Trunyan).
Artikel terkait: Kenali Lebih Dekat Rumah Adat Sumatera Utara, Warisan Budaya yang Mendunia
Sema Wayah
Kuburan atau Sema Wayah diperuntukkan bagi mayat warga Trunyan yang meninggal secara wajar. Jenazah akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan.
Sekalipun orang-orang ini meninggal secara wajar, namun karena pernah menikah mereka tidak bisa langsung kembali ke surga. Roh mereka harus gentayangan terlebih dulu di sekitar desa, hingga upacara penyucian kembali melalui Pengabenan dilakukan.
Setelah ritual ini selesai, barulah ia boleh masuk ke dalam Dalem (dunia orang mati). Kemudian dari sinilah ia bisa menitis kembali (reinkarnasi) sebagai manusia melalui tubuh anak keturunan mereka yang dalam satu garis kerabat (dadia).
Sema Bantas
Sema Bantas diperuntukkan bagi mayat warga Trunyan yang meninggal karena penyebab tidak wajar, misalnya kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang.
Jenazah warga Trunyan yang meninggal tidak wajar ini juga harus disucikan terlebih dahulu. Masyarakat akan melakukan ritual Ngutang Mayit dan Ngaben.
Jika ritual itu tidak dilakukan, jiwa atau roh mereka akan selalu gentayangan di tempat-tempat kotor seperti di lokasi buang hajat. Roh gentayangan itu juga akan mengganggu sanak kerabat untuk mengingatkan, bahwa kewajiban yang hidup kepada yang sanak kerabat yang mati belum selesai.
Jiwa atau roh yang frustasi sehingga menjadi jahat inilah, menurut keyakinan masyarakat Trunyan, disebut sebagai hantu.
Artikel terkait: Indah dan Elegan, Inilah 12 Makna Riasan Pengantin Adat Jawa
Pemakaman Trunyan Tidak Tercium Bau Mayat karena Pohon Taru Menyan
Konon, mayat-mayat di desa Trunyan tidak mengeluarkan bau meski diletakkan di permukaan tanah. Hal ini karena pengaruh pohon Taru Menyan, yang dianggap bisa menetralisir bau busuk mayat. Pohon tersebut bahkan mampu mengeluarkan aroma harum.
Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah desa Trunyan. Keberadaan pohon Taru Menyan ini juga menjadi asal usul nama desa Trunyan. Taru Menyan menjadi Trunyan.
Itulah cara unik penguburan di desa Trunyan. Jika penasaran ingin melihat langsung, tak ada salahnya mampir ke desa Trunyan saat berwisata ke Pulau Bali.
Baca juga:
10 Artis Menikah dengan Adat Batak, Prosesinya Ada yang Sampai 7 Jam!
3 Jenis Pakaian Adat Bali beserta Ciri Khas, dan Filosofis Baju Adat Bali