Pelacuran Anak di Trenggalek, gadis 14 tahun melayani 10 pria setiap hari

Sebuah kasus pelacuran anak di bawah umur terungkap di Trenggalek, Jawa Timur. Modusnya adalah Kafe plus-plus di mana pelanggan bisa meminta layanan seks kepada pramusaji yang masih berusia 14 tahun.

Kembali terungkap kasus pelacuran anak di Indonesia, kasus ini terjadi di daerah Trenggalek, Jawa Timur.

Kasus tersebut diketahui setelah polisi daerah Tulungagung menangkap seorang nelayan yang diduga tengah menyewa seorang pelacur yang masih berusia di bawah umur.

Nelayan bernama Suwaji ini membeli jasa layanan seks dari seorang pramusaji berusia 14 tahun di sebuah kafe yang berada di Pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Setelah Suwaji ditangkap, polisi turut menangkap seorang wanita yang merupakan pemilik kafe.

Wanita berusia 35 tahun tersebut ditangkap atas tuduhan perdagangan manusia. Penangkapan dua orang yang menjadi terduga perdagangan manusia ini, menandakan jika di kawasan Trenggalek, Jawa Timur, kasus pelacuran anak masih terjadi.

“Suwaji mengatakan ini adalah kali kedua dia menyewa layanan seks dari pelayan kafe,” kata Kepala Unit Kriminal Kepolisian Tulungagung, Adj. Comr. Septiadi.

Pelacuran anak di Trenggalek, PSK di bawah umur melayani 10 pria dalam sehari

Kasus pelacuran anak ini terungkap setelah salah seorang pramusaji itu membuat status di Facebook tentang lowongan di kafe tempatnya bekerja. Dari beberapa orang yang melamar, pihak manajemen kafe mempekerjakan dua orang gadis, yaitu APM (16 tahun) dan WA (15 tahun).

Polisi terlebih dahulu menangkap mereka sebelum bekerja sebagai pelayan di kafe tersebut. Mereka ditangkap ketika sedang menuju Pantai Prigi bersama dengan manejer kafe yang berusia 30 tahun.

Juru bicara Kepolisian Tulungangung, Brigadir Endro Purnomo mengatakan jika gadis berusia 14 tahun tersebut telah bekerja di kafe selama 3 bulan. Menurut laporan, gadis itu diharuskan melayani nafsu birahi para pengunjung hingga 10 orang setiap harinya.

Akibatnya, ia merasa sangat lelah dan mengeluh kepada manajer kafe, kemudian ia disarankan untuk mempekerjakan teman-temannya untuk membantunya di kafe. Gadis itu diduga mendapat upah Rp 200.000 dari setiap pelanggan, tapi dia harus memberikan Rp 50.000 kepada pemilik kafe.

Setelah kasus ini terungkap, ketiga remaja pelayan kafe tersebut kini sudah diamankan. Mereka berada di bawah pengawasan Dinas Sosial Tulungagung.

Artikel terkait : Kasus Prostitusi, Siswi SMP Menjadi Mucikari

Rekrutmen korban pelacuran anak dilakukan melalui media sosial

Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs Suara.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan jika korban kasus prostitusi anak mayoritas direkrut melalui media sosial. Pada triwulan pertama 2019 saja sudah ada 8 kasus besar yang menjadi pantauan KPAI.

“Dari 8 kasus itu, sebanyak 80% rekrutmen melalui online,” ujar Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI, Ai Maryati Solihah, beberapa waktu lalu.

Ai menambahkan, proses rekrutmen melalui media sosial berbeda dengan pola konvensional. Melalui media sosial, pengguna dapat berinteraksi kapan pun dan di mana pun, sedangkan konvensional harus ada pola perpindahan tempat, penjemputan, penampungan dan eksploitasi manual.

Prostitusi online sangat rentan terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Maka dari itu, untuk mencegahnya, orangtua dan keluarga harus memberikan pengawasan yang ketat pada anak-anak.

Itulah kabar terkait kasus pelacuran anak yang masih marak terjadi di Indonesia, khususnya melalui media sosial.

Lindungi terus anak-anak Parents ya, agar tidak ikut terjerumus menjadi korban perdagangan dan pelacuran anak.

****

Anda bisa bergabung dengan jutaan ibu lainnya di aplikasi theAsianparent untuk berinteraksi dan saling berbagi informasi terkait kehamilan, menyusui, dan perkembangan bayi dengan cara klik gambar di bawah ini.

Referensi : Asia One dan Suara.com

Baca juga :

Ibu di Malaysia ini tega menjual anaknya yang masih di bawah umur untuk jadi pelacur