Hingga kini seluruh negara masih berjuang melawan COVID-19, terbukti belum ada satupun obat yang benar-benar efektif mengatasi dan menyembuhkan infeksi virus satu ini. Namun baru-baru ini, kabar obat remdesivir atasi Corona menyeruak. Obat ini tengah diteliti lebih lanjut untuk memastikan efektivitas dan kemanannya dalam mengatasi COVID-19.
Apa Itu Remdesivir?
Remdesivir adalah antivirus berspektrum luas yang telah diujikan dan terbukti bermanfaat untuk penyakit yang disebabkan virus, sebut saja MERS dan SARS. Sebelumnya, obat ini dikembangkan untuk penyakit ebola dan tidak menimbulkan efek buruk.
Seperti diketahui, saat masuk ke dalam tubuh Virus Corona berkembang biak dengan cara menyalin genetik mereka menggunakan enzim RNA (dependent RNA polymerase). Melalui fakta inilah, penelitian mengujikan remdesivir pada virus penyebab MERS.
Hasilnya, Remdesivir ternyata dapat membuat blok terhadap enzim RNA. Hal ini mengakibatkan virus tidak mampu memperbanyak diri karena enzim yang ia butuhkan telah diblokir. Dengan demikian, proses pemulihan pasien dapat berjalan lebih cepat karena perkembangan virus berhasil dihentikan.
Terbukti, hasil uji coba awal menunjukkan remdesivir mendongkrak waktu pemulihan pasien 31% lebih cepat. Studi menyatakan bahwa waktu rata-rata pasien COVID-19 yang diberi Remdesivir sembuh dalam kurun waktu 11 hari, sementara pasien yang tidak diberi remdesivir membutuhkan waktu 15 hari untuk pulih.
Remdesivir juga disebut dapat mengurangi angka kematian pasien. Berdasarkan data, kelompok pasien yang diberikan pengobatan Remdesivir memiliki angka kematian sebesar 8%. Sementara itu, kelompok pasien yang tidak diberikan Remdesivir angka kematiannya lebih tinggi yakni mencapai 11.6%.
Cara Kerja Obat Remdesivir Atasi Corona
Pada Senin (29/6) lalu kewenangan kesehatan di Amerika Serikat menyebutkan akan mendistribusikan obat ini berdasarkan ketentuan bersama pemerintah federal. Salah satunya ialah harganya sudah ditetapkan dan diprioritaskan bagi pasien Amerika.
Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyetujui penggunaan obat remdesivir sebagai obat darurat. Dengan kata lain, obat ini hanya tersedia di rumah sakit dan tidak diperjualbelikan secara bebas. Obat ini diproduksi perusahaan farmasi asal India, Hetero dan didistribusikan oleh PT Kalbe Farma Tbk yang bekerja sama dengan Amarox Pharma Global.
Mengutip CNN Indonesia, DR. Dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P selaku dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memaparkan bahwa remdesivir akan diberikan melalui infus.
“Hari pertama 200 miligram, hari berikutnya diberikan sebanyak 100 miligram. Ini diinfuskan bersama NaCL 0,9 persen,” terang dr. Erlina.
Dengan catatan, pasien telah menjalani masa pengobatan selama 5-10 hari dan memiliki gejala berat hingga kritis. Kriteria lain pasien yang akan diberikan remdesivir yaitu orang dewasa atau remaja (berusia 12 tahun ke atas dengan berat badan minimal 40 kilogram) dimana tingkat saturasi oksigen di bawah 94 persen dan dirawat dengan menggunakan ventilator.
“Untuk pasien [COVID-19] yang berat, angka keberhasilannya tidak terlalu besar. Maka, remdesivir bisa menjadi salah satu pilihan,” ungkap dr. Erlina.
Cara kerjanya yang utama yaitu dengan menghambat proses replikasi virus SARS-CoV-2. Hal ini selanjutnya akan menekan tingkat keparahan gejala sehingga infeksi virus Corona tidak meluas. Sistem imunitas tubuh nantinya berjuang mengendalikan virus tersebut.
Saat virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh, ia akan menempel pada reseptor ACE2 yang umum ditemukan di saluran pernapasan. Setelah menempel dengan ACE2, virus akan masuk ke jaringan paru dan mereplikasi tubuhnya.
“Remdesivir bekerja dengan berkompetisi, caranya dengan menghambat terjadinya proses replikasi. Dengan masuknya remdesivir ini, diharapkan proses sintesis dari RNA virus bisa terhambat dan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih luas,” pungkas dr. Erlina.
Mengutip laman New York Times, remdesivir akan dijual seharga 520 dollar AS (sekitar Rp 7,5 juta) per botol kecil atau 3.120 dollar (sekitar Rp 45,3 juta) per perawatan untuk pasien dengan asuransi swasta.
Adapun untuk pasien dengan asuransi pemerintah dan berada di negara lain dengan sistem perawatan kesehatan nasional, remdesivir dibanderol dengan harga 390 dollar (5,66 juta) per botol kecil atau 2.340 dollar (sekitar Rp 33,97 juta) per perawatan. Sedangkan di Indonesia, remdesivir dengan merek dagang Covifor dijual Rp 3 juta per vial atau per dosisnya.
Adakah Efek Samping Remdesivir?
Dianggap sebagai angin segar di tengah pergulatan dunia melawan COVID-19, perlu dicatat bahwa penggunaan remdesivir diduga dapat menimbulkan efek samping. Menurut dr. Erlina, obat ini dapat menyebabkan gangguan organ hati dan ginjal.
Remdesivir diduga meningkatkan enzim hepatik yang memicu terjadi peradangan dan kerusakan organ hati. Di samping itu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga mencatat remdesivir memicu rekasi alergi mulai dari mual, muntah, hingga sesak napas.
Tak hanya itu, pasien yang sedang hamil, fase menyusui, dan tengah menjalani pengobatan cuci darah tidak dianjurkan untuk mendapatkan obat ini. Obat resep ini juga hanya boleh disuntikkan oleh dokter atau petugas medis di bawah pengawasan dokter.
Baca juga:
Diklaim Efektif untuk Obati Corona, Ini Fakta Dexamethasone yang Perlu Diketahui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.