Dua merk suplemen terkenal ramai dibicarakan masyarakat sejak beredarnya surat Balai Besar POM (Pengawas Obat dan Makanan) di Mataram yang ditujukan kepada Balai POM Palangkaraya. Diduga kuat, kedua suplemen ini termasuk obat mengandung babi.
Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan hari Selasa 30 Januari 2018, BPOM menyatakan bahwa sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS dan Enzyplex.
Artikel terkait: Obat Kadaluarsa Kembali Merebak, Ini Cara Menghindarinya!
Obat mengandung babi ditarik oleh produsen
Parents tentu merasa akrab mendengar kedua merk suplemen tersebut. Viostin DS biasa dikonsumsi oleh orang yang menderita osteoarthritis, rematik, dan gangguan persendian, sedangkan Enzyplex adalah obat lambung dan saluran pencernaan.
BPOM mengeluarkan rilis yang bisa Parents baca di situs resminya terkait hasil pengujian sampel produk dengan parameter DNA babi. Ternyata hasilnya mengejutkan, suplemen Viostin DS dan Enzyple benar mengandung babi.
Dalam rilis tersebut, BPOM RI segera memerintahkan PT Pharos Indonesia selaku produsen Viostin DS dan PT Medifarma Laboratories produsen Enzyplex untuk menghentikan proses produksi dan distribusi.
BPOM juga mengimbau agar Balai POM di Indonesia semakin rajin memantau dan menarik produk-produk yang tak sesuai ketentuan. Misalnya produk yang positif mengandung DNA babi namun tak mencantumkan peringatan apapun.
Saat ini kasusnya masih dalam penyelidikan. Pihak Pharos maupun Medifarma belum memberikan pernyataan terkait kasus ini.
Obat mengandung babi = pelanggaran hak konsumen
Menurut Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno menyatakan bahwa salah satu hak konsumen yaitu mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur.
Ketika BPOM telah menginformasikan bahwa ditemukan kandungan babi dalam kedua jenis suplemen tersebut, maka perusahaan harus mencantumkan informasi di bagian label produk agar para konsumen tidak merasa ditipu.
YLKI mendesak BPOM agar menjatuhkan sanksi pada dua produsen tersebut. “Sanksi untuk menarik produk yang beredar tanpa informasi yang jelas. Sanksi administrasi berupa pembekuan izin edar produk jika terbukti melanggar ketentuan,” tambah Agus.
Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan dengan baik. Adakah Parents yang sering meminum dua suplemen tersebut?
Yang harus diperhatikan sebelum membeli obat
Parents harus memperhatikan beberapa hal sebelum membeli obat. Ada beberapa obat yang tidak bisa dibeli sembarangan tanpa resep dokter. Beberapa obat untuk penyakit ringan dapat dibeli bebas tanpa resep, jadi Anda dapat mengobati sendiri tanpa perlu memeriksakan diri ke dokter.
Obat penghilang rasa sakit dan obat batuk ringan, misalnya, dapat dibeli langsung dari supermarket dan toko lain. Jenis obat lain, seperti obat tetes mata atau kontrasepsi darurat, tersedia tanpa resep tetapi perlu pengawasan apoteker, sehingga hanya tersedia di apotek.
Obat-obatan yang hanya diresepkan, seperti antibiotik, harus diresepkan oleh profesional kesehatan yang berkualitas. Profesional itu termasuk dokter umum, dokter rumah sakit, dokter gigi, perawat, apoteker, dokter mata, ahli fisioterapi atau ahli penyakit kaki.
Dikutip dari NHS, Parents juga dapat membeli obat-obatan melalui internet. Akan tetapi berhati-hatilah jika Anda melakukan ini, karena banyak situs web menjual obat-obatan palsu.
Obat-obatan yang dibeli online dapat menyebabkan efek samping yang tidak menyenangkan atau mungkin tidak cocok untuk Anda. Yang terbaik adalah bertanya pada dokter Anda sebelum membeli obat-obatan secara online karena mereka mengetahui riwayat kesehatan Anda dan dapat memberi tahu Anda apakah obatnya cocok.
Parents juga perlu berhati-hati sebab banyak obat memiliki setidaknya 2 nama berbeda:
1. nama merek – dibuat oleh perusahaan farmasi yang membuat obat
2. nama generik – nama bahan aktif dalam obat
Misalnya, sildenafil adalah nama generik dari obat yang digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi. Tetapi perusahaan yang membuat sildenafil, Pfizer, menjualnya dengan nama merek Viagra.
Perusahaan mengambil hak eksklusif yang disebut paten pada setiap obat baru yang mereka temukan. Jika suatu perusahaan memiliki paten atas suatu obat, hanya perusahaan itu yang dapat memasarkannya di bawah merek mereka setelah diberikan lisensi.
Setelah paten berakhir, produsen lain dapat memasarkan versi generik. Versi generik akan sama dengan obat bermerek karena mengandung bahan aktif yang sama.
Jika nama obat resep Anda terus berubah, itu mungkin karena Anda diberikan versi generik daripada yang bermerek.
Baca juga:
Daftar Obat Batuk yang Ditarik BPOM karena Mengandung Desktrometorfan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.