Tidak mudah memang mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan jauh dan naik pesawat saat pandemi seperti sekarang ini, apalagi bersama si kecil. Tapi, perjalanan ini tetap saya lakukan untuk persiapan melahirkan di kota tempat tinggal orang tua.
Karena mendampingi suami bekerja di luar kota dan tidak ada sanak saudara maupun asisten rumah tangga di kota tempat saya dan suami merantau, saya dan si kecil pun memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua. Lantaran sulit untuk melakukan perjalanan darat, kami pun memutuskan naik pesawat saat pandemi.
Tujuan kepulangan ke rumah orang tua tentu saja tidak terlepas agar nanti saat saya menjalani perawatan dan operasi sesar di rumah sakit, anak pertama saya bisa ditemani oleh kakek dan neneknya.
Saya melakukan penerbangan bersama anak saya yang berusia 4 tahun di bulan Februari 2021. Di mana ketika itu kasus COVID-19 sudah naik, tapi sepertinya belum masuk varian delta yang makin memperparah pandemi.
Persiapan Keberangkatan Naik Pesawat Saat Pandemi
Saya membeli tiket sekitar tiga minggu sebelum keberangkatan. Tidak terlalu mepet dan tidak terlalu cepat. Harga tiket juga masih wajar. Meski ada kejadian yang kurang mengenakkan, yaitu jadwal penerbangan saya dipindahkan.
Awalnya saya memilih jadwal penerbangan dengan durasi paling singkat. Pikir saya semakin singkat waktu perjalanan akan lebih aman. Karena penerbangan ke kota tujuan saya harus transit di Bandara Soekarno Hatta, waktu transit yang tidak terlalu lama juga mengurangi kemungkinan si kecil akan rewel di perjalanan.
Ternyata seminggu menjelang perjalanan, saya mendapatkan email pemberitahuan bahwa penerbangan yang kedua dipindahjadwalkan. Mungkin karena penerbangan ke kota tujuan saya, yaitu Semarang, Jawa Tengah, sedikit jadi setelah transit dijadikan satu penerbangan. Naasnya penerbangan dimundurkan ke sore hari yang membuat waktu transit di Bandara Soekarno Hatta menjadi jauh lebih lama.
Sempat saya ingin me-reschedule tiket. Tapi, karena tidak ingin ribet lebih lanjut, saya menerima saja jadwal yang diubah tersebut.
Persyaratan khusus penerbangan ke Semarang di masa pandemi ini salah satunya hanya diminta menunjukkan hasil swab antigen maksimal 2×24 jam. Si kecil yang masih di bawah 5 tahun tidak ada syarat khusus apapun.
Soal barang bawaan, untuk menghindari kerepotan, supaya lebih ringkas, dan bisa fokus dengan si kecil, saya memutuskan mengirim barang-barang bawaan ke kampung halaman lewat kargo.
Barang bawaan yang saya siapkan untuk di perjalanan saya kemas dalam satu tas ukuran sedang, berisi barang-barang esensial, seperti makanan ringan milik si kecil, pakaian cadangan, tisu kering dan basah, hand sanitizer cadangan (selain hand sanitizer yang selalu ada di kantong), disinfektan dalam botol kecil, dompet, charger, hasil cetak swab antigen, dan sebagainya.
Perhatian Khusus pada Si Kecil
Beberapa hari sebelum perjalanan, saya dan suami sudah memberitahu si kecil bahwa kami berdua akan melakukan penerbangan. Saya juga mengajak si kecil menonton tayangan kesukaannya yang berhubungan dengan perjalanan jalur udara.
Harapannya dengan memberitahu si kecil jauh-jauh hari, dia lebih siap mental dan tidak cranky saat menghadapi hal-hal yang baru selama di perjalanan.
Karena kondisi pandemi, selain memberitahu hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat penerbangan, saya dan suami juga memberitahu bahwa dia harus selalu memakai masker dan tidak boleh dilepas, serta tidak menyentuh ini dan itu yang tidak perlu.
Perjalanan Naik Pesawat Saat Pandemi, Antara Palembang-Semarang
eHAC dan hasil swab antigen adalah yang diperiksa pertama kali setibanya di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Baru setelah itu ada pemeriksaan tiket, check-in, dan lain sebagainya.
Saya sudah membaca pengalaman orang-orang yang melakukan penerbangan di masa pandemi, jadi pengisian eHAC (electronic Health Alert) sudah saya lakukan sebelum saya berangkat ke bandara. Saya siapkan juga tangkapan layar QR code-nya sebagai antisipasi bila saat di bandara tidak ada sinyal.
Aplikasi eHAC yang digunakan saat itu sudah saya unduh sekalian mengunggah hasil swab antigen. eHAC adalah Kartu Kewaspadaan Kesehatan dari Kemenkes yang wajib diisi ketika kita akan bepergian ke luar kota, baik lewat jalur darat, udara, maupun laut. Perlu mengisi eHAC sebagai laporan kepada Kemenkes yang mendata pergerakan masyarakat sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
Kondisi bandara baik di Palembang maupun Jakarta (tempat transit) yang cukup lengang lebih memudahkan saya untuk mengajak si kecil menjaga jarak dengan orang lain. Saat check-in pun antreannya sangat kondusif.
Karena perjalanan mengharuskan transit, sebenarnya tidak perlu melakukan pemeriksaan atau check-in dua kali kecuali saya keluar dari terminal kedatangan bandara yang pertama.
Selepas mendarat langsung pindah terminal saja dan kita sudah kembali tiba di ruang tunggu. Pengalaman kemarin di bandara ultimate (Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta), langsung naik satu lantai, pemeriksaan ke ruang tunggu, dan selesai. Tinggal menunggu waktu boarding.
Lain halnya kalau kita keluar dari terminal kedatangan, maka kita harus check-in ulang.
Saat akan boarding memang terlihat agak berkerumun. Kondisi saya yang sedang hamil sebenarnya sangat bisa untuk didahulukan, tapi untuk menjaga jarak, saya memilih menunggu sepi agar tidak terburu-buru.
Saya memilih penerbangan yang menerapkan seat distancing. Sempat karena tidak terlalu memperhatikan nomor kursi saat check-in, ternyata saya mendapatkan seat yang berbeda baris dengan anak saya.
Maskapai yang saya pilih ternyata cukup ketat soal ini. Jadi, saya tidak bisa asal pindah atau tukar seat dengan penumpang lain.
Setelah lapor pada petugas dan dibantu oleh pramugari, saya dan si kecil bisa duduk di baris yang sama, tapi tetap harus menjaga jarak duduk dengan mengosongkan satu seat. Si kecil juga kooperatif dengan hal itu, meskipun menunjukkan ekspresi bingung karena tidak duduk dekat saya, tapi tidak sampai menangis.
Waktu transit yang cukup lama sempat membuat saya khawatir, apalagi tempat bermain anak di bandara ditutup selama pandemi. Syukurlah si kecil tidak rewel meski harus menunggu lama untuk melanjutkan ke penerbangan berikutnya. Dia enjoy saja menikmati screen time menonton animasi kesukaannya.
Secara keseluruhan si kecil sangat bisa diajak kerja sama. Menurut untuk selalu memakai masker dan mau menyemprotkan hand sanitizer maupun cuci tangan ketika saya minta. Meskipun sedikit tegang saat pesawat lepas landas dan mendarat, tapi si kecil tidak sampai menangis kencang.
Di pesawat baik penerbangan pertama maupun kedua si kecil sempat penasaran dengan pernak pernik di kursi penumpang, tapi dia menurut saat saya katakan untuk melihat saja tidak boleh menyentuh. Selebihnya, si kecil tidur selama perjalanan, jadi saya pun bisa beristirahat.
Kami mendarat di Semarang sekitar pukul setengah 6 sore. Karena sudah mengisi eHAC sebelumnya, jadi saya dan si kecil tinggal menunjukkan QR-code eHAC pada petugas dan langsung keluar.
Di pemeriksaan eHAC ini sempat sangat ramai penumpang yang sedang mengisi dibantu petugas. Mungkin karena masih banyak yang belum tahu penggunaan eHAC, sehingga terjadi penumpukan penumpang di pemeriksaan keluar. Padahal sebenarnya eHAC bisa diisi sebelum kita sampai di bandara tujuan.
Di pengambilan bagasi juga ramai, mungkin karena penerbangan dijadikan satu dan pesawat full terisi (meski ada seat distancing). Karena tidak perlu mengambil bagasi, saya dan si kecil langsung menuju terminal kedatangan. Ternyata adik saya sudah datang lebih dulu untuk menjemput, jadi kami tidak berlama-lama berada di bandara.
Syukurlah perjalanan saya dan si kecil berjalan lancar. Meskipun sempat deg-deg-an selama berhari-hari sebelum jadwal penerbangan, akhirnya semua terlewati.
Ditulis oleh Izzatun Nisa, VIPP Member theAsianparent ID
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.