Belakangan ini santer terdengar kabar seorang murid PAUD di Cianjur meninggal dunia usai mendapat suntikan vaksinasi COVID-19. Diduga, murid PAUD asal Kecamatan Pasirkuda, Kabupaten Cianjur tersebut mengalami kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Kabar ini sontak membuat para orangtua takut dan khawatir untuk memberikan vaksinasi kepada sang anak.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah memperbolehkan pemberian suntikan vaksin COVID-19 kepada anak-anak usia 6-11 tahun. Meski begitu, ada beberapa syarat khusus dan ketentuan anak yang tidak diperbolehkan mendapat vaksinasi.
Di antaranya, anak dengan kondisi suhu tubuh di atas 37,5 derajat Celcius, tekanan darah lebih dari 140/100 mmHg, menderita gangguan imunitas (hiperimun: auto imun, alergi berat dan defisiensi imun dan defisiensi imun: gizi buruk, HIV berat, keganasan), menjalani terapi imunosupresan jangka panjang, mempunyai riwayat alergi berat, penyandang penyakit hemofilia atau kelainan pembekuan darah, dan sebagainya.
Meski demikian, apa yang sebenarnya terjadi pada murid PAUD di Cianjur yang meninggal usai vaksinasi COVID-19?
Kronologi Murid PAUD di Cianjur Meninggal setelah Vaksinasi COVID-19
Seorang anak berinisial ZL yang berusia 6,5 tahun dikabarkan meninggal dunia pada Selasa (18/01) lalu. Sebelum meninggal, murid pendidikan anak usia dini (PAUD) tersebut kabarnya mengalami demam sampai kejang-kejang.
Sebelumnya, murid PAUD tersebut mendapatkan vaksinasi COVID-19 jenis Sinovac dosis pertama di SD Banyuwangi Kecamatan Pasirkuda pada Senin (17/01) pagi. Awalnya, anak perempuan tersebut dinyatakan lolos screening atau tahap pemeriksaan. Hal ini berarti bahwa anak itu tidak memiliki riwayat penyakit dan dinyatakan layak untuk divaksin.
Artikel Terkait: IDAI: Vaksinasi COVID-19 untuk Anak di Bawah 12 Tahun Harus Segera Dilakukan
Namun, usai pulang ke rumah, anak tersebut mengalami demam. Sang orangtua akhirnya memberikan obat penurun demam sekitar pukul 12.30 WIB, yang sudah diberikan oleh petugas Puskesmas. Namun, kondisinya justru memburuk saat malam hari, tepatnya pukul 19.30 WIB.
Murid PAUD di Cianjur tersebut akhirnya dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami demam dan kejang. Namun keesokan harinya, kondisi anak 6,5 tahun itu tidak mengalami perubahan.
Demam dan kejang kembali dialaminya. Akibatnya, pihak Puskesmas merekomendasikan agar anak perempuan tersebut dirujuk ke RSUD Pagelaran.
Orangtua Menolak Membawa ke Rumah Sakit
Meski sudah dirujuk pihak Puskesmas, orangtua ZL malah menolak membawa anak tersebut ke rumah sakit. Padahal suhu tubuhnya sudah lewat dari 39 derajat Celcius. Malangnya, anak perempuan tersebut akhirnya dinyatakan meninggal dunia di IGD Puskesmas pukul 10.15 WIB.
Akibat hal tersebut, Sekretaris Dinas Kesehatan Cianjur, Yusman Faisal langsung melaporkan kejadian ini ke Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI). Kasus yang menimpa murid PAUD di Cianjur ini masuk ke dalam kasus KIPI berat.
Meninggal Bukan Akibat Vaksin COVID-19
Tragedi yang menimpa murid PAUD di Cianjur ini tak ayal membuat para orangtua ketakutan. Terlebih, orangtua yang hendak membawa sang anak mendapat suntikan vaksinasi COVID-19.
Meski begitu, Sekretaris Dinas Kesehatan Cianjur menerangkan bahwa murid PAUD di Cianjur yang meninggal setelah vaksinasi tidak disebabkan oleh vaksin COVID-19 yang diberikan. Menurut hasil audit Komnas KIPI, murid tersebut meninggal dunia bukan karena vaksinasi namun adanya infeksi di otak. Murid tersebut diketahui mengidap ensefalitis atau radang otak.
Dalam istilah medis, radang otak atau ensefalitis merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat menyebabkan gejala gangguan saraf. Kondisi ini perlu ditangani, apabila terjadi infeksi yang menembus otak dan menyebabkan otak menjadi meradang.
Artikel Terkait: 3 Tips Cermat Hadapi Hoaks Vaksinasi COVID-19 untuk Anak 6-11 Tahun
Hubungan Radang Otak dengan Vaksin COVID-19
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penderita radang otak atau ensefalitis boleh mendapat vaksinasi COVID-19. Namun, dikutip dari laman resmi RS Mayapada, Dokter Spesialis Saraf dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS), dr. Sheila Agustini, Sp.S menyebutkan agar pasien harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis untuk kelayakan vaksinasi COVID-19.
Selain itu, ada larangan bagi penderita infeksi, peradangan akut, atau infeksi yang sedang terjadi, dan juga bagi orang-orang yang mengonsumsi obat penekan kekebalan tubuh. Terlebih jika pasien radang otak sedang dalam pengobatan.
Menurut beberapa ahli, ada kemungkinan pengobatan radang otak yang masuk dalam kategori obat penekan kekebalan tubuh. Melihat hal tersebut, diharapkan agar pengidap radang otak untuk melakukan konsultasi kepada ahli sebelum mendapat suntikan vaksin COVID-19.
Kasus Murid PAUD di Cianjur Terus Diinvestigasi
Kepala Dinas Kesehatan Cianjur Irvan Nur Fauzi menyebutkan bahwa Komda KIPI Jabar sudah melakukan investigasi. “Komda KIPI Jabar sudah melakukan investigasi kasus meninggalnya siswa tersebut, kami belum menerima keterangan resmi atau perkembangan dari hasil investigasi yang dilakukan seperti autopsi verbal dari pihak yang diduga terkait dalam kasus tersebut, termasuk keluarganya,” paparnya.
Irvan memaparkan, untuk pelaksanaan tindakan awal yang dilakukan terhadap anak berbeda dengan orang dewasa sebelum mendapatkan vaksinasi, namun pihaknya baru mengetahui siswa tersebut memiliki riwayat penyakit. Sedangkan, terkait riwayat penyakit lainnya menunggu hasil investigasi. Kabarnya, hasil audit Komnas KIPI atau laporan secara tertulis akan dipaparkan beberapa hari ke depan.
Meski terasa berat, orangtua murid PAUD itu paham terkait kondisi tersebut setelah dijelaskan pihak dinas kesehatan. Bahkan menurut Yusman, Kadinkes bersama Forkopimda sudah langsung menuju ke rumah almarhumah dan setelah diberi penjelasan vaksinasi, keluarga korban memberikan respons dan bisa menerima.
Orangtua Tidak Perlu Takut Anaknya Mendapat Vaksinasi COVID-19
Irvan mengatakan, kasus yang menimpa murid PAUD di Cianjur itu merupakan co-insidens. “Jadi, bukan meninggal karena vaksin ya. Namun istilahnya co-insidens, kebetulan memang terjadi pada saat diberikan vaksin,” ujarnya.
Kendati demikian, Irvan mengimbau agar tetap meningkatkan kehati-hatian pada saat pemberian vaksin, dan meminta dukungan dari masyarakat. “Vaksinasi anak harus didampingi oleh orangtuanya, dan orangtua diminta jujur memberikan informasi terkait kondisi kesehatan anaknya sebelum menjalani vaksinasi,” tambahnya.
Selain itu, orangtua tidak perlu takut kalau anaknya mendapatkan vaksinasi COVID-19, selama anak dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit akut. Karena selama ini, kecil kemungkinan terjadi KIPI terhadap penerima vaksin.
Artikel Terkait: Haruskah Anak Melakukan Tes COVID-19 Sebelum Vaksinasi? Ini Penjelasannya!
Tak hanya itu, orangtua diharapkan terbuka saat anak akan mendapat vaksinasi COVID-19. Terlebih saat sedang menjalani proses screening, orangtua dimohon untuk mendampingi anak dan membeberkan kondisi kesehatan anak. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian dosis vaksin COVID-19.
Berkaca dari kejadian yang menimpa murid PAUD di Cianjur, ada baiknya Parents untuk mengetahui kondisi kesehatan anak sebelum melakukan vaksinasi COVID-19. Ada baiknya, anak diperiksakan ke dokter spesialis terlebih dahulu jika memiliki riwayat penyakit atau gejala penyakit tertentu.
Semoga kasus murid PAUD di Cianjur tersebut tidak lagi terulang di tempat lain. Semoga informasi di atas bisa bermanfaat, Parents.
****
Baca Juga:
3 Tips Cermat Hadapi Hoaks Vaksinasi COVID-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun
Haruskah Anak Melakukan Tes COVID-19 Sebelum Vaksinasi? Ini Penjelasannya!
Pentingnya Vaksinasi Anak di Era Pandemi, Wajib Ikut Demi Keselamatan!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.