Keinginan menjual istri sendiri untuk menjadi pelacur, membuat seorang pria sampai gelap mata hingga menculik anak sendiri. Hal ini terjadi di Peshawar, ibukota Pakistan.
Pelaku diketahui bernama Khadim, ia ingin menjual istri ke sebuah bisnis prostitusi setempat, namun ditolak mentah-mentah oleh Baz Gulla, istrinya. Karena itulah, dia menculik anak perempuannya yang baru berusia 6 tahun
Baz Gulla melaporkan kasus penculikan ini ke Kantor Polisi Parahi Pura. Laporan menyebutkan bahwa penculikan dilakukan Khadim karena Baz Gulla menolak bekerja sebagai PSK sesuai keinginan Khadim.
Dalam pernyataannya, Baz Gulla mengatakan bahwa dia dan Khadim telah menikah selama beberapa tahun, dan mereka punya tiga orang anak perempuan. Salah satu anak mereka baru saja meninggal.
Tidak hanya itu, ternyata Khadim juga berselingkuh dengan wanita lain, bahkan Khadim menggunakan uang yang diberikan orangtua Baz Gulla untuk bersenang-senang dengan selingkuhannya.
Khadim sudah berkali-kali mengatakan ingin menjual istri ke prostitusi, namun Baz Gulla selalu menolaknya. Hingga kemudian, beberapa hari lalu Khadim melakukan aksi penculikan terhadap anak mereka yang berusia 6 tahun.
Khadim dibantu oleh dua orang temannya yang benama Inam dan Humayun. Saat ini, polisi sedang melakukan investigasi untuk mencari pelaku dan korban penculikan tersebut.
Semoga korban penculikan segera ditemukan dalam keadaan baik-baik saja.
Memaksa menjual istri dengan menculik anak sendiri, bagaimana kondisi psikolog anak?
Demi keinginan menjual istri terpenuhi, seorang ayah tega menculik anak sendiri.
Psikolog Universitas Indonesia Sugiarti mengatakan, anak korban penculikan bisa mengalami trauma, akibat menghadapi situasi yang tidak nyaman, merasa terancam dan jauh dari ibunya. Apalagi saat dia dibawa ke tempat yang tidak ia kenali, bisa membuat anak mengalami stres.
Sugiarti juga mengatakan, tekanan fisik seperti tindak kekerasan bisa menambah trauma psikologis pada anak. Oleh sebab itulah, anak korban penculikan memerlukan konseling dengan psikiater untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Kasus ini mengajarkan pada kita, bahwa anak seringkali menjadi korban perselisihan orangtua. Anak digunakan suami untuk mengontrol istri, atau sebaliknya. Tanpa memikirkan dampak buruknya pada psikologis anak.
Seharusnya, apapun yang terjadi di antara suami dan istri, anak tidak boleh dilibatkan dalam pertengkaran. Biarkan dia tumbuh dan menikmati masa kecilnya, tanpa harus dibayangi trauma akibat perbuatan tak patut yang dilakukan orangtuanya.
Baca juga:
Tak tahan dipaksa menjual diri, istri laporkan suami ke polisi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.