“Menjadi ibu harus kuat,” ujar ibuku. Itulah kalimat yang kerap aku dengar dari sosoknya, yang senantiasa jerawatku hingga menjadi diriku yang sekarang.
Beliau, perempuan yang telah melahirkanku puluhan tahun silam itu menatapku tajam. Seolah berusaha meyakinkan diri, bahwa aku mendengar dan memahami setiap kata yang diucapkannya.
Aku hanya bisa mengangguk ketika itu. Air mataku menderas. Aku sungguh tak yakin, bisakah aku menjadi kuat, sedang untuk berjalan pun aku tak sanggup. Ya, kini aku tengah berjuang di masa kehamilan.
Berjuang selama kehamilan
Ini kehamilanku yang kelima. Berbeda dengan kehamilan yang sebelumnya, kali ini aku harus menjalani kehamilan dalam kondisi ekonomi yang jauh berbeda. Tidak itu saja. Kehamilan ini pun menuntutku untuk menjalani bedrest, karena terus-menerus mengalami pendarahan.
Aku merasakan hal yang berbeda pada masa kehamilan. Baik dari segi fisik maupun psikis yang menurutku penuh perjuangan.
Kondisi fisik dan psikis yang lelah membuatku depresi. Aku kehilangan semangat untuk menjalani kehidupan.
Beruntung aku memiliki suami dan anak-anak yang sabar dan penuh pengertian. Namun, hal itu tak membuatku keluar dari keterpurukan yang kurasakan.
Artikel Terkait : Kehebatan Seorang Ibu yang Membesarkan Bayi Cacat
Kembali ke pelukan ibu..
Pada saat seperti itulah, Ibuku merengkuhku. Ia menyuruhku pulang. Kembali ke rumah masa kecilku. Bersamanya, aku kembali belajar merasakan nikmatnya makanan, setelah berbulan-bulan tak ada makanan yang mampu kutelan..
Seperti masa kecilku dulu, seolah saat ini aku tengah bernostalgia..
Ia mengajari aku berjalan, dengan membiarkanku tertatih-tatih melangkah. Ia mengajak aku bicara, bicara dan bicara. Seolah ia tahu, beratnya beban yang kusandang.
Dan ia menyuntikkan kata-kata itu, tepat ketika kondisiku mulai pulih.
“Tak mengapa laki-laki menjadi lemah. Namun seorang ibu, tak boleh lemah. Kamu tidak boleh menjadi ibu yang lemah. Karena anak-anakmu membutuhkan ibu jauh lebih besar dari kebutuhan apapun. Kamu harus tetap kuat untuk anak-anakmu,” ujarnya.
Kata-kata ibuku berderaian seperti hujan. Dan aku laksana bumi yang rekah mereguk rakus setiapkali bulir kalimatnya menyentuh hatiku. Aku tergugu.
Karena aku adalah salah satu saksi kebenaran ucapannya. Beliau tidak hanya berkata-kata, namun beliau telah telah membuktikannya dengan perbuatan.
Namun, sanggupkah aku seperti dirinya? Yang tak pernah mengeluh sekalipun beban berat yang disandangnya mampu merontokkan tulang-tulang rapuhnya? Sanggupkah aku menjalani rutinitas yang begitu padat dan melelahkan demi mengantar anak-anak meraih kesuksesan?
Artikel Terkait : Bayi 6 bulan mengalami Bronkuspneumonia akibat asap rokok, sang ibu beri peringatan
Ya, menjadi ibu haruslah tangguh
Kesanggupannya bekerja bahkan terkadang melewati batas kewajaran. Sebelum subuh, ketika langit masih gelap, ia telah melakukan aktivitas untuk menyiapkan dagangannya.
Sepanjang waktu yang dimilikinya adalah untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Kegiatannya tak pernah berhenti kecuali untuk beribadah, bila waktunya tiba. Dan mengakhirninya ketika malam telah larut.
Ia tak pernah mengeluh soal kekurangan. Hidup kami yang serba pas-pasan, tidak pernah menjadi alasan untuk tidak mengulurkan bantuan pada yang lain. Beliau membuat kami merasa kaya dengan mengajarkan kami untuk banyak bersyukur dan memberi.
Artikel Terkait : “Janinku hanya bertahan 11 minggu, aku merasa gagal,” curahan hati ibu keguguran
Ah, bisakah aku menjadi seperti dirinya?
Terkadang rasa ragu itu pun muncul dalam benakku. Namun, ibu selalu menyemangati dan memotivasiku. Ia percaya bahwa aku bisa.
“Belajarlah, Nak. Menjadi ibu, sesungguhnya adalah proses belajar yang tak pernah usai,” ujarnya sembari mengantarku pulang.
Sepenggal kisah di atas tentunya bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua betapa peran ibu dalam kehidupan kita sangatlah penting. Hingga penghujung usia, kasih ya tak akan luntur termakan masa.
Menjadi ibu merupakan proses belajar terus menerus sepanjang hayat. Tak akan ada ibu yang bisa sempurna. Namun kasihnya, akan senantiasa terasa sampai kapan pun.