Melangsungkan pernikahan saat sedang dalam masa nifas atau haid terkadang menimbulkan keraguan, apakah akad nikah yang dilaksanakan sah atau tidak? Mengingat ketika seorang perempuan dalam masa nifas atau haid artinya mereka sedang dalam keadaan tidak suci atau berhadas.
Nifas adalah masa ketika seorang ibu baru saja melahirkan hingga enam minggu atau 40 hari sesudahnya. Dalam periode ini, umumnya ibu akan mengeluarkan darah dari vagina yang disebut dengan lochia/lokia dan berlangsung selama 1 hingga 3 hari.
Setelahnya, cairan tersebut akan menjadi lebih encer dan warnanya menjadi merah muda. Cairan ini kemudian disebut lochia serosa, dan berlansung selama 3-10 hari pasca melahirkan.
Cairan lochia akan berubah kembali menjadi berwarna kekuningan atau kecokelatan pada 10 hingga 14 hari pasca melahirkan. Dalam periode ini, cairan tersebut disebut dengan lochia alba.
Lochia terjadi karena rahim sedang dalam proses menyusut kembali ke ukuran semula setelah melahirkan, baik melalui proses melahirkan normal atau caesar.
Artikel Terkait: Lama Masa Nifas dan 7 Hal yang harus Diwaspadai Selama Masa Nifas
Bolehkah Menikah saat Perempuan Sedang Nifas?
Sumber: iStock
Dilansir dari Tribun Ramadhan, Kepala KUA Kec. Tanjung Karang Pusat yaitu H.M. Syaifullah, S.Ag menjelaskan bahwa tidak termasuk dalam syarat nikah bahwa seorang perempuan harus dalam keadaan suci.
Yang termasuk ke dalam syarat nikah adalah adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali untuk mempelai perempuan, saksi dari kedua belah pihak, serta adanya mahar dan ijab qabul.
Lalu, apakah boleh menikah ketika perempuan sedang dalam masa nifas atau haid? Menurut Syaifullah, jawabannya adalah boleh. Tidak mengapa jika seorang perempuan dalam keadaan haid atau nifas dinikahi.
Namun, perlu menjadi perhatian bahwa laki-laki yang menikahi perempuan yang sedang dalam keadaan nifas atau haid tidak boleh menggauli istrinya hingga sang istri suci dari nifas atau haid.
Sumber: iStock
Ada kalanya seorang perempuan masih mengeluarkan lochia atau darah usai 40 hari pasca melahirkan.
Banyak perempuan yang bingung apakah dirinya sudah boleh bersuci dari hadas besar tersebut setelah 40 hari atau apakah harus menunggu hingga darahnya tidak keluar lagi.
Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya, nifas tak memiliki batas minimal maupun maksimal.
“Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60, atau 70 hari dan berhenti maka itu adalah nifas. Namun, jika berlanjut terus maka itu darah kotor. Dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadis,” ungkapnya.
Seperti dikutip dari Almanhaj, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika darah nifas keluar melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti.
Jika sang perempuan telah suci dengan berhentinya darah, berarti ia dalam keadaan suci meski sebelum 40 hari.
Nifas juga hanya berlaku jika sang perempuan melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Apabila ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia, maka darah yang keluar dianggap bukanlah darah nifas melainkan istihadhah.
Artikel Terkait: 5 Gerakan dan Manfaat Senam Nifas, Bugar Kembali Pascapersalinan
Selain Hukum Menikah Saat Nifas, Ini Hukum Nifas Lainnya yang Perlu Diketahui
Sumber: Klikdokter
Hukum nifas dalam islam sendiri sama dengan hukum ketika seorang perempuan sedang dalam masa haid.
Ia diharamkan untuk melaksanakan salat, puasa, thawaf, jima’, dan diceraikan. Meskipun begitu, ada beberapa perbedaan hukum antara nifas dan haid yaitu sebagai berikut.
1. Iddah
Apabila terjadi perceraian jika seorang perempuan tidak sedang hamil, maka masa iddah dihitung dengan tiga kali haid.
Iddah sendiri dihitung dengan terjadinya talak. Jika talak jatuh ketika istri sedang hamil dan belum melahirkan, maka masa iddahnya habis setelah melahirkan.
2. Masa Ila’
Ila’ adalah sumpah seorang laki-laki untuk tidak menggauli istrinya selamanya atau lebih dari empat bulan.
Setelah empat bulan berlalu jika sang istri meminta untuk berhubungan maka suaminya harus memilih untuk jima’ atau bercerai.
Masa haid sendiri termasuk dalam hitungan masa ila’ ini, sedangkan masa nifas tidak.
Artikel Terkait: Inilah Ciri Darah Nifas Normal dan Tidak Normal, Catat Bun!
3. Akil Baligh
Masa akil baligh seorang perempuan ditandai dengan mengalami haid, bukan nifas. Seorang muslimah tidak mungkin hamil jika belum mengalami haid. Oleh karena itu, hukum ini tidak berlaku sebaliknya.
4. Darah yang Keluar
Jika haid telah berhenti tapi tak lama keluar kembali dalam rentang waktu biasanya terjadi menstruasi, maka darah tersebut diyakini sebagai darah haid sehingga sang perempuan dinilai dalam keadaan yang tidak suci.
Sementara untuk darah nifas, jika berhenti sebelum 40 hari lalu keluar lagi pada hari ke 40 atau 41, maka darah tersebut tak termasuk darah nifas.
Jika terjadi demikian maka perempuan tersebut diwajibkan untuk melaksanakan shalat dan puasa setelah bersuci terlebih dahulu sebelumnya.
***
Itulah beberapa hal penting yang perlu Parents ketahui mengenai hukum-hukum seputar nifas dan apakah boleh menikah saat sedang dalam masa nifas. Semoga dapat bermanfaat.
Baca Juga:
Tidak puasa Ramadhan karena nifas, ini aturannya yang perlu Bunda ketahui!
Masa Subur Setelah Nifas, Kapan dan Bagaimana Cara Menghitungnya?
Niat dan Tata Cara Mandi Wajib yang Benar, Catat Yuk Parents!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.