Kenapa, sih, kita harus menikah dan punya anak? Ketika melihat orang terdekatnya sudah menikah dan punya anak, terasa jadi beban tersendiri. Hingga akhirnya berpikir, “Kenapa aku belum juga menikah?”
Sampai sekarang, tidak sedikit masyarakat menganggap pernikahan seperti perlombaan. Padahal, kenapa kamu harus merasa terbebani? Percayalah, menikah dan punya anak itu perlu kesiapan. Siap lahir, batin, dan tentu saja finansial. Lagi pula, memangnya setelah menikah kehidupan kamu akan 100 persen bahagia? Nggak ada menjamin kan?
Mungkin di drama korea bisa jadi kehidupan rumah tangga itu akan selalu indah. Tapi kenyataanya apakah benar begitu? Bagaimana dengan permasalahan-permasalahan yang ada? Yah, namanya juga hidup, masalah pasti akan ada.
Perlu Kesiapan untuk Menikah dan Punya Anak
Kali ini saya ingin sedikit berbagi. Bercerita, bahwa menikah memang akan terasa membawa kita ke dunia yang baru. Akan banyak kejutan yang menanti.
Tapi setidaknya, jika kita sudah benar-benar siap, dan menikah dengan orang yang tepat, pernikahan itu menyenangkan. Sebab, banyak hal baru yang bisa dipelajari.
Berkaca dari pengalaman saya, di usia 23 tahun saya memutuskan untuk menikah. Di bulan bulan pertama pernikahan semuanya begitu menyenangkan. Kebetulan kami memang memutuskan langsung mandiri. Jadi di awal pernikahan, kami sudah heboh membeli perabotan untuk mengisi rumah, setiap weekend kami selalu membagi tugas membersihkan rumah.
Artikel Terkait : Pindah Rumah Saat Pandemi, Ini yang Perlu Disiapkan
Seperti pasangan pada umumnya, setelah menikah saya dan suami ingin sekali diberi momongan. Siapa sangka, selang 5 bulan pernikahan saya dinyatakan positif hamil. Momen ini merupakan hal yang sangat membahagiakan untuk kami berdua.
Bagaimana tidak kehadiran buah hati sudah kami tunggu-tunggu. Meskipun pada saat itu saya belum begitu paham bagaimana seharusnya menjadi seorang ibu.
Menjaga Kehamilan dengan Maksimal
Pada saat itu saya hanya fokus untuk menjaga kehamilan ini agar bayi yang dikandung dalam keadaan sehat dan nutrisinya tercukupi. Saya rajin minum susu hamil dan suplemen lainnya. Di masa kehamilan ini, saya bisa dibilang ‘hamil kebo’. Tidak merasakan ngidam yang menyusahkan, tidak merasakan mual yang berlebih.
Di kehamilan pertama ini saya sangat enjoy. Tapi untuk urusan hati, saya jadi lebih sensitif dan mudah menangis untuk hal-hal kecil. Permasalahan kecil bisa menjadi besar dan ujung-ujungnya tetap menangis adalah jalan ninjaku.
Artikel Terkait: Katanya Pamali, Inilah Mitos Setelah Melahirkan yang Kualami
Di pernikahan ini, saya merasa sangat bahagia memiliki suami yang perhatian, pengertian dan tidak pernah membentak saya sama sekali. Jadi, di kehamilan pertama ini saya merasa seperti ratu yang dielu-elukan. Padahal saya tidak pernah meminta untuk diperlakukan seperti itu.
Mungkin banyak kerikil kerikil ketika kita menikah di tahun pertama dan langsung mengandung anak pertama. Tapi, disitulah serunya menikah, kami sama-sama belajar untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa, karena untuk bisa dewasa itu kita harus mengalami kegagalan atau permasalahan yang ada.
Saya dan suami dari awal sepakat untuk membangun rumah tangga yang menyenangkan, santai, tidak perlu kaku. Umur kita yang hanya beda 2 tahun menjadikan kita seperti sahabat. Meskipun kini saya harus menghormati suami sebagai kepala keluarga, tapi untuk sehari-hari kita sangat santai dan jarang sekali berbeda pendapat. Meskipun beda, kita selalu mencari jalan tengahnya berdua.
Pada saat saya hamil anak pertama pun, kami berdua sibuk membaca mencari tahu pengalaman teman atau saudara yang sudah pernah memiliki anak. Kita berdua sama-sama belajar untuk menjadi calon ibu dan bapak meskipun anak yang saya kandung belum lahir.
Artikel Terkait: Persalinan Bebas Trauma, Rasakan Bukaan Tanpa Rasa Mules
Menikah dan Punya Anak Perempuan, Melengkapi Kebahagianku
Hingga saat itu tiba, tepatnya 14 Agustus 2021 anak perempuan saya dan suami lahir ke dunia. Bahagianya sampai sulit digambarkan!
Setelah saya melahirkan secara normal, saya dan suami tidak henti-hentinya bersyukur atas nikmat dan kepercayaan yang sudah Tuhan berikan untuk kita. Di situ saya merasa telah menjadi seorang ibu seutuhnya dan kini saya tahu pengorbanan ibu saya ketika dulu melahirkan.
Hari demi hari kami disibukan dengan mengurus anak. Sebagai orang tua baru, kami berdua sangat protektif terhadap anak ini. Dan banyak belajar dari teman, saudara bahkan banyak membaca bagaimana sih cara yang tepat mengurus bayi baru lahir.
Meskipun pada awalnya saya sangat kelelahan dan sempat mengalami baby blues. Saya selalu merasa sedih jika anak saya menangis dan saya belum bisa menanganinya. Apalagi, beberapa hari setelah melahirkan ASI saya belum banyak. Disitu saya merasa sedih sekali dan banyaknya tekanan dari keluarga dan tamu yang berkunjung mempertanyakan ASI saya yang sedikit.
Untuk ibu baru ini adalah hal yang sangat menyakitkan dan sering merasa bersalah atas ketidakberdayaan menjadi ibu. Padahal untuk ibu baru wajar kita mengalami fase itu. Semuanya harus bertahap, saya pun terus belajar dan mencari informasi sebanyak banyaknya. Hingga pada akhirnya saya bisa melewati masa masa itu da ASIku kini telah mencukupi. Hal ini terukur dari berat badan baby yang selalu naik setiap bulannya.
Hal menyenangkan lainnya dari memiliki anak adalah ketika kita dengan lelah ingin marah tapi ketika melihat wajah mungilnya, seketika lelah itu hilang. Dia tersenyum dan tertawa melihat orang tuanya, bagaimana kita bisa menunjukan muka lelah di depan bayi kita.
So, buat kamu yang menganggap menikah dan memiliki anak itu menyeramkan, menakutkan. Itu tidak sepenuhnya benar. Namun hal yang perlu dipastikan tentu saja adalah kesiapan dan keinginan untuk terus belajar, dan berjuang bersama-sama. Bukankah dalam hal apa pun untuk mendapatkan keindahan yang kita inginkan memang diperlukan usaha terlebih dahulu?
Ditulis oleh Nisrina Mustika, Member VIPP theAsianparent Indonesia
Baca Juga:
Saat Ada Perbedaan Pola Pandang Mertua, Pentingnya 'Berdamai' dan Hindari Konflik