Bunda, pastinya bangga ya memiliki pasangan yang teratur dan kualitasnya sudah tak diragukan lagi untuk memberikan yang terbaik dalam hubungan pernikahan. Pasangan perfeksionis seperti ini biasanya akan memotivasi kita untuk selalu memberikan hal terbaik dalam hubungan, hanya untuknya. Namun, lama kelamaan lelah juga menghadapi suami perfeksionis yang ingin selalu sempurna dalam segala hal.
Tak jarang, menikahi seseorang seperti ini akan menimbulkan perasaan kurang nyaman dan hubungan menjadi rumit. Bagaimana tidak, segala persepsi terasa berbeda karena kadar kesempurnaan yang diinginkan pasangan lebih tinggi dari apa yang sudah kita berikan selama ini.
Jika Bunda sedang mengalaminya, tenang saja karena Bunda tidak sendirian. Salah satu Bunda muda dalam forum aplikasi kami berbagi kisahnya bagaimana rasanya memiliki suami yang ingin selalu perfect dalam segala hal. Pada theAsianparent, ia tak menampik hal ini sedikit banyak memengaruhi pernikahannya karena karakter sang suami yang terbiasa resik tersebut.
Kisah Bunda menghadapi suami perfeksionis
“Aku stres banget deh nih Bun, berhubung suamiku tipe orang yang harus bersih banget dalam segala hal,” ungkap Bunda Dira memulai kisahnya.
Nggak habis pikir, suamiku ingin semuanya bersih. Gimana bisa begitu kalau aku punya anak usia 17 bulan yang lagi aktif-aktifnya? Kalau udah begini, wajar sepertinya kalau sedikit-sedikit pasti berantakan. Aku coba jelaskan ke suami, jelas nggak mungkin udah punya anak kecil tapi inginnya selalu perfect bersih dan mengilat seperti kemauannya.
“Sedihnya, suamiku selalu marah dan menyinggung keluarga. Dia bilang keluargaku tipe jorok yang susah selalu bersih. Sementara, keluarga dia bukan tipe seperti itu. Tambah sakitlah hatiku, Bun,” sambungnya lagi.
Padahal, aku nggak begitu saja berdiam diri. Aku sudah berusaha beres-beres rumah sebersih dan serapi mungkin. Bahkan, aku menganggap dari semua temanku selama ini yang kulihat rumah akulah yang paling bersih dan rapi. Seringkali, aku makan terlambat demi rumah selalu bersih sesuai keinginan suamiku.
Rasanya beneran stres, aku harus bagaimana ya? Adakah Bunda yang mengalami nasib serupa sepertiku?
Artikel terkait: “Suami menyuruhku menafkahi keluarga karena dia malas bekerja,” jeritan hati seorang istri
Seperti apa dampak negatif pasangan perfeksionis dalam hubungan?
Cerita Bunda Dira sontak memantik reaksi Parents yang lain. Tak sedikit yang merasa geregetan dengan tipe suami seperti demikian, ingin selalu bersih di tengah aktivitas batita yang sedang dalam tumbuh kembang aktif. Jika tak disikapi dengan baik, sifat pasangan seperti ini dapat menghancurkan keharmonisan hubungan.
Jennifer Chappell Marsh, terapis keluarga dan pernikahan mengungkapkan seseorang yang memiliki sifat perfeksionis biasanya memiliki dua karakter dominan yang berdampak besar jika dipertahankan dalam hubungan, yaitu kecenderungan untuk menunda dan sangat total saat melakukan sesuatu.
“Karakter tersebut berdampak negatif karena bisa membuat pasangan merasa tidak bisa diandalkan. Orang seperti ini habis-habisan saat melakukan sesuatu, tetapi bisa juga di lain waktu ia sama sekali tidak melakukan apapun karena takut menghadapi kegagalan,” sambungnya.
Di samping itu, mayoritas orang yang memiliki sifat perfeksionis cenderung bersikap keras pada diri sendiri karena mematok standar sangat tinggi yang kerap tidak realistis. Akibatnya, kepercayaan diri runtuh jika standar yang diinginkan tidak tercapai.
“Ini akan merusak hubungan karena si perfeksionis cenderung emosional saat mereka sedang kecewa. Sifat tidak realistis itu membuatnya memaksa pasangan untuk memiliki usaha yang sama untuk mencapainya,” pungkas Marsh.
Artikel Terkait: Curhat ibu rumah tangga “Aku berhenti menanti pujian suami, dan lebih berterimakasih padanya.”
Lantas, bagaimana cara menghadapi suami perfeksionis?
Lelah memang, tapi setidaknya ada beberapa hal yang bisa Bunda lakukan jika mulai engap dengan sifat suami yang terlalu menuntut kesempurnaan, antara lain:
-
Komunikasi
Gemas dan geram pasti akan dirasakan, mengingat Bunda merasa tidak dipercaya melakukan apapun. Namun, komunikasi tak ayal adalah kunci untuk menghadapi karakter suami yang perfeksionis tak terkecuali perihal kebersihan.
Sejatinya seseorang yang perfeksionis sedang bertempur dengan kegelisahan dan rasa takut gagal yang berkecamuk dalam dirinya. Lakukan pendekatan dari sudut pandang yang memicu pasangan bersifat perfeksionis. Ungkapkan kalau tidak semua hal harus sempurna di luar kontrol kita.
Sebagai antisipasi, jelaskan pada pasangan hal apa saja yang akan berubah. Mengacu pada kasus Bunda Dira, hubungi suami sesaat sebelum ia pulang kantor untuk mengabarkan seperti apa situasi yang terjadi di rumah. Hal ini akan membuat suami perlahan bisa menerima tak mudah membuat kondisi rumah selalu sempurna di tengah kehadiran buah hati yang gembira dengan dunia barunya.
Tak kalah penting, tentukan batas apa saja hal yang bisa diatur oleh pasangan. Bersabarlah dan jangan sungkan menjadi pendengar suami terkait apa yang ia rasakan saat perfeksionisnya mencuat ke permukaan.
2. Kontrol diri dengan baik
Berdamai dengan karakter suami yang memang sudah seperti itu adalah momentum kesabaran Bunda diuji. Sakit hati pasti akan terasa, seperti Bunda Dira yang sering dijadikan ajang perbandingan dengan keluarga suami yang bersikap demikian akan kesempurnaan.
Carilah waktu terbaik untuk mengutarakan sikap atau perkataan pasangan yang melukai perasaan Bunda, misalnya saat hari libur dan situasi santai. Pastikan Bunda sudah menyusun kata sedemikian rupa sehingga solusi akan didapat, bukannya memicu permasalahan baru.
Artikel terkait: “Saya ingin berhenti bekerja, namun takut dipandang negatif mertua,” dilema seorang ibu
3. Perbaiki hubungan
Langkah selanjutnya yang bisa Bunda lakukan adalah memperbaiki hubungan. Jangan ragu untuk mengedepankan keterbukaan yang mungkin selama ini agak meredup karena lelah dengan kesempurnaan yang dituntut pasangan agar selalu ada.
Pasang rasa sensitif lebih terhadap apa yang dirasakan suami dan lebih berkompromi akan membuat hubungan pernikahan Bunda dan suami lebih nyaman dan menyenangkan.
4. Minta bantuan ahli
Berkonsultasi dengan ahli dapat menjadi pilihan final jika Bunda dan suami tidak menemukan solusi mumpuni dan kompromi terasa mustahil untuk dilakukan. Bantuan psikolog pernikahan dan keluarga tentunya akan membantu Anda menerima saran solutif agar permasalahan tidak berlarut-larut.
Sumber: Aplikasi theAsianparent, Psychology Today, Psych Central
Baca juga :
"Hidupku hampa, hanya anak yang menguatkanku saat ingin menyerah" kisah seorang ibu
Curhat Istri, "Karena Seks dengan Suami Buruk, Aku Sempat Jadi Lesbian"
Curhat ayah baru; "Setelah anakku lahir, aku merindukan sosok istriku.."