Perjuangan ibu hebat mengasuh ketiga anaknya yang berkebutuhan khusus

“Memiliki anak adalah pilihan yang saya buat. Dan itu adalah tanggung jawab saya untuk berkomitmen pada kehidupan ini."

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Mendidik anak berkebutuhan khusus memanglah tidak mudah dan butuh perjuangan. Hal ini pulalah yang dirasakan seorang ibu asal Singapura, Carolyn Quek Su Lin yang berusia 37 tahun. Setelah melahirkan anak pertamanya, Lucas, kehidupannya mulai berubah.

“Dia sehat saat lahir dan semuanya sempurna,” ungkapnya, dilansir dari theAsianparent Singapura.

Bahkan, semuanya terlihat baik-baik saja sampai Lucas berusia 2. Namun, Tuhan memiliki rencana lain untuk keluarga. Hingga hari ini, Carolyn menjadi seorang ibu bagi tiga anak laki-laki berusia 8, 7, dan 3 tahun. Anak-anak tertua dan bungsunya menderita kelainan defisiensi imun yang langka, sedangkan anak ke-2 menderita autisme.

Carolyn mengungkapkan, tantangan mengasuh anak-anak berkebutuhan khusus dan emosi yang dia hadapi hampir setiap hari adalah ketakutan.  

Berbagi tantangan mendidik anak berkebutuhan khusus

Ketika putra tertua Carolyn, Lucas menginjak usia 2 tahun, tubuhnya tidak bereaksi positif terhadap vaksin MMR. Selain mengalami demam, bekas luka imunisasi pecah setelah beberapa hari.

Berdasarkan tes kesehatan yang dilakukan, mengungkap bahwa infeksi telah menyerang bagian tulang sang anak. Lucas pun harus dioperasi di bagian kakinya untuk menghilangkan bakteri.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tes tersebut pun mengungkap sesuatu kondisi lain yang serius. Lucas menderita X-linked agammaglobulinaemia (XLA), yaitu kelainan genetik langka yang membutuhkan perawatan seumur hidup. Gangguan ini memengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Carolyn ingat bagaimana ia merasa sangat tidak berdaya ketika pertama kali mendengar diagnosis ini.

“Saya sangat tersesat dan merasa seolah-olah saya mengutuk putra saya sendiri.”

“Semua cita-cita dan mimpi untuk dilakukan bersama anak-anakku, yaitu menyaksikan mereka tumbuh, merawat, tertawa bersama, merangkul, hingga berbagi dengan mereka, semua impianku… terhenti,” ungkapnya.

Memiliki kelainan defisiensi imun artinya setiap bulan, Lucas perlu mendapatkan terapi imunoglobulin intravena di rumah sakit, sehingga ia dapat melawan infeksi seperti flu.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Apa yang sudah saya lakukan untukmu?”

Dalam proses penyembuhan sang buah hati, Carolyn mengetahui bahwa salah satu solusinya adalah transplantasi sel induk. Jadi, ia memutuskan untuk mencoba memiliki anak ketiga dengan harapan akan ada kecocokan untuk sel induk.

Dengan demikian, lahirlah Titus. Namun takdir berkata lain, Titus juga ditemukan menderita XLA. Putra laki-laki keduanya itu juga membutuhkan perawatan seumur hidup.

Hingga keduanya mengalami efek samping dari perawatan yang dijalani. Mereka menderita eksim dan hiperaktif. Lucas juga menderita disleksia.

Kehidupan Carolyn tidak mudah. Ia harus mendidik anak berkebutuhan khusus serta sering kali diliputi perasaan bersalah dan tak berdaya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ketika ia mendapati dirinya merasa tak mampu melindungi anak-anaknya dari penderitaan, satu pertanyaan terus menghantuinya, “Apa yang telah aku lakukan untuk kalian? Ini bukan hal yang aku inginkan sebagai ibu,” ungkap ibu yang memutuskan berhenti dari pekerjaannya beberapa tahun lalu.

Sang suami, Teo adalah seorang insinyur dan satu-satunya pencari nafkah di dalam keluarga. Pekerjaannya mengharuskan dia sering bepergian, meninggalkan Carolyn sebagai pengasuh utama bagi anak-anak. Ya, Carolyn-lah yang lebih banyak mendidik anak berkebutuhan khusus seorang diri.

Sementara, biaya yang diperlukan untuk anak-anak berkebutuhan khusus mencapai 2.000 Dollar Singapura atau lebih dari 20 juta per bulannya.

Artikel terkait: Sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Jakarta pilihan theAsianparent

“Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak tahu bagaimana membantumu.”

Terlepas dari hiperaktif dan disleksia, Lucas juga tidak memenuhi syarat untuk bersekolah di sekolah khusus.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Stres tambahan menyebabkan masalah kesehatan yang lebih besar bagi anak. Ketika cemas tidak bisa menjawab pertanyaan di sekolah, ia menggaruk dirinya sendiri, membuat tubuhnya rentan terhadap infeksi bakteri.

Karenanya, Carolyn selalu memastikan agar guru dan pendidik tahu tentang kondisinya. Selain itu, mengarahkan sang anak untuk mengerjakan tugas sekolahnya tidak mudah, seingga Carolyn sering merasa kelelahan saat mendidik anak berkebutuhan khusus.

“Ketika sangat lelah, aku akan mulai mengatakan banyak hal buruk seperti, ‘Mengapa kamu begitu bodoh’ atau ‘Mengapa kamu tidak bisa melakukan hal-hal ini?'”

Itu adalah kata-kata kasar yang terkadang ia lontarkan saat mendidik anak berkebutuhan khusus. Ia tidak pernah berpikir akan berbicara kepada anak-anaknya dengan cara seperti itu. Itu bukanlah keinginannya.

“Hal itu seperti iblis di dalam diriku yang terlepaskan. Saya harus mengendalikannya, tetapi saya tidak tahu caranya,” ungkapnya tak berdaya.

Memiliki anak autisme artinya harus dijaga lebih ekstra, karena mereka kurang memiliki kesadaran akan bahaya. Sang anaknya yang menderita autisme pernah tersesat beberapa kali ketika berjalan-jalan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain itu, Carolyn juga harus sangat berhati-hati terhadap Lucas dan Titus karena penyakit yang mereka alami. “Saya harus sangat memerhatikan setiap detail kehidupan mereka, terutama karena infeksi bakteri dapat menyerang kapan saja. Bahkan, setiap kali anak-anak mengalami masalah kulit, eksim, atau mulai menggaruk-garuk tubuhnya sendiri, saya akan mulai waspada,” ungkapnya.

Mendapat dukungan ketika melalui masa-masa sulit

Carolyn mulai mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya karena ia juga memiliki beberapa masalah kesehatan sendiri. Carolyn mengalami sumbatan saluran air mata dan perlu melakukan operasi mata.

Ia juga pernah jatuh ketika masa mudanya, yang menyebabkannya mengalami masalah pada tulang ekor. Dia pernah merasa kesulitan menggendong anak-anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga.

Saat ini, ia sudah menyewa asisten rumah tangga untuk membantunya.

Ibu yang mendidik anak berkebutuhan khusus ini bertekad untuk memberi anak-anaknya masa kecil yang bahagia.

“Memiliki anak adalah pilihan yang saya buat. Dan itu adalah tanggung jawab saya untuk berkomitmen pada kehidupan ini,” tandasnya.

“Selama ayah dan ibunya bersama mereka, serta mereka saling memiliki, saya pikir mereka akan selalu mengingat bahwa masa ini adalah waktu terbaik yang pernah mereka habiskan bersama keluarga.”

 

Semoga keluarga ini terus diberi kebahagiaan di masa mendatang. Semoga cerita ini menginspirasi ya, Bun!

 

Dilansir dari artikel Jaya di theAsianparent Singapura
Baca juga:

https://id.theasianparent.com/wendra-basarah-dampingi-anak-berkebutuhan-khusus-dengan-cinta

Penulis

Aulia Trisna