Melahirkan dengan proses caesar, apa salahnya? Bukankah proses melahirkan apa pun yang ditempuh seorang perempuan tidak mengubah status dirinya menjadi seorang ibu?
Buat saya pribadi, perempuan yang melahirkan secara normal, atau harus menjalani operasi caesar sama saja. Ada kalanya proses melahirkan dengan cara operasi perlu dilakukan, meski sebenarnya di sang ibu ingin melahirkan dengan proses normal.
Semua kembali pada takdir dan pilihan.
Saya beruntung dan bersyukur Tuhan memberi rezeki, saya hamil tidak lama setelah kami menikah, Karena saya memahami di luar sana banyak pasangan yang lama menantikan hadirnya buah hati.
Kami pun mulai menjalani kehidupan baru sebagai calon orang tua. Namun di tengah masa kehamilan saya terkena penyakit cacar air. Perasaan khawatir dan sedih menyelimuti, selain itu rasanya seperti disalahkan oleh beberapa pihak karena tidak bisa menjaga kesehatan diri dan janin.
Dua pekan berlalu, aku berangsur sembuh. Sebelumnya, aku memeriksakan diri ke dokter kandungan. Beliau mengatakan bahwa cacar air sebenarnya cukup berbahaya bagi ibu yang tengah hamil muda, dan tidak ada obat yang harus dikonsumsi karena akan berdampak pada janin.
Jelas informasi ini membuatku khawatir, namun suami selalu memberi semangat. Tak lama setelah sembuh, suami justru tertular cacar air.
Cacar Air Mudah Menular
Masyarakat meyakini bahwa cacar akan menyerang sekali dalam seumur hidup, akan tetapi virus cacar sebenarnya masih menetap pada tubuh orang yang pernah menderita sehingga besar kemungkinan penyakit cacar akan kembali muncul ketika sistem kekebalan tubuh lemah.
Faktanya, penyakit ini sangat mudah menular apalagi untuk kami yang sama sekali belum tertular. Dokter kandunganku mengatakan bahwa lebih baik jika terinfeksi saat masih usia anak-anak daripada saat dewasa, karena proses penyembuhan lebih sulit ketika cacar air menginfeksi orang dewasa. Selain itu, bekas luka cacar pun sulit dihilangkan.
Pascaterinfeksi cacar, aku lebih berhati-hati saat beraktivitas. Apalagi di masa pandemi yang membuatku harus lebih memproteksi diri. Aku merasa masa kehamilanku begitu berat, tubuh sering merasa pegal, tidak ketinggalan mual dan muntah yang sering kurasakan.
Untuk memastikan janinku sehat, setiap pemeriksaan kandungan tidak pernah dilewatkan. Namun pada usia kehamilan ke-7 dokter memberiku kabar bahwa janinku berada pada posisi melintang dan terlilit tali pusar.
Janin Melintang, Posisi Bisa Kembali Normal
“Posisi janin ibu tidak normal, tidak sungsang namun melintang dan ada sedikit lilitan tapi syukurlah lilitan tersebut longgar.”
Dokter memberiku penjelasan. Ketika itu hanya bisa terkejut dan bingung. Pun suami merasa hal yang sama. Agar posisi janinku kembali normal dokter memberikan anjuran untuk melakukan gerakan sujud dengan durasi 15 x 15 menit dalam satu hari, dan dokter menunggu selama satu bulan untuk melihat perubahan posisi janinku. Saran tersebut tentu saja ku lakukan demi kelancaran persalinanku. Setelah satu bulan aku kembali memantau perkembangan posisi janinku. Dan usahaku tidak sia-sia.
Tak terasa waktu terus berlalu. Memasuki bulan terakhir kehamilan, tak sabar aku menantikan kehadiran anakku. Mendekati perkiraan lahir, tak kunjung jua aku mendapatkan tanda persalinan. Aku ragu, sehingga aku kembali pergi ke dokter dan beliau memberikanku batas waktu untuk kembali jika tidak ada tanda persalinan.
Melewati tanggal perkiraan lahir, aku semakin khawatir karena tidak ada sedikitpun tanda kontraksi. Hal itu memberikan arti bahwa aku harus bergegas menjalani proses induksi karena dikhawatirkan air ketuban berkurang. Aku pasrah dan hanya bisa berdoa.
Gagal Induksi Persalinan, Mungkinkah?
“Aku harus diinduksi? Begitu payahkah aku?”
Batinku bergejolak. Padahal, segala cara sudah kulakukan agar bisa secepatnya merasakan kontraksi dan melahirkan secara normal. Tapi nasib berkata lain. Saat aku tiba ke rumah sakit bersalin, ternyata sudah mengalami pembukaan pertama dan suster mulai memberikanku obat induksi.
Bersama suamiku, kami melewati malam hingga saat obat induksiku ditambah dosisnya hingga mulai merasakan kontraksi yang tidak berkesudahan.
Pukul 09.00 pagi pembukaan sudah hampir lengkap dan aku sudah tidak kuat ingin mengejan. Namun, dengan sabar suamiku memberi semangat untuk tetap bertahan. Setelah pembukaan lengkap, saya disarankan mengejan ketika kontraksi muncul saja agar proses persalinan mudah dan tidak harus melukai periniumku.
Di tengah prosesnya, aku selalu ingin mengejan namun anehnya aku tidak merasakan mulas. Hingga dokter datang dan bidan membantu memeriksa detak jantung bayiku secara kontinyu.
Saya masih tidak merasakan mulas. Pada akhirnya, dokter mengatakan bahwa kepala bayiku tidak turun walau mengejan karena induksiku gagal. Operasi caesar pun harus segera dilakukan karena air ketuban sudah hijau dan detak jantung bayi melemah.
Ya, saya pun harus melahirkan dengan proses caesar
Melahirkan dengan Proses Caesar, Tak Mengapa Bu..
Saya merasakan tekanan ketika proses caesar dilakukan. Tak lama kudengar tangisan putriku. Aku bahagia. Sedikitpun, tidak kurasa sakit walau fakta sebenarnya luar biasa sakitnya saat harus merasakan kontraksi akibat induksi dan berakhir di meja operasi. Tapi, semuanya sirna saat putri kecilku telah lahir dengan selamat.
Berat bayiku kecil, namun sehat dan tangisannya begitu lantang sekali. Dokter mengatakan bahwa kepala bayiku tidak bisa turun akibat lilitan di bahu, padahal saat pemeriksaan terakhir lilitan tersebut dinilai kecil dampaknya.
Tapi, itulah takdir yang harus dilalui hingga harus melahirkan dengan proses caesar. Selain itu, dokter menerangkan bahwa hormon oksitosin dalam tubuhku tidak bekerja dengan baik sehingga bayi baru bisa dilahirkan saat usia kehamilan 42 minggu.
Komentar Pasca Aku Caesar
“Coba kalau di bidan saja pasti tidak akan dioperasi, di bidan kan bisa banyak yang jenguk dan memberikan semangat”
“Bayinya kecil aja, tapi kenapa harus operasi, ya,”
Tidak jarang kudengar komentar seperti itu. Saya hanya bisa tersenyum dan memberikan penjelasan jika memang harus dijelaskan. Namun kadang kala, penjelasanku bagaikan angin lalu. Entah mereka tidak mengerti atau memang mereka tidak menyukai perempuan yang operasi caesar.
Saya juga tidak tahu. Namun penilaian mereka terhadapku begitu rendah. Seakan melahirkan dengan proses caesar menandakan aku perempuan yang lemah, bahkan malas karena dinilai kurang bergerak saat hamil.
Memang hati ini merasa sakit, tapi cemoohan mereka membesarkan hati. Aku bahagia bertemu anakku yang cantik. Bahkan anakku sehat dan lincah meski selama hamil ibunya terkena penyakit cacar. Sampai sekarang pun masih kudengar pertanyaan yang tidak mengenakan, dan aku harus apa?
Kita yang Menjalani, Tidak Perlu Mendengar Apa Kata Mereka
Aku sadar ini hidupku. Di luar sana, juga banyak yang seperti aku dan mereka bisa berdamai dengan segala komentar yang tidak menyenangkan. Untuk itu, bahagia kita ciptakan sendiri dan kuncinya pasangan harus selalu mengerti. Karena, kedepannya kita akan lebih sibuk mengurus anak daripada harus mendengar komentar orang lain.
Pasangan yang baik tidak akan pernah mengungkit dan bertanya mengapa ketika Ia mengerti bahwa hal tersebut cukup berat untuk kita. Untuk ibu di luar sana, yang memiliki pengalaman serupa, mari kita berbesar hati mendengarkan komentar mereka, karena yang cukup membuat hati tersayat adalah komentar dari orang terdekat. Tetap semangat, moms!
Ditulis oleh Ikka Mayrani
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.