Kebiasaan buruk kita bisa membuat seseorang di luar sana merasa diremehkan.
Semua manusia punya kebiasaan buruk
Seorang ibu identik dengan sikap lemah lembut, penyayang dan pelindung. Namun ia juga manusia biasa yang tak luput dari kebiasaan buruk.
Tidak, Bu. Saya tidak bermaksud membicarakan kebiasaan buruk Anda sebagai individu, melainkan kebiasaan buruk yang, sayangnya, mayoritas ‘penderitanya’ adalah kaum ibu.
Sikap motivatif atau selalu memberi dan melakukan transfer of values yang ditularkan para ibu kepada anak-anaknya, kadang sirna ketika para ibu berhadapan dengan sesama ibu lainnya dalam sebuah forum. Inilah kebiasaan buruk yang saya maksud. Kedengaran lebay?
Coba sekarang Anda bergabung dengan komunitas online bertema pengasuhan anak atau bayi atau sejenisnya. Anda tak perlu berkomentar apapun, cukup gerakkan tetikus Anda, amatilah bagaimana para ibu-ibu ini beradu berargumen dan kembalilah ke forum itu di hari-hari berikutnya dengan cara yang sama.
Atau, bergabunglah dengan organisasi wali murid di sekolah, jika anak Anda telah bersekolah. Hang out atau nongkrong-nongkrong lah bersama sesama wali murid sambil menunggu anak pulang sekolah. Dan mungkin Anda akan tahu kebiasaan buruk ibu-ibu apa yang saya maksud.
Ketika para ibu saling menghakimi
Semua ibu tentu punya metode sendiri tentang cara menyusui bayi, membuat MPASI, menggendong, menyuapi, meninabobokan, mendisiplinkan, mendisiplinkan anak, dsb. Jika ada suatu masalah yang mereka tak bisa selesaikan sendiri, forum online bisa dijadikan ajang untuk bertukar pengalaman.
Namun yang sering terjadi adalah forum online menjadi ajang peperangan bagi kelompok ibu ‘sini’ dan kelompok ibu ‘sana’, karena kedua belah pihak merasa metode perawatan anak versi masing-masinglah yang paling benar. Adu argumen antar individu kadang bisa berubah menjadi ‘perang antar geng’ karena kedua kubu saling mencari pendukung.
Jangan mudah emosi, itulah kunci sukses bergaul di dunia nyata dan dunia maya.
Lihatlah di sekeliling Anda dan beinteraksilah dengan para tetangga. Para ibu perumahan pasti senang memberikan saran ketika Anda bingung obat apa yang musti diberikan saat anak demam.
Ibu X menyarankan obat ini, ibu Y bilang obat itu yang manjur, sementara ibu Z beda lagi pendapatnya. Alih-alih mendapat saran yang tepat, ibu-ibu tetangga malah berdebat perihal kemanjuran obat mereka. Wah .. rempong deh.
Mengapa niat baik berubah menjadi kebiasaan buruk?
Kita yang sering terlibat dalam diskusi online perihal pengasuhan dan perawatan bayi/ anak mungkin pernah mengalami hal semacam ini. Mungkin pernah juga merasa sakit hati akibat menjadi korban kebiasaan buruk sesama ibu yang cenderung menyalahkan pendapat ibu lain yang tak sejalan dengan metode/pendapatnya.
Sebelum sakit hati yang kita rasakan menjadi semakin buruk dan membuat kita nggak bisa tidur, perlu diingat bahwa reaksi timbul karena adanya aksi.
Bahasa tulis sangat berbeda dengan bahasa lisan. Dan apa yang kita tuliskan/ posting dalam forum online di sebuah sosmed sangat mungkin menimbulkan reaksi yang berbeda-beda pada masing-masing orang yang membacanya.
Sebagai contoh, “Apa kabar bu”, “Apa kabar Bu?” dan “Apa kabar bu???”. Meski ketiganya ditulis dengan kata-kata yang sama, penggunaan tanda baca meninggalkan kesan mendalam bagi siapapun yang membacanya dan berbeda pula.
Sebelum kita tersinggung terhadap ucapan seorang ibu, atau siapapun, coba ingat kembali seberapa dekat kita mengenalnya dan apa tujuan kita bergabung dengan forum online tersebut.
Selanjutnya, bagaimana cara menghadapi kebiasaan buruk?
Jika kita bertujuan untuk berbagi pendapat, mengapa harus nggak enak hati jika ada seorang ibu yang tak setuju dengan pendapat kita. Toh kita tak akan kehilangan apapun jika saran kita tak disetujui oleh forum.
Kata-kata tak mengenakkan yang ditulis sebagai balasan buat komentar/ pendapat kita, sering kali tak ada hubungannya dengan Anda walaupun nama Anda di-‘mention‘ oleh sang ibu yang bersangkutan. Andaikan hal ini terjadi di dunia nyata, misalnya di sebuah seminar, mungkinkah beliau tega melakukan itu (marah-marah, dll.) pada kita?
Anggap saja si ibu sedang BT di rumah karena ribut dengan suami, misalnya. Atau jangan-jangan kitalah yang sedang BT karena ditagih utang, tak tahu mau mengadu ke mana, kemudian melampiaskannya dengan beradu mulut di Facebook?
Ibu, semoga ulasan di atas bermanfaat dan menginspirasi kita untuk menjadikan dunia kita, baik nyata maupun cyber, menjadi lebih sejuk dan tentram.
Referensi :
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.