Jadi Istri Cerdas Sekaligus Manajer Keuangan Keluarga

Supaya kondisi keuangan sehat, kita memang harus cerdas mengelolanya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Hallo Mommies, saya kali ini mau berbagi tips terkait keuangan rumah tangga, nih. Saat kita sebagai istri sekaligus manajer keuangan keluarga, mau nggak mau harus bisa menggunakan uang seminim mungkin supaya sisanya bisa ditabung.

Eits, bukan sisa sih, bagusnya justru memang sudah mengalokasikan dana untuk ditabung sejak awal kan ya, hahaha.

Saya saat ini kerja sebagai seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan finance (jasa pinjaman modal) dan saya berjabat sebagai seorang Credit Analyst. Tugas saya adalah memahami pendapatan dan pengeluaran serta kemampuan bayar dari seorang calon debitur.

Nah, saya mau berbagi ilmu nih kepada semua Bunda yang mungkin sedang kebingungan apalagi di saat pandemi dan PPKM yang masih berlangsung hingga saat ini bikin makin harus berpikir ekstra untuk menggunakan uang kita sebaik mungkin.  Syukur -syukur bisa selalu cukup aja deh, jangan sampe kita utang.

Kemampuan yang Perlu Dipelajari Manajer Keuangan Keluarga

Oke langsung saja ya, saya akan memperkenalkan beberapa istilah, tapi sebisa mungkin akan saya jelaskan secara sederhana supaya pada nggak pusing nantinya.

Ada beberapa istilah yang mau saya jelaskan di sini,

1. DSR (Debt Service Ratio)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Nah, yang dimaksud dengan DSR  ini adalah ratio perbandingan antara obligasi kita dibanding dengan income atau pendapatan kita.

Saya langsung kasih contoh ya. Anggap saja kita punya obligasi tetap (angsuran rumah, angsuran motor, dll) yang memang mau tak mau kita harus bayar setiap bulannya.  Anggap saja obligasi tetap kita saat ini sebesar Rp 2.500.000 per bulannya.

Nah, lalu Bunda coba hitung income yang masuk setiap bulannya. Baik dari Bunda ataupun pasangan, ada berapa nih? Yah, anggap saja total incomenya sebesar Rp 7.000.000. So, hasil DSR-nya sebesar 35.71%.

Nah, yang jadi pertanyaannya adalah, 35.71% ini bagus nggak sih? Oke, hasil maksimal DSR itu sebesar 55%, jadi jika hasil kita di bawah 55%, itu artinya keuangan kita sebenarnya masih sehat, kok.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel Terkait: 7 Kunci Sehat Finansial, Lakukan Mulai Hari Ini demi Hidup yang Lebih Baik!

Lalu bagaimana jika ternyata hasil DSR kita di atas 55%? Saran saya, coba Mommies catat semua pengeluaran Mommies setiap bulannya (ini juga saya lakukan setiap bulannya) supaya kita bisa tahu pengeluaran mana sih yang sebenarnya gak perlu – perlu amat dan bisa membuat pengeluaran kita membengkak nantinya.

Hal ini sedikit ribet sih, tapi percayalah, setelah kita mencatat semuanya, kita akan tahu, oh ternyata  ada kebocoran dana di sana dan di sini. 

Nah, semoga setelah ini bisa langsung praktik untuk mencatat semua pengeluaran di bulan depan ya.

2. DIR (Disposible Income Ratio)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

DIR adalah ratio perbandingan antara obligasi kita dibanding dengan income yang sudah dikurangi dengan biaya hidup. Hayoooo, ternyata kita harus menghitung biaya hidup juga selain obligasi tetap ya.

Sebenarnya ada suatu rumus yang bisa menggambarkan biaya hidup kita per bulannya namun saya disini memberikan kebebasan untuk para Mommies semua untuk menentukan total biaya hidup sebulan berapa.

Nah salah satu keuntungan dari mencatat pengeluaran tujuannya juga supaya kita bisa hitung DIR rumah tangga kita. Saya langsung ke contoh ya.

Total obligasi sebesar Rp 2.500.000, total income sebesar Rp 7.000.000, lalu total biaya hidup (makan, listrik, susu anak, dll) sebesar Rp 3.500.000. Langsung kita hitung:

                        Rp 2.500.000 / (Rp 7.000.000 – Rp 3.500.000) = 71.43%

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

 Nah, DIR sebesar 71.43% itu bagus nggak ya? Sehat nggak ya, keuangan kita? Yup, jawabannya bagus alias sehat karena maksimal DIR adalah sebesar 80%.

Tapi kalo hasil DIR-nya di atas 80% gimana,ya? Apakah otomatis keuangan saya tidak sehat? Sebenarnya tidak juga kok, semua tergantung kita.

Jika kita masih bisa membayar obligasi kita tetap waktu, masih bisa makan setiap hari, itu artinya keuangan kita masih sehat.

Tapi ingat, keuangan yang sehat harus memikirkan nilai tabungan juga. Kita harus punya tabungan darurat untuk kejadian yang tak terduga nantinya. Semoga saja, perhitungan ini bisa membuat  kita nabung untuk kejadian darurat tersebut ya.

3. Terakhir, Berdasarkan Pengalaman Sebagai Manajer Keuangan keluarga

Jujur saja, hingga saat ini keuangan saya masih dianggap kurang sehat (alias mepet banget setiap bulannya).

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tapi saya berusaha untuk menabung sedikit mungkin untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan nantinya. Apalagi di saat ini banyak sudah korban  COVID-19 yang meninggalkan istri, suami, anak, orang tua, sanak kerabat, dan semua kalangan yang benar-benar membuat saya berpikir ekstra, gimana caranya saya harus tetap menyisihkan uang setiap bulannya.

Pertama, saya tidak lupa untuk menyisihkan sebesar 2.5% dari total income saya dan suami untuk membeli beras dan nantinya beras akan kami berikan kepada orang yang membutuhkan.

Kedua, saya menyisihkan uang sebesar Rp 100.000 setiap bulannya untuk membeli saham. Iya, nggak salah dengar dan baca, kok. Saya membeli saham seharga Rp 100.000 setiap bulannya. Saya tidak bisa memberikan nama aplikasi di sini karena saya tidak di-endorse untuk itum hahaha.

Artikel Terkait: 8 Aplikasi Investasi yang Cocok untuk Investor Pemula, Mudah dan Praktis!

Tapi saat ini sudah banyak sekali aplikasi yang bisa kita manfaatkan untuk berinvestasi. Jadi sebenarnya kita bisa membeli saham dengan harga yang murah, tidak harus setor modal sebesar jutaan rupiah, kok.

Ketiga, saya juga menyisihkan uang sebesar Rp 300.000 setiap bulannya untuk membeli emas. Tapi saya belinya secara virtual ya. Saya punya tabungan emas di salah satu tempat.

Belinya pun nggak mesti datang ke tempatnya, bisa via HP, langsung punya emas secara virtual, deh. Saran saya, beli emas di pusatnya ya, jangan di reseller karena harganya pasti jauh banget bedanya.

Nah, mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa beli emas dan beli saham dibedakan jumlahnya? Ingat ya Moms, emas itu harganya nyata dan pasti akan naik harganya. Sedangkan saham, kita harus siap jika ternyata modal mengalami kerugian karena risiko saham itu sangat tinggi.

Tapi nggak ada salahnya mencoba ya. Kita para manajer keuangan keluarga harus berani berbaur dengan berbagai inovasi yang ada supaya tidak kalah sama kemampuan anak kita nantinya. Be smart mommy! Sekian sharing informasi dan pengalaman pribadi dari saya. Semoga saja ini bisa membantu, ya. 

 

Ditulis oleh Nesy Widya Sari, VIPP Member theAsianparent ID

 

Artikel Lain yang Ditulis VIPP Member theAsianparent ID

id.theasianparent.com/mainan-mahal-atau-murah

id.theasianparent.com/pasangan-yang-mapan

id.theasianparent.com/cara-berdamai-dengan-mertua