Ada banyak cerita rakyat yang dapat menjadi bahan pelajaran atau bahkan pengetahuan untuk kita petik. Salah satunya adalah dongeng cerita rakyat Malin Kundang.
Kisah tentang dongeng Malin Kundang alias si anak durhaka yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia bisa dipetik hikmahnya untuk kita selaku orangtua kepada buah hati tercinta.
Seperti diketahui, legenda Malin Kundang menceritakan tentang seorang anak yang durhaka dan dikutuk menjadi batu.
Kisah legenda ini memiliki pesan yang dapat diambil untuk si kecil, yaitu sayangi kedua orangtua saat susah dan senang, dan jangan melupakan jasa orangtua yang telah menyayangi dan mendidik dari kecil.
Seperti apa kisah dongeng rakyat satu ini? Mari kita ketahui seperti dilansir dari berbagai sumber.
Dongeng Cerita Rakyat Malin Kundang
Masa Kecil Malin Kundang
(borneochannel.com)
Di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di Padang, Sumatera Barat, seorang janda bernama Mande Rubayah yang hidup bersama anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang.
Mande Rubayah sangat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin kemudian tumbuh menjadi seorang anak yang rajin dan penurut.
Ketika Mande Rubayah sudah tua, dia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh sakit keras, hingga nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya.
Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak yang saling menyayangi.
Artikel terkait: 12 Cerita Rakyat dari Berbagai Daerah di Indonesia, Mengandung Pesan Moral
Malin Merantau untuk Mengubah Nasibnya dan Sang Ibu
Malin merantau (borneochannel.com)
Saat sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air Manis, Malin yang sudah dewasa meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota.
Artikel terkait: Cerita Rakyat Ande Ande Lumut dan Klenthing Kuning dari Jawa Timur
Meski dengan berat hati, Mande Rubayah mengizinkan Malin untuk pergi merantau. Mande pun membekali Malin dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus,
“Untuk bekalmu di perjalanan,” ungkapnya sambil menyerahkan nasi bungkus yang sudah disiapkannya itu kepada Malin.
Setelah itu, Malin Kundang berangkat ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.
Artikel terkait: Cerita Rakyat Roro Jonggrang Sebagai Asal Muasal Candi Prambanan yang Megah
Mande Rubayah Selalu Mendoakan Malin Selamat dan Cepat Kembali
(borneochannel.com)
Mande Rubayah setiap pagi dan sore selalu memandang ke laut dan mendoakan agar anaknya selalu selamat dan cepat kembali. Saat ada kapal yang datang merapat, Mande selalu menanyakan kabar tentang anaknya.
Namun, setiap kali dia bertanya pada awak kapal atau nahkoda, tidak pernah mendapatkan jawaban. Malin tak pernah menitipkan barang atau pesan apapun untuknya.
Mande Rubayah Mendapat Kabar Malin Telah Menikah dengan Putri Bangsawan
Mande Rubayah masih terus menanyakan kabar Malin, namun tak pernah ada jawaban. Padahal, tubuhnya semakin tua, dan jalannya mulai membungkuk.
Hingga pada suatu hari dia mendapat kabar dari nakhoda kapal yang dahulu membawa Malin.
“Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri seorang bangsawan yang sangat kaya raya,” ungkapnya.
“Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang,” jawab Mande di setiap malam.
Mendengar hal itu, Mande Rubayah sangat gembira dan selalu berdoa agar anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya. Bahkan, sinar keceriaan pun mulai menghampirinya kembali.
Namun, hingga berbulan-bulan sejak dia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung kembali untuk menengoknya.
Penduduk Desa Menyambut Kapal yang Datang Membawa Sepasang Anak Muda Berdiri di Anjungan
(borneochannel.com)
Tak berapa lama, di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang megah dan indah berlayar menuju pantai.
Penduduk desa mulai berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.
Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum karena bahagia disambut dengan meriah.
Mande Rubayah Bahagia Bertemu Lagi dengan Malin Kundang
(borneochannel.com)
Mande Rubayah juga ikut berdesakan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki muda yang berada di kapal itu yang diyakininya merupakan anaknya, Malin Kundang.
Belum sempat para sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri lelaki muda tersebut. Dia langsung memeluknya erat Malin karena takut kehilangan anaknya lagi.
“Malin, anakku. Kau benar anakku kan? Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?” katanya menahan isak tangis karena begitu gembira.
Istri Malin Kundang Merendahkan Mande Rubayah
Istri Malin merendahkan Mande (borneochannel.com)
Dipeluk perempuan tua renta yang berpakaian compang-camping membuat Malin begitu terkejut. Dia tak percaya perempuan itu adalah ibunya.
Sebelum dia sempat berpikir berbicara, istrinya yang cantik meludah dan mengucapkan kata-kata pedas yang merendahkan Mande Rubayah.
“Perempuan jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku! Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang sederajat denganku?!” paparnya.
Mendengar kata-kata tersebut, Malin langsung mendorong ibunya hingga terguling ke pasir.
“Perempuan gila! Aku bukan anakmu!” imbuhnya.
Malin Kundang Tidak Mengakui Ibunya
(Ali Nurdin)
Malin tidak mengakui ibunya dan menendang Mande Rubayah hingga terkapar pasir sambil menangis
Mendapati perilaku sang anak yang tidak dipercayainya, Mande Rubayah langsung jatuh terduduk.
“Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!” ucapnya tak percaya.
Malin tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya, karena malu kepada sang istri.
Mande Rubayah bersujud hendak memeluk kakinya, namun Malin menendangnya.
“Hai, perempuan gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!” ujarnya.
Perempuan tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati. Orang-orang yang melihatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika sadar, Pantai Air Manis sudah sepi.
Doa Mande Rubayah Menggetarkan Langit
Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Dia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega menyakitinya.
Dengan hati yang masih sakit, Mande Rubayah menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa dengan hatinya yang masih pilu.
“Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!” doanya seraya menangis.
Tak lama kemudian, cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya.
Kapal Malin Diterpa Badai Besar
Kapal Malin pecah
Kemudian datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Lalu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu juga kapal hancur berkeping-keping dan membawanya dengan ombak hingga ke pantai.
Keesokan harinya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di pinggir pantai terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu, yang diyakini merupakan kapal Malin Kundang.
Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka.
Di sela-sela batu itu berenang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin.
Itulah dongeng anak durhaka dari Sumatra Barat, Malin Kundang. Semoga kisahnya bisa dipetik untuk jadi pembelajaran untuk diceritakan kepada anak-anak!
Baca juga:
Dongeng Sebelum Tidur, Kumpulan Cerita Sarat Nilai Moral Untuk Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.