Tidak hanya orang dewasa, anak yang terkena COVID-19 juga rentan mengalami long COVID-19. Hal ini diungkapkan oleh dokter spesialis anak konsultan penyakit infeksi dan pediatri tropis Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Trop.Paed dalam sebuah diskusi COVID-19 pada anak yang diadakan oleh Rumah Sakit Pondok Indah pada Kamis (10/3) lalu.
Artikel terkait: Angka Kasus Meningkat, Waspada Gejala COVID-19 Varian Omicron pada Anak
Gejala Long COVID-19 pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Gejala COVID-19 pada anak pun pada dasarnya bermacam-macam, seperti demam, batuk, dan anosmia. Selain itu, pada anak juga terdapat gejala lainnya, yakni batuk berkepanjangan dengan durasi lebih dari satu jam atau batuk terus-menerus selama 24 jam.
Di samping itu, ia juga memaparkan bahwa anak mungkin mengalami kelelahan, sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, bersin, dan demam. Hindra mengingatkan jika orang tua mengalami gejala-gejala tersebut, sebaiknya anak segera diisolasi agar tidak menularkan ke orang lain.
“Saat memunculkan gejala, segera lakukan isolasi,” ujar Hindra.
Hindra menjelaskan bahwa long COVID-19 pada anak biasanya memiliki gejala yang menetap lebih dari 12 minggu setelah swab pertama, bisa satu gejala atau beberapa gejala sekaligus. Gejala tersebut biasanya akan berdampak pada kegiatan sehari-hari dan dapat hilang dan timbul. Selain itu, gejalanya pun biasanya akan berulang.
“Gejala berdampak pada kegiatan sehari-hari dan melanjut atau terjadi setelah COVID-19, serta dapat hilang timbul dan berulang,” tuturnya.
Artikel terkait: Bunda, Begini Perbedaan Gejala Flu Biasa vs Gejala Covid-19 pada Anak
Dalam kesempatan tersebut, Hindra juga menyarankan agar orang tua melakukan pengecekan terhadap kesehatan anak secara berkala setiap bulan selama tiga bulan setelah dinyatakan sembuh dari COVID-19. Dengan demikian, jika ada gejala long COVID-19 pada anak, dokter bisa segera memberikan penanganan sedini mungkin.
“Kalau anak sudah pernah kena, orang tua perlu bersiap untuk kemungkinan long COVID-19. Jadi setelah sembuh, bulan depannya kontrol ke dokter,” jelas Hindra.
Namun, ia menegaskan bahwa jika anak masih memiliki gejala yang mengganggu aktivitas anak sehari-hari, orang tua tidak perlu menunggu satu bulan. Segera konsultasikan kondisi anak kepada dokter atau fasilitas kesehatan lainnya.
“Tapi, kalau sudah kelihatan ada gejala yang menetap, tidak usah menunggu satu bulan. Diharapkan dokter dapat segera mendiagnosis dan dilakukan pengobatan agar dia cepat sembuh,” lanjut Hindra.
Potensi Infeksi Berulang
Anak yang pernah terinfeksi virus corona baru, termasuk varian Omicron, memang sudah memiliki antibodi yang lebih kuat untuk menghadapi virus tersebut. Meski demikian, masih ada potensi anak mengalami infeksi virus corona baru berulang atau yang disebut reinfeksi.
Menurut Hindra, pada anak yang mengalami reinfeksi, mungkin saja gejalanya ringan. Namun, masih ada kemungkinan anak tersebut mengalami gejala COVID-19 yang berat.
“Dan kita sekarang lihat ya infeksi COVID berulang, jadi itu namanya reinfeksi. Meskipun itu jarang. Kadang ada reinfeksi yang (gejalanya) berat sepertiganya, meskipun angka kematiannya tetap rendah,” kata Hindra.
Oleh karena itu, ia pun tetap menyarankan kepada orang tua untuk terus waspada karena antibodi yang disebabkan oleh infeksi virus tidak bertahan lama. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa vaksinasi juga memiliki efikasi yang terus berkurang seiring berjalannya waktu.
“20 persen dari varian yang lain, artinya bisa terkena varian yang sama. Jadi, kita tidak boleh merasa aman. Meskipun tahu abis sakit kita dapat kekebalan namun jangka kekebalannya tidak panjang. Setelah divaksinasi juga kekebalannya tidak panjang. Jadi waspada terus, karena kita bisa terpapar dan reinfeksi,” jelasnya.
Artikel terkait: Studi: 98% Anak Hanya Alami Gejala COVID-19 Ringan dan Tanpa Gejala Sama Sekali
Tips Mencegah Long COVID-19 pada Anak
Hindra pun memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah long COVID-19 pada anak yang terinfeksi COVID-19. Pertama, ia menyarankan anak agar mendapat istirahat yang cukup dan berada di ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.
“Anak itu kan sistem imunnya belum matang, masih rawan. Dia perlu istirahat, perlu tidur cukup, perlu dukungan. Ini yang bisa membuat dia sembuh sempurna dan tidak mengalami long Covid-19,” ujarnya.
Di samping itu, ia juga menyarankan anak untuk mengonsumsi berbagai asupan makanan dan gizi seimbang, berjemur di bawah sinar matahari untuk mendapatkan vitamin D, serta melakukan vaksinasi untuk anak di atas usia 6 tahun dan tidur cukup minimal 8 jam sehari.
Kemudian, untuk anak yang belum bisa divaksinasi, Hindra meminta orang-orang di sekitar anak untuk lebih kooperatif dengan mengetatkan protokol kesehatan.
“Kalau balita kan tinggal di rumah. Jadi risiko terpaparnya dari orang yang ada di rumah. Untuk itu, orang yang di rumah tidak boleh bawa virus, harus vaksinasi, tidak bepergian yang tidak penting, terus menjaga kesehatan, sehingga mengurangi risiko terinfeksi pada anak yang ada di rumah,” jelasnya.
Demikian penjelasan mengenai long COVID-19 pada anak. Semoga bisa menjadi catatan untuk para Parents agar lebih waspada, ya!
***
Baca juga:
Sering tak terdeteksi, ini gejala Corona hari ke-1 sampai ke-17, wajib tahu!
id.theasianparent.com/ciri-dan-gejala-corona-pada-anak
5 Tanda atau Gejala Positif COVID-19 pada Bayi, Orang Tua Wajib Tahu!