Kehilangan seorang bayi merupakan sebuah duka yang berat bagi setiap ibu, apalagi jika hal tersebut terjadi secara tiba-tiba. Seperti halnya sebuah kisah memilukan yang datang dari Korea Selatan. Seorang ibu asal Vietnam menjadi korban salah aborsi yang dilakukan oleh dokter.
Hingga akhirnya, perempuan yang sudah mendambakan sosok buah hati itu terpaksa harus kehilangan calon bayinya.
Artikel terkait: Hamil akibat diperkosa, anak 11 tahun meminta aborsi
Korban salah aborsi, ibu ini harus kehilangan bayinya karena kesalahan dokter
Seorang perempuan berkewarganegaraan Vietnam mengunjungi rumah sakit di Korea Selatan pada 7 Agustus lalu. Ia tengah hamil enam minggu dan hendak memeriksakan kondisi kandungannya.
Dikutip dari laman berita Yonhap, perempuan tersebut awalnya akan menerima suntikan nutrisi untuk memperkuat kandungannya. Alih-alih diberi nutrisi, seorang perawat malah memberikan ia anestesi.
Tanpa mengkonfirmasi identitas pasien terlebih dahulu, seorang dokter pun datang dan melakukan aborsi pada korban tanpa memeriksa data pasien.
Saat itu, perempuan tersebut tidak tahu apa yang dilakukan tenaga medis pada kandungannya. Hingga esoknya, ia kembali ke rumah sakit setelah mengalami pendarahan dan pihak rumah sakit memberi tahu bahwa janinnya telah digugurkan.
Betapa terpukulnya ibu itu, hingga akhirnya ia menuntut pihak rumah sakit yang lalai dan membuatnya kehilangan calon buah hati.
Aborsi ilegal di Korea Selatan, kecuali korban pemerkosaan
Di Korea Selatan, aborsi sebenarnya tindakan yang ilegal. Prosedur aborsi hanya boleh dilakukan dalam beberapa kasus berat seperti korban kejahatan seksual atau pemerkosaan, inses, atau ketika kesehatan ibu terancam.
Untuk prosedur aborsi ini, sebenarnya dilakukan atas izin dari pihak Kepolisian Gangseo, Korea Selatan. Awalnya, prosedur aborsi tersebut seharusnya dilakukan untuk korban pemerkosaan. Polisi meminta dokter kandungan untuk melakukan tindakan tersebut, tetapi dokter bersangkutan tidak teliti dan mengaborsi pasien yang salah.
Setelah kejadian itu, korban langsung melaporkan dokter dan perawat terkait kepada pihak kepolisian. Ia menuntut keduanya akibat lalai dan tidak teliti ketika menjalankan tugas.
Artikel terkait: Keguguran di usia 14 minggu, Ibu ini berpesan agar jangan lakukan aborsi
Hukum aborsi di Indonesia
Untuk di Indonesia sendiri, hukum aborsi untuk korban perkosaan pun sudah dinilai legal. Meski demikian, prosedur aborsi yang boleh dilakukan hanya jika usia kehamilan korban masih di bawah 40 hari.
Hal tersebut dijelaskan oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni. Menurutnya, untuk kasus di Indonesia, aborsi untuk korban kejahatan seksual pun jarang dilakukan. Pasalnya, korban rata-rata baru mengetahui kehamilannya ketika usia kandungan di atas 40 hari. Untuk limit 40 hari sendiri, dilihat dari pemahaman dan aturan agama.
“Limit tersebut berasal dari pemahaman agama. Bahwa sebelum 40 hari, nyawa belum ditiupkan kepada janin,” ungkapnya seperti yang dilansir dari Detik News.
Untuk prosedurnya, di Indonesia belum ada peraturan teknis terkait hal tersebut. Menurut Budi, untuk korban kasus perkosaan, aborsi merupakan solusi dan hak korban. Hal ini karena melakukan tes kehamilan dan merawat anak kelak bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat ia memiliki trauma secara psikologis dari kejahatan seksual yang didapatkan.
Di sisi lain, hukum aborsi di Indonesia juga masih menjadi polemik. Meski demikian, berkaca dari kasus yang terjadi di Korea Selatan, prosedur aborsi untuk kasus besar seperti pada korban perkosaan atau kehamilan yang membahayakan kesehatan sebaiknya dipantau secara teliti.
Tenaga medis yang ditugaskan diharapkan untuk bisa melakukan prosedur dengan benar dan penuh hati-hati, sehingga kejadian salah korban tidak terjadi lagi. Selain itu, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menindak tegas aborsi yang dilakukan secara ilegal. Pasalnya, prosedur aborsi ilegal sangat tidak aman dan bisa menjadi penyebab dari kasus kematian ibu.
Artikel terkait: “Aku hamil di luar nikah, dan orangtua memintaku aborsi…” curhat seorang wanita
Anak merupakan sebuah anugerah yang dititipkan oleh Tuhan, dan tidak semua perempuan bisa menerima titipan tersebut karena beberapa hal. Oleh sebab itu, jika memang tidak ada kondisi seperti kasus perkosaan atau yang mengancam kesehatan, tidak ada salahnya berjuang untuk mempertahankan.
***
Referensi: Channel News Asia, Detik News, iNews
Baca juga:
Aborsi telah legal di negara ini, bagaimana hukumnya di Indonesia?