Klaster Covid-19 di sekolah dasar meningkat sejak Pembelajaran Tatap Muka (PTM) diterapkan. Apakah PTM harus dihentikan?
Menurut data yang dilansir Detik.com, ada ribuan siswa dan guru terkonfirmasi positif Covid-19 setelah pemberlakuan PTM terbatas di beberapa daerah.
Hingga 20 September 2021, total ada 1.296 kasus yang menjadi klaster baru Covid-19 saat masa penerapan PTM. Sementara itu, kasus positif Covid-19 terbanyak berasal dari lingkungan SD, dengan jumlah siswa positif mencapai 6.908 orang, dan menjadi klaster Covid-19 di sekolah dasar.
Apa yang jadi penyebab klaster baru PTM ini, ya? Dan apakah fakta ini membuat kegiatan PTM harus dihentikan? Simak yuk kata pakar epidemologi dan IDAI soal ini.
Artikel terkait: Risiko Long Covid Lebih Rentan Dialami Perempuan, Kenali Gejalanya!
Klaster Covid-19 di Sekolah Dasar Muncul karena PTM Berisiko
Menurut Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya dr. Windhu Purnomo, PTM memang memiliki risiko tinggi, sehingga kemunculan klaster Covid-19 di sekolah dasar ini sepertinya sudah diprediksi. Saat ini, kasus Covid-19 memang sudah mengalami penurunan di berbagai daerah, tetapi testing masih lemah.
“Bagaimanapun juga, PTM itu kan berisiko, karena saat ini memang kasus sudah membaik, menurun, tetapi di masyarakat itu masih banyak kasus, cuma belum semuanya terdeteksi karena testing kita lemah,” ujar Windhu kepada The Asian Parent.
Testing Lemah Jadi Penyebab Klaster Covid-19 di Sekolah Dasar
Windhu mengatakan, laporan harian kasus Covid-19 ibarat puncak gunung es, sebab kasus sesungguhnya di lapangan masih lebih banyak dari yang dilaporkan, sebab banyak kasus yang belum terdeteksi. Beberapa kasus tidak terdeteksi itu mungkin saja berasal dari siswa, orang tua siswa, atau guru, dan pekerja sekolah yang lain
“Jadi berisiko PTM ini, Tetapi, karena pemerintah sudah ambil sikap membuka PTM, dan tahu risiko masih cukup besar, sekarang yang penting bagaimana menjaga agar tidak terjadi penularan,” katanya.
Klaster Covid-19 di Sekolah Dasar Bisa Dicegah dengan Metode Bubble to Bubble
PTM sebenarnya tidak hanya melibatkan sekolah dan siswa, tetapi juga lingkungan sekitarnya. Di luar sekolah dan rumah, siswa masih memiliki potensi menularkan atau tertular Covid-19. Menurut Windhu, penularan terjadi karena anak-anak ini keluar dari “bubble” atau lingkaran amannya.
Sebelum memulai PTM, sekolah perlu memastikan keamanan dengan melakukan asesmen kelayakan PTM. Selain itu, rumah siswa juga perlu dilakukan asesmen risiko untuk menilai apakah siswa tersebut aman masuk sekolah. Jangan sampai ternyata siswa atau keluarganya termasuk dalam orang yang berisiko tinggi Covid-19.
“Kalau bubble to bubble, katakanlah rumah itu aman, sekolah itu aman, kemudian siswa harus berangkat, pulang sekolah dengan orang tua, atau anggota keluarga, kalau itu yang terjadi, bubble to buble, aman anak itu,” ujar Windhu.
Namun yang terjadi saat ini adalah, siswa tidak langsung pulang ke rumah begitu sekolah selesai. Selain siswa, bisa jadi guru atau tenaga pendidik yang lain juga melakukan hal yang sama. Guru misalnya, mampir ke supermarket atau ke pasar, atau ke tempat-tempat risiko penularan Covid-19 tinggi, bisa jadi setelah itu guru tertular dan ia menularkan ke murid dan sebaliknya.
Artikel terkait: Perbedaan Pneumonia COVID-19 dan Pneumonia pada Umumnya
Jika Bubble Bocor, Maka Risiko Klaster Covid-19 di Sekolah Dasar Makin Tinggi
Jika siswa dan guru tidak taat atau tidak diawasi ketat soal mobilitasnya, maka bubble itu bisa bocor dan menyebabkan penularan di sekolah.
“Klaster-klaster itu terjadi karena itu, kebocoran. Karena anak keluar dari bubble, dan bukan hanya anaknya, tetapi juga guru, tenaga kependidikannya, keluar dari bubble, pulang dari sekolah, ngeluyur dulu baru pulang ke rumah dan bisa saja membawa virus sampai ke sekolah, menularkan ke sesama guru maupun siswa,” kata Windhu.
Oleh karena itu, penting untuk terus mengawasi mobilitas siswa dan para tenaga pendidik yang melakukan PTM. Selalu patuh pada protokol kesehatan juga jadi hal yang utama.
Artikel terkait: Wajib Tahu! Perbandingan Varian COVID-19, Manakah yang Paling Berbahaya?
PTM Berpotensi Disetop Jika Klaster Covid-19 di Sekolah Dasar Naik Terus
Menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Aman Bhakti Pulungan, PTM bisa berpotensi dihentikan jika mencapai ambang batas positivity rate yang sudah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Kalau ketika positivity rate di atas 8 persen lagi, dan juga ada kasus kita disetop dulu, sekarang masih di bawah 8 persen,” ujarnya.
Sekolah juga diminta untuk melakukan evaluasi PTM secara berkala dan patuh pada aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Sejauh ini, masih ditemukan kelonggaran PTM di beberapa sekolah.
“Mereka melaksanakannya itu jadi misalnya harusnya aturan sampai 2 jam mereka extend sampai 5-6 jam harusnya itu tidak ada. Maksimal dua jam, dan itu harusnya dievaluasi,” pungkas dia.
Gimana menurut Parents, apakah PTM lanjut atau dihentikan, ya?
Baca juga:
Radar Covid-19 Jatim: Data paling update sebaran virus corona untuk warga Jatim
99 Anak di Probolinggo Positif COVID-19, Orangtua Diimbau Waspada
Penting Bagi Pertumbuhan Si Kecil, Kapan Suplemen Omega-3 Mulai Diberikan?