Suami saya seorang pengusaha, dan saya guru piano. Kami mempunyai 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Anak-anak kami memiliki jarak umur yang tidak jauh berbeda. Saya melahirkan hampir setiap tahun. Ketika melahirkan anak ke-5, saya merasa 5 anak sudah cukup. Saya meminta agar suami menjalani vasektomi, namun ia menolak. Akhirnya, pil KB adalah satu-satunya cara yang saya gunakan. Saat itu saya tidak pernah terpikir akan menggugurkan kandungan.
Tetapi, kita semua tahu bahwa pil, kondom dan metode KB lain hanya dapat mencegah 99%. Ternyata, saya mendapatkan 1% sisanya. Saya hamil lagi untuk anak yang ke-6. Pada awalnya, saya tidak tahu saya hamil. Kami berdua termasuk tipe pasangan yang sering bergaul. Hampir setiap Sabtu, kami makan malam atau kumpul bersama teman-teman. Suatu hari, kami berpesta dan kami mabuk. Setelah diantar pulang oleh seorang teman dekat, kami mengecek anak-anak di kamar dan masuk ke kamar sendiri. Kami tertidur dalam kondisi mabuk dan ‘sesuatu’ terjadi saat itu.
Tanda kehamilan mulai muncul setelah 2 bulan
Sekitar 2 bulan kemudian, saya muntah secara teratur dan moody. Karena sudah mengalami kondisi seperti ini 5 kali sebelumnya, saya menyadari apa yang mungkin terjadi. Saya melakukan tes kehamilan dan histeris setelah melihat hasilnya. Saya mulai menangis tak terkendali dan memukuli perut saya. Ini harusnya tidak terjadi, saya sudah memiliki 5 anak!
Saya sangat yakin suami akan mempertahankan janin ini. Dia selalu berkata 6 adalah angka keberuntungan dan berharap kami memiliki 6 anak. Jadi saya harus menggugurkan kandungan saya sendiri. Saya berdiri di ujung tangga dan melihat ke bawah, namun saya tidak berani untuk loncat dan saya mundur kembali.
Saya berlari seperti orang gila di dalam rumah. Saya menabrakkan perut ke ujung meja, pinggiran piano, serta barang lain yang tajam. Hal yang saya ingat adalah rasa sakit di tulang kering karena menabrak sesuatu. Anjing saya mengejar saya karena ia pikir sedang diajak bermain. Setelah menabrak vas bunga hingga beling bertebaran, saya akhirnya menyadari bahwa tindakan bodoh ini tidak ada hasilnya. Saya harus melakukan hal yang lain, yaitu aborsi.
Mencari klinik untuk menggugurkan kandungan
Setelah mensurvei beberapa tempat aborsi, akhirnya saya memilih satu untuk menggugurkan kandungan. Saat itu Senin pagi, saya masih ingat sekali perasaan saya saat itu. Saya bangun di pagi hari dengan senang dan penuh antusiasme. Saya gunakan pakaian kesayangan saya dan naik taxi menuju klinik tersebut. Setelah menandatangani surat administrasi, rasa kebebasan terlintas di pikiran saya bagai lampu neon yang berpijar terang.
Setelah pulih dari pengaruh obat bius, saya kembali ke rumah dengan taxi. Saya minta anak-anak dan pembantu membiarkan saya sendirian karena saya sedang tidak enak badan dan flu berat. Suami percaya dengan kebohongan ini. Semua orang di rumah membiarkan saya sendirian untuk beristirahat.
Saat ini saya tetaplah ibu dari 5 anak yang sehat dan tidak satupun dari mereka yang tahu rahasia saya. Setelah mengalami semua ini, saya menyadari menggugurkan kandungan adalah tindakan tidak baik. Aborsi adalah kejam dan saya menyesalinya. Namun, apakah membawa sebuah janin ke dunia ini lalu menolaknya adalah dua kali lebih kejam daripada aborsi itu sendiri?
*Nama penulis sudah diganti untuk melindungi identitasnya.
Ingin membaca kisah nyata lainnya? Klik di sini.
Sumber : Abortion in Singapore : A Mother Shares her Story
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.