Melahirkan caesar sama beratnya dengan persalinan normal. Banyak yang harus dilalui sebelum mengambil keputusan ini. Simak kisah luar biasa para ibu pejuang cesar Indonesia berikut
1. Cesar adalah pintu keselamatan kedua untuk bertemu bayi (Nurul Ismi, 25 tahun)
Ibu muda yang satu ini, pernah mengalami keguguran pada kehamilan pertama. Sehingga dia menjadi lebih hati-hati saat menjalani kehamilan kedua, bahkan memutuskan berhenti dari pekerjaannya saat usia kandungan 2 bulan.
“Saya melakukan segala cara agar bisa melahirkan secara normal, dari senam hamil, terapi hypnobirthing, rutin jalan kaki, naik turun tangga, hingga mengepel jongkok. Semua usaha sudah dilakukan, sisanya tinggal pasrah,” papar pejuang cesar Indonesia satu ini.
Dokter memperkirakan Bunda Ismi akan melahirkan pada usia kehamilan 38 minggu. Akan tetapi, hingga usia kehamilan 39 minggu, Bunda Ismi belum juga merasakan apa-apa.
“Setelah genap 40 minggu, kami kembali menemui dokter. Tapi saya belum juga merasakan mulas, meski sudah diberi stimulasi. Sedangkan air ketuban sudah keruh dan berkurang, bayi juga turun ke panggul dengan posisi kepalanya menghadap ke kanan.”
Karena kondisi ini, dokter khawatir bahwa kemungkinan bayi tidak akan selamat, jika proses kelahiran ditunda lebih lama lagi. Sehingga Bunda Ismi pun berunding dengan seluruh keluarga, dan diputuskan jalan terbaik adalah operasi cesar.
“Saya harus berjuang mengatasi rasa takut ketika masuk ke ruang operasi sendirian, karena peraturan rumah sakit tidak membolehkan ada yang menemani,” ujar Bunda Ismi mengenang.
Alinea Ilustra Elfehyma, lahir dengan selamat pada 10 Juni 2016 pukul 17.10 WIB. Hanya berselang 10 menit sejak ibunya masuk ruang operasi.
Kebahagiaan bisa memeluk putri tercinta, mengalahkan rasa sakit yang dialami Bunda Ismi selama menjalani operasi, dan proses pemulihan yang ia jalani. Seperti yang ia ungkapkan di dalam blog pribadinya.
Menanggapi komentar miring yang pernah datang padanya, soal pilihannya melahirkan secara cesar. Bunda Ismi mengaku tidak peduli.
“Caesar itu seperti pintu keselamatan kedua, yang bisa dibuka untuk bertemu dengan buah hati yang sudah amat dirindukan. Karena banyak kasus kondisi ibu yang memaksakan normal, berujung bayinya tak terselamatkan. Karena sudah kehabisan oksigen di dalam atau sudah minum air ketuban yang keruh.”
“Jika mungkin masih ada sebagian orang, yang mengatakan ibu yang melahirkan caesar itu bukan ibu yang berjuang seutuhnya, atau ibu yang manja. Silakan saja. Mereka tidak berdiri di kaki saya, sehingga mereka tidak tahu apa yang saya alami. Bagi saya perjuangan ibu gak cuma dari proses melahirkan. Masih banyak perjuangan lain,” tegasnya.
2. Cesar atau normal, sama-sama jihad (Nita Ramadhanti, 30 tahun)
“Cesar itu bukan keinginan saya, saya mah inginnya lahiran normal. Apalagi anak saya yang pertama lahir secara normal,” ungkap ibu dua anak yang juga pejuang cesar Indonesia ini ketika dihubungi oleh theAsianparent Indonesia.
Akan tetapi, saat usia kehamilan anak keduanya menginjak usia 39 minggu, dia menjalani tes lab. Hasilnya mengejutkan, tingkat protein di tubuhnya sangat tinggi. Dokter menyatakan dirinya terkena preeklampsia. Maka tak ada pilihan lain untuk menyelamatkan bayi selain cesar.
Artikel Terkait: Waspada Preeklampsia Pada Kehamilan
“Awalnya tanggal 14 November, saya ke bidan dan sudah mengalami bukaan 1, tapi masih jauh. Jadi saya pulang lagi ke rumah, setelah menunggu beberapa hari, bukaan belum bertambah juga. Kemudian tanggal 17 November malam, saya kembali cek ke dokter.”
Satu jam setelah hasil lab keluar, Bu Nita masuk ke ruang operasi dan menjalani cesar. Dastan Abdullah Fattah pun lahir dengan selamat pada 18 November pukul 13.30 WIB.
“Saya yang pernah menjalani persalinan normal, menurut saya cesar ini tidak enak. Proses penyembuhannya lama, capek sedikit langsung sakit.”
Karena preeklampsia, dokter melarang Bu Nita untuk punya anak lagi selama 3-4 tahun kedepan. Sehingga dia langsung dipasangi spiral untuk mencegah kehamilan.
“Menurut saya, tidak ada ibu yang mau melahirkan secara cesar. Namun menjadi alternatif untuk keadaan darurat seperti yang saya alami. Tapi ya kekuranganya, penyembuhannya lama,” ungkapnya.
Untuk orang-orang yang berpandangan negatif, Bu Nita tidak peduli. Karena memang kondisi kesehatannya yang memaksa itu terjadi. Tidak ada seorang ibupun yang bisa tahu, apakah dia akan melahirkan secara cesar atau normal. Karena apapun bisa terjadi dalam waktu 9 bulan.
Baginya yang sudah mengalami dua proses kelahiran, baik cesar maupun normal sama-sama jihad. Sama-sama berisiko kematian, jadi tidak perlu saling menghakimi.
Artikel terkait: Fakta Tentang Cesar yang Harus Diketahui Semua Orang
3. Anak memilih jalan lahirnya sendiri (Dwi Lestari Nugrahani, 31 tahun)
Pejuang cesar Indonesia yang juga ibu satu anak ini, melahirkan anak pertamanya secara cesar pada tanggal 29 Maret 2013. Putra yang diberi nama Azka Zhafran Panajatama itu, lahir dengan selamat di Rumah Sakit Hermina Semarang.
“HPL saya tanggal 23 Maret, tapi sampai tanggal 27 Maret saya belum juga merasakan kontraksi. Kemudian, pada pagi hari tanggal 28 Maret, saya merasakan perut seolah mengecil dan bayi saya tidak bergerak,” kata Bunda yang akrab disapa Mba Hani
Mba Hani sempat merasakan panik, karena dokter kandungan yang selama ini merawatnya di Kendal sedang cuti maka Mba Hani pun berangkat naik bis ke Semarang bersama sang ibu.
Sesampainya di RS Hermina, dan melakukan pemeriksaan CTG (detak jantung). Dokter menyatakan bahwa detak jantung bayinya sudah melemah, dan menyarankan agar menginap di rumah sakit.
Selain itu, kondisi sering kencing yang dialami Mba Hani juga merupakan indikasi air ketuban yang keluar dalam jumlah sedikit. Dia menginap semalam di rumah sakit dan berolahraga untuk memancing pembukaan.
Keesokan harinya, tanggal 29 Maret Mba Hani menjalani prosedur induksi untuk memancing kontraksi dan pembukaan.
“Setelah menjalani induksi 3 kali, belum juga ada pembukaan maupun kontraksi, dokter pun menyarankan untuk operasi cesar. Saya menelepon suami yang sedang kerja di Jakarta untuk meminta pertimbangan, setelah dapat ijin sayapun menandatangani surat-surat dan menjalani operasi.”
Selama prosedur operasi, dari mulai anestesi hingga cesarnya berjalan. Mba Hani selalu memberi sugesti pada dirinya sendiri secara positif, sehingga dia tidak merasakan sakit saat di anestesi, maupun saat operasi.
Bayinya lahir dengan selamat jam setengah lima sore, dengan tangisan kencang yang sehat. Dan saat si bayi diletakkan di dadanya, dia langsung mencari puting ibunya untuk menyusu.
“Saya selalu bilang ke diri saya sendiri, tidak sakit, tidak sakit. Sehingga saya tidak merasa sakit berlebihan paska operasi,” ujar pejuang cesar Indonesia satu ini.
Mba Hani mengaku, keesokan hari setelah operasi dia bisa langsung jalan-jalan mengunjungi kamar bayi. Sedangkan pasien di sebelahnya yang juga operasi cesar, tidak bisa bangun dari tempat tidur selama berhari-hari. Bahkan Mba Hani juga punya adik ipar yang mengaku kapok setelah dioperasi cesar.
“Dari situ saya tahu, daya tahan tubuh setiap orang berbeda. Dan sugesti positif itu sangat bermanfaat untuk mempercepat pemulihan kita.”
Mba Hani menambahkan, “Dimanapun persalinannya, itu sudah kehendak Allah. Dan keinginan anak sendiri dia mau lahir lewat jalan yang mana. Mommies War yang selama ini seharusnya tidak perlu, karena masing-masing ibu tahu yang terbaik bagi anaknya.”
Artikel Terkait: Perdebatan Tak Perlu yang Sering Dilakukan Para Ibu
4. Atas kehendak Allah, saya melahirkan 5 anak secara cesar dengan selamat (Suryanti Oeking, 43 tahun)
“Saya punya lima orang anak, semuanya lahir secara cesar. Anak pertama inginnya lahir secara normal, tapi pembukaan tidak bertambah. Walau sudah menunggu dua hari dua malam, dan juga diinduksi, pembukaan masih 4, akhirnya cesar,” ungkap ibu Suryanti.
“Anak kedua juga begitu, ingin lahir secara normal,” tambahnya. “Tapi setelah menunggu sehari semalam, pembukaan hanya sampai 2, akhirnya cesar lagi. Anak ketiga dan seterusnya langsung cesar, dengan jarak kelahiran rata-rata dua tahun.”
Bu Suryanti pernah bertemu dokter, yang mengatakan bahwa memiliki anak dengan jalan cesar hanya bisa tiga kali. Karena kalau lebih, bisa membahayakan nyawa sang ibu. Beruntung, Bu Suryanti bisa mematahkan anggapan tersebut. Dia bisa melahirkan lima anak melalui cesar, dan semuanya sehat.
Bu Suryanti juga mengaku, bahwa memiliki lima orang anak sama sekali tidak direncanakan. Dia sudah berusaha menjalani KB, akan tetapi Tuhan menghendaki lain.
“Sebenarnya, sejak awal saya sudah menjalani program KB. Dari anak pertama hingga kelima, saya sudah mencoba pil, spiral, dan lain-lain. Tapi semuanya tidak berhasil, setelah cesar yang kemarin. Saya langsung disterilkan, sehingga tidak bisa punya anak lagi.”
Bu Suryanti masih bisa melakukan banyak aktifitas dan selalu sehat, meski pernah menjalani cesar sampai lima kali. Dia mengaku, selalu menuruti saran dokter untuk pengobatan pasca cesar, dan juga menggunakan obat herbal seperti sarang semut.
Yang pasti, dukungan dari suami dan anak-anak membuat Bu Suryanti selalu semangat untuk pulih dan menjadi sehat.
“Melahirkan itu takdir seorang perempuan, jika situasi dan keadaan memaksa untuk cesar, kenapa tidak? Yang terpenting bayi dan ibu selamat,” tegasnya.
5. Saya kecewa tapi bersyukur (Christiara Ully, 27 tahun)
Dalam kehamilan pertamanya, Bunda Christiara yang juga pejuang cesar Indonesia ingin bisa menjalani persalinan normal.
Sehingga ia melakukan berbagai upaya seperti senam hamil, dan sebagainya. Beberapa minggu sebelum melahirkan, diketahui ada lilitan tali pusar yang melingkupi bayi, namun dokter mengatakan masih ada kemungkinan untuk melahirkan normal.
Pada usia kehamilan 40 minggu lebih tiga hari, Bunda Christiara mulai mengalami kontraksi. Namun hingga keesokan harinya, pembukaan belum bertambah, dan bayi belum juga turun ke panggul.
“Total 36 jam saya mengalami kontraksi, namun pembukaan tidak pernah bertambah, hanya satu. Sedangkan ketuban belum juga pecah, dan bayi sudah stres di dalam kandungan,”
Karena kondisi tersebut, dokter menyarankan Bunda Christiara untuk melakukan operasi cesar. Sebab bayi juga BAB di dalam rahim karena stres. Demi keselamatan sang bayi, maka ibu anak satu ini memutuskan untuk melahirkan anak pertamanya lewat jalan cesar.
Benjamin lahir dengan selamat pada 4 Februari 2017, pukul 15.26 WIB di Rumah Sakit Carolus Gading Serpong.
Meski tidak sesuai dengan keinginannya untuk bisa melahirkan secara normal, Bunda Christiara bersyukur karena bisa melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan sang bayi.
“Sebenarnya saya agak kecewa, karena awalnya saya ingin melahirkan secara normal. Tapi sekarang sih, bagi saya yang penting anak saya selamat, sayanya juga baik-baik saja,” ungkapnya.
Bunda Christiara juga sempat menerima cemoohan karena memilih jalan cesar. Namun baginya, itu semua tidak penting, karena persalinan hanyalah satu peristiwa. Yang paling penting adalah proses setelahnya, yakni menjadi orangtua yang baik bagi anak.
“Mau cesar atau normal yang penting ibu dan anak selamat, tidak ada kekurangan apapun. Cesar ini mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, jadi seharusnya dihargai,” pungkasnya.
***
Dari kisah para ibu pejuang cesar Indonesia ini, diketahui bahwa keputusan memilih operasi cesar adalah pilihan terbaik yang mereka ambil. Mengingat kondisi yang bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi.
Mereka semua memiliki kesamaan, yakni sama-sama ingin melahirkan secara normal. Namun naluri keibuan mengalahkannya, mereka lebih ingin sang bayi selamat, dan cesar adalah jalan yang bisa mereka pilih.
Mari kita buang semua pemikiran yang bersifat menghakimi, ibu pejuang cesar Indonesia ini membuktikan, bahwa apapun pilihan proses persalinannya, mereka tetaplah seorang ibu yang memperjuangkan segalanya demi sang anak.