Meninggal di Kereta; Kisah Mengharukan Bayi Pejuang Atresia Bilier

Atresia Bilier merenggut nyawa bayinya. Umu Salamah mendapati buah hatinya telah kaku di pelukan. Nasywa hanya dapat bertahan hidup selama 11 bulan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Atresia Bilier merenggut nyawa bayinya. Umu Salamah mendapati buah hatinya telah kaku di pelukan.

Saat itu, ia dalam perjalanan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan KRL. Komplikasi pada nafas, ginjal, pencernaan, dan organ dalam yang lain membuat Nasywa hanya dapat bertahan hidup selama 11 bulan.

“Saya merasakan, malam Nasywa mulai susah bernafas. Saya segera membawanya ke RSCM. Saya dan ayahnya berangkat dari Bekasi ke Jakarta dengan KRL. Kondisi jalan Bekasi-Jakarta selalu macet pada jam pulang kerja. Tidak ada ambulan yang tersedia untuk kami,” ujarnya nanar.

“Di gerbong KRL itulah, dalam pelukan saya, Nasywa menghembuskan nafas terakhirnya. Saya tidak bilang pada petugas KRL saat itu karena saya takut diturunkan dari kereta dan memancing kehebohan. Ia sudah dingin ketika kami sampai di RSCM.”

Sejak usia 5 hari, kulit Nasywa mulai menguning. Selain itu, kotorannya berwarna pucat dan urinenya pun berwarna kuning gelap.

Dokter memvonis bahwa bayinya menderita penyakit Atresia Bilier. Padahal, menurut Umu, kondisi Nasywa di kandungan dan saat dilahirkan sehat.

Bedah Kasai yang sempat dijalani Nasywa gagal. Berat badannya tak kunjung naik. Sebelum sempat transplantasi hati, Nasywa sudah pergi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ia adalah bayi kesekian yang meninggal sebelum operasi transplantasi hati dilakukan. Mendiang bayi Nasywa tidak sendiri, almarhum bayi Fatih (Jakarta), Syahira (Tangerang), dan banyak lagi bayi yang lainnya juga sudah tiada.

Dari kelahiran 18.000 bayi, minimal ada 1 bayi yang terjangkit Atresia Bilier. 

Saat ini, yang masih berjuang untuk bisa transplantasi hati adalah bayi Desvana, bayi Linda (Kalimantan), bayi Akbar (Bintan), bayi Faris (Jakarta), bayi Astro (Kediri), dan banyak lagi lainnya.

Atresia Bilier adalah penyakit yang disebabkan tidak sempurnanya saluran empedu di dalam ataupun luar hati. Biasanya, penyakit ini menyerang bayi yang baru lahir. Sampai sekarang, belum ditemukan penyebab pasti dari penyakit Atresia Bilier.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa bakteri cytomegalovirus, reovirus, ataupun rotavirus yang menginfeksi bayi saat proses melahirkan jadi penyebab utama penyakit ini. Sistem imun yang lemah dan gagalnya perkembangan hati serta bile saat di kandungan juga diduga turut memicu perkembangan Atresia Bilier.

Di Indonesia, vaksin untuk bakteri tersebut belum wajib. Statusnya hanya direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Agar sembuh, bayi Atresia Bilier di bawah usia 2 tahun harus menjalani prosedur bedah Kasai. Jika pembuatan jalur empedu pada Kasai gagal, bayi terpaksa harus menjalani transplantasi hati.

Dalam kasus bayi Nasywa, bedah Kasai yang ia jalani gagal. Tubuhnya tidak dapat menyerap nutrisi dari ASI sehingga berat badannya menurun drastis. Hal itu dibarengi dengan semakin banyaknya komplikasi organ dalam yang terjadi di dalam tubuh.

Solidaritas Para Pejuang Hati

Operasi transplantasi hati di Indonesa hanya ada di RSCM dan Rumah Sakit Soerdjito Yogyakarta. Pasien dari berbagai daerah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.

Berada pada kondisi yang sama membuat mereka bersolidaritas dengan pasien lainnya. Dari sana, terbentuklah komunitas pejuang hati Atresia Bilier.

Adanya BPJS tidak membuat perawatan jadi lebih murah. Pasalnya. orangtua harus tetap membeli sendiri susu khusus untuk bayi Atresia Bilier seharga Rp 300.000,00.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dibutuhkan rata-rata 10-30 kaleng sebulan untuk satu bayi tergantung dengan usia dan dosisnya. Susu tersebut dimasukkan ke saluran pencernaan lewat selang NGT (Naso Gastric) yang dipasang pada salah satu hidung bayi.

Belum lagi, BPJS hanya membayar 250 juta dari total biaya 1 milliar yang dibutuhkan untuk transplantasi hati. Kondisi keuangan keluarga pasien juga akan makin sulit jika mereka datang dari luar daerah Jogja maupun Jakarta.

Bahkan, beberapa orangtua pasien ada yang terpaksa keluar dari pekerjaannya karena sibuk menjaga anaknya yang sakit. Ada juga yang terpaksa bercerai dari suaminya karena sang ayah tidak ingin direpotkan dengan bayi yang sakit-sakitan.

Kondisi psikologis, finansial, dan fisik yang serba tidak stabil inilah yang membuat keluarga bayi Atresia Bilier berjejaring dalam Komunitas Pejuang Hati.

Salah satu bentuk solidaritas dilakukan oleh Tengku Adri asal Medan. Ia bercerita bahwa awalnya, ia adalah ketua tim penggalangan dana untuk Bayi Nyfara Siregar yang akan transplantasi hati ke Singapura. Saat itu biaya yang dibutuhkan bayi Nyfara sebanyak 1,2 miliar.

“Namun, dalam proses pengobatannya, Nyfara meninggal. Dari sana saya dan para relawan sepakat mendirikan Nyfara Fondation khusus untuk penderita Atresia Bilier.” Kenangnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ia dan relawan Atresia Bilier lainnya memahami bahwa rawat inap dan rawat jalan membutuhkan biaya yang besar. Keluarga pasien dari luar kota seringkali harus menyewa rumah secara harian di Jogja maupun Jakarta.

Nyfara Fondation berinisiatif untuk menyewa sebuah rumah teduh untuk keluarga pasien agar mereka bisa mendapat tempat tinggal sementara secara gratis saat berobat jalan. Karena mereka menyadari bahwa selain biaya medis yang besar, biaya akomodasi selama merawat anak di rumah sakit juga sangat berat.

Nyfara Fondation

Anda juga bisa membantu para pejuang hati melalui Nyfara Fondation dengan transfer ke rekening Bank Syariah Mandiri cabang Gajah Mada – Medan Nomer 706 – 740 – 3888 (kode transfer ATM bersama : 451) Atas nama: Yayasan Nyfara. Informasi soal Nyfara Fondation bisa diakses lewat laman https://nyfara.or.id/.

 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Baca juga:

Cegah Virus pada Kehamilan dengan Vaksin

Penulis

Syahar Banu