Memiliki pasangan yang mencintai sepenuh hati pastinya merupakan sebuah bentuk kebahagiaan yang tak ternilai. Perasaan saling mencintai ini kemudian menghasilkan ikatan emosi yang kuat antara pasangan. Namun, kondisi ini bisa berubah dari sekadar saling mengisi menjadikan seseorang malah ketergantungan pada pasangan.
Hal ini terjadi ketika salah satu pasangan atau bahkan keduanya mencurahkan perasaan serta emosi yang terlalu besar pada hubungan mereka. Dalam bahasa pergaulan, keadaan semacam ini rasanya setali tiga uang dengan bucin alias budak cinta, tetapi boleh jadi pada tingkatan yang lebih parah.
Artikel terkait: 10 Hal Yang Sebaiknya Tidak Anda Katakan Pada Suami
Kapan Seseorang Dikatakan Ketergantungan pada Pasangan?
Secara lebih rinci, ketika seseorang merasa segenap harapan dan kebahagiaan hidupnya terletak pada pasangannya, maka saat itulah ia dikatakan ketergantungan pada pasangannya. Ia bahkan merasa dirinya berharga apabila sudah mendapatkan pengakuan dari orang yang dianggapnya sangat istimewa itu.
Coba bayangkan situasi seperti ini: Anda merasa pasangan adalah sosok yang paling sempurna untuk mengisi segala kekosongan dalam hidup Anda, dialah segala-galanya yang Anda butuhkan. Maka ekspektasi yang kemudian muncul adalah ia akan bisa membahagiakan Anda sepenuhnya.
Masalahnya, manusia adalah makhluk yang sangat dinamis dan bisa berubah sewaktu-waktu. Hal yang lebih penting lagi, sikap seseorang tidak mungkin selalu sejalan seratus persen seperti yang kita harapkan.
Menggantung harapan yang berlebihan kepada pasangan ini akhirnya bisa menjadi senjata makan tuan. Dalam istilah psikologis, rasa ketergantungan itu dinamakan relationship contingent self-esteem atau RCSE.
Artikel terkait: 3 Alasan Hubungan dengan Suami Renggang Setelah Punya Anak
Apa Penyebab RSCE?
Para peneliti percaya bahwa RSCE ada hubungannya dengan tiga kebutuhan dasar yang memberikan self esteem (harga diri) pada individu.
- Otonomi, yaitu perasaan bahwa Anda memegang kendali penuh atas perilaku Anda sendiri.
- Kompetensi, merasa cakap atas apa yang Anda lakukan.
- Keterikatan, perasaan memiliki dan terikat.
Nah, apabila ketiga kebutuhan ini terpenuhi, seseorang akan menciptakan keintiman yang otentik dengan orang lain. Namun jika tak terpenuhi, orang tersebut mungkin mencari sumber lain, misalnya dengan menjalin hubungan romantis.
Orang yang dalam kondisi RSCE pada akhirnya akan bekerja sangat keras untuk mendapat pengakuan dari hubungannya. Ia bahkan bisa jadi menyakiti pasangan dan dirinya sendiri. Meski ia memang benar-benar berkomitmen terhadap pasangannya, tetapi itu adalah jenis komitmen yang tidak mendorong kebahagiaan, kepuasan, atau keintiman sejati.
Dampak Buruk RSCE dan Ketergantungan pada Pasangan
Ketergantungan yang berlebihan pada pasangan dapat membawa masalah baru. Misalnya, membuat seseorang terlalu sensitif terhadap setiap peristiwa negatif dalam hubungan, apa pun penyebabnya. Maka orang dengan RSCE lebih mungkin mengalami masalah seperti stres, kecemasan, dan depresi sebagai hasilnya.
Sebuah studi tahun 2008 oleh para peneliti University of Houston menyamakan mereka yang memiliki tingkat RCSE yang tinggi seperti orang yang diikat di haluan kapal. Bahkan riak terkecil pun bisa tampak seperti gelombang pasang baginya. Orang tipe ini tidak mampu melihat kritik atau masalah sebagai bagian dari pembelajaran.
Apalagi saat RCSE berpasangan dengan kecemburuan, seperti yang sering terjadi, penelitian menunjukkan bahwa hal itu dapat meningkatkan kemungkinan seseorang beralih ke alkohol untuk mengatasi perasaan tidak menyenangkan dari hubungannya.
Pada akhirnya, RSCE dapat merusak kemampuan Anda untuk melihat diri Anda terpisah dari hubungan, sehingga menyebabkan kehancuran emosional jika hubungan dengan pasangan berakhir. Paradoksnya, hal itu juga dapat menyebabkan Anda melupakan kebutuhan orang lain saat terlalu berfokus untuk “memberi makan” harga diri Anda sendiri.
Artikel terkait: 5 Topik Diskusi Untuk Menghangatkan Hubungan Suami Istri
Membangun Hubungan yang Lebih Sehat
Pertama-tama, ajukan pertanyaan-pertanyaan ini untuk diri Anda sendiri:
- Jika hubungan Anda tiba-tiba berakhir, bagaimana hal itu akan memengaruhi perasaan Anda tentang diri sendiri?
- Apakah Anda merasa diri sendiri kurang berharga saat berada dalam sebuah hubungan?
- Jika ada masalah dalam hubungan, apakah itu meniadakan semua sumber kegembiraan lain dalam hidup Anda?
- Apakah Anda merasa seolah-olah tidak pernah mendapatkan cukup jaminan dan keintiman dari pasangan?
Nah, sekarang mari menganalisis hubungan dengan pasangan selama ini. Sudahkah hubungan terbangun dengan sehat atau malah sangat ketergantungan pada pasangan, bahkan bisa sampai toksik? Jika beberapa poin pertanyaan di atas jawabannya adalah ya, itu artinya Anda perlu mengubah cara pandang tentang pasangan dan makna sebuah hubungan.
Baca juga:
Bertengkar dengan Pasangan? Lakukan 6 Hal Ini Agar Hubungan Kembali Harmonis
Pentingkah Membuat Jadwal Hubungan Intim dengan Suami? Ini Jawabannya!
4 Rahasia Agar Hubungan Langgeng Berdasarkan Penelitian Selama 50 Tahun