Apa yang dirasakan seorang ibu saat menemani buah hatinya berjuang antara hidup dan mati di ruang isolasi? Ada harap dan cemas yang berkelindan di hati. Juga kesedihan yang menguras emosi. Dalam kondisi ini, kesabaran hati ibu benar-benar diuji.
Perjuangan seorang ibu saat anaknya dirawat karena Covid-19 ini sungguh luar biasa. Tiga minggu anaknya mengalami gejala berat dengan kondisi yang naik turun. Ketika perhatiannya terpusat pada sang anak, tiba-tiba suaminya meninggal dunia. Tak lama kemudian sang buah hati pun menyusul ayahnya.
Kesabaran Hati Ibu saat Merawat Anak yang Sakit Kritis
Kisah yang sangat menyentuh ini dibagikan oleh seorang dokter anak di Riau, Dokter Citra Cesilia, Sp.A. Ia menceritakan bagaimana ibu dari pasiennya di highlight story Instagramnya.
“Teman-teman, gue mau cerita…,” tulis dokter Citra mengawali kisahnya.
Sudah tiga minggu lebih pasien dokter Citra dirawat karena Covid-10 dengan gejala berat. Sejak awal perawatan, anak itu membutuhkan ruang intensif tetapi sayang tidak kebagian karena masih penuh dan harus menunggu giliran.
Anehnya, saat ruang ICU tersedia, kondisi anak itu tiba-tiba membaik sehingga ruangan itu diberikan kepada pasien lain yang kondisinya lebih buruk. Namun, saat ruangan sudah ditempati pasien lain, justru kondisinya kembali turun, bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
“Sejak kemarin pasien ini BAB darah merah segar keluar dari anus karena ada hemorrhoid yang pecah. Rencana transfusi PCR 2 kantong, tapi persediaan kurang,” kata dr Citra.
Segala cara pun dilakukan oleh tim medis di rumah sakit agar perdarahannya berhenti namun gagal. Di saat masa kritis seperti ini, beban ibu dari pasien itu bertambah dengan adanya kabar buruk dari rumah.
“Sampai pagi ini di saat ibunya pusing nyari donor darah, tiba-tiba ibunya mendapat kabar kalau suaminya (ayah pasien ini) meninggal,” lanjutnya.
Artikel terkait: Bikin Meleleh! Anak Kirim Surat ke Ayahnya Bertuliskan: “Semangat Ayah!”
“Saya takut… anak saya menyusul ayahnya..”
Ibu itu pun meminta dr Citra agar mengamankan ponsel anaknya agar sang anak tidak tahu kalau ayahnya sudah meninggal.
“Saya takut dia buka-buka HP, ayahnya meninggal barusan. Saya takut dia drop mendengar berita ini,” kata ibu itu kepada dr Citra.
Dengan lugas ibu itu meminta bantuan dokter yang merawat anaknya tanpa menangis atau pun teriak-teriak histeris dan tanpa drama. Alih-alih mengumbar kesedihan, ia lebih mengkhawatirkan anaknya, takut dia shock mendengar kabar kematian sang ayah lalu kondisinya semakin buruk.
“Kebayang nggak sih, lagi sibuk ngurusin donor untuk darah anak, anak lagi perburukan, mana Covid-19 terkonfirmasi positif pula. Eh, tiba-tiba dengar kabar suami meninggal,” papar dr Citra.
Saat ia keluar dari ruang isolasi, dr Citra melihat ibu itu tengah duduk termenung di selasar rumah sakit. Ketika dihampiri, ibu itu menanyakan apakah HP anaknya sudah diamankan. Saat ditanya mengapa, ia mengaku takut.
“Saya takut… anak saya menyusul ayahnya..,” tukas sang ibu.
Dokter anak yang berhijab itu pun secara refleks memegang pundak ibu itu, mencoba menguatkannya.
“Bu, sabar ya..,” ujarnya.
Seketika tangis ibu itu pun pecah sembari memeluk bu dokter yang merawat anaknya.
Ibu Pasien yang Paling Sabar
Menurut dr Citra, ibu ini adalah salah satu orangtua pasien yang paling sabar yang pernah ia temui. Ia sama sekali tidak pernah mengeluh hingga terkesan cuek pada anaknya padahal jauh di lubuk hatinya ia menyimpan kesedihan.
Di saat anak dan suaminya sakit, ibu itu masih tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Karena itu, ia tidak punya waktu untuk bersedih. Mengetahui suaminya meninggal, ia segera bangkit dari keterpurukan. Masih ada anak kecil yang membutuhkan energinya.
Ia langsung berpikir bagaimana agar anaknya segera mendapat donor dan dapat dipindah ke kamar ICU sembari tetap mengurus pemakaman suami. Kesabaran hati ibu ini patut diapresiasi, tak semua orang bisa setegar dia.
Lalu tiba-tiba semuanya menjadi mudah. Donor darah dan ruang ICU tersedia bagi pasien anak itu.
Namun sayang, kegembiraan itu hanya berlangsung singkat. Setelah 23 hari bertahan hidup, sang anak akhirnya pulang ke rahmatullah, menyusul ayahnya. Diketahui syok hipovolemik menjadi penyebab kematiannya.
Mengutip KlikDokter, syok hipovolemik merupakan kondisi ketika tubuh mengalami kehilangan lebih dari 20 persen darah atau cairan. Kehilangan cairan yang berat ini membuat kerja jantung untuk memompa darah dengan baik ke seluruh tubuh menjadi lebih berat.
Artikel terkait: Haru Sekaligus Pilu, Ini Pemotretan Bayi dengan Foto Ibunya yang Sudah Meninggal
Pelajaran berharga dari Kesabaran Hati Seorang Ibu
Kisah ibu yang begitu tegar itu, memberi kita pelajaran yang sangat berharga seperti yang dituliskan oleh dr Citra.
Pelajaran #1
Kadang kita merasa hidup kita sudah paling menderita, paling susah. Padahal di luar sana ada banyak orang yang hidupya jauh lebih lebih sulit tapi bedanya mereka tidak mengeluh. Ungkapan di atas langit masih ada langit itu juga berlaku untuk penderitaan.
Pelajaran #2
Kadang kita merasa Allah meletakkan kita di titik terendah dalam hidup kita, sendirian. Namun, kenyataannya Allah tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Saat kita pasrah, pertolongan Allah datang dari pintu mana saja, kapan saja. Begitu cara Tuhan menunjukkan kuasanya terhadap manusia.
Pelajaran #3
Seorang ibu, sehancur-hancurnya perasaannya, masih tetap memikirkan anak. Anakku bagaimana? Lantas karena memikirkan anak, tiba-tiba mendapat kekuatan entah dari mana, bisa melewati semuanya.
Itulah kenapa ada ungkapan bahwa tangan wanita itu diciptakan dua, satu memegang anak, satu lagi memegang suami. Jika genggaman untuk suami terlepas, ingat tangan yang satu lagi masih ada untuk memegang anak.
Semoga kita semua bisa belajar banyak dari kesabaran hati ibu ini yang luar biasa. Ibu ini telah mengajarkan kita arti perjuangan yang sesungguhnya.
Baca juga:
Kenali 10 Tanda Anda Mulai Lelah karena Beban Pekerjaan, Jangan Anggap Enteng!