Pada dasarnya sudah menjadi tanggung jawab seorang ibu untuk mengurus buah hatinya. Saat melakukan, sebaiknya ibu pun harus memiliki rasa keikhlasan dalam mengurus anak.
Hal inilah yang terjadi dalam hidup saya, tepatnya setelah sekitar enam bulan lalu terkena PHK akibat pandemi COVID-19. Setelah terkena PHK, mau tidak mau saya harus menghabiskan sebagian besar waktu di rumah untuk mengurus anak-anak.
Artikel terkait: Jadi Ayah baru, Komikus gambarkan Situasi Nyata dunia Parenting
PHK Membuatku Menjadi Ibu Rumah Tangga Seutuhnya
Sekitar enam bulan lalu, saya terkena PHK. Sejak saat itu, jadilah saya seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak perempuan, berusia 8 dan 4 tahun.
Sebenarnya sejak lulus SMA pada tahun 2002, saya sudah langsung bekerja. Jadi dapat disimpulkan kalau hampir separuh hidup saya dihabiskan dengan bekerja.
Setelah menikah pun saya tetap bekerja. Sementara untuk urusan rumah, selalu ada orang lain yang mengurus anak dan rumah. Intinya saya sudah terbiasa hidup enak dan santai, dalam artian tidak pernah merasakan repotnya mengurus anak dan rumah.
Biasa pergi kerja pagi, pulang malam dalam kondisi rumah sudah bersih, makanan tersedia dan anak-anak sudah terurus. Namun, sekarang baru merasakan bagaimana sulitnya mengurus anak dan rumah.
Artikel terkait: Ibu rumah tangga bahagia punya 12 kebiasaan ini, apakah Bunda sudah melakukannya?
Pengorbanan Menjadi Ibu Rumah Tangga
Awal pertama full di rumah terkadang menangis di malam hari ketika sedang mencuci baju. Sebab, saya baru merasakan bagaimana lelahnya harus menyiapkan makan pagi, siang, dan malam. Apalagi diperparah dengan kondisi saya tidak bisa memasak.
Satu hal yang lebih luar biasa lagi adalah mengurus anak. Saya baru tahu ternyata sifat dan kelakuan anak pertama dan kedua sangat jauh berbeda, padahal keduanya perempuan.
Anak pertama punya sifat manis, menurut, tidak terlalu aktif, dan sangat mandiri. Sedangkan anak kedua kebalilakannya, ia pemberontak, berani, aktif, dan luar biasa pintar.
Saya berfikir bahwa anak kedua saya ini mempunyai sifat sama seperti kakaknya, tetapi ternyata jauh berbeda. Hampir setiap hari saya marah-marah, emosi, dan kacau. Namun, alhamdulillah Allah masih sayang kepada saya.
Di balik semua cobaan ini Allah membuka mata, hati, dan pikiran saya bahwa keadaan inilah yang harusnya saya rasakan sejak dahulu dari awal menikah. Kerepotan dan kekacauan ini yang seharusnya saya rasakan.
Artikel terkait: Ini sisi positif dan negatif jika suami istri lakukan perang dingin setelah bertengkar
Keikhlasan Mengurus Anak dan Keluarga Adalah Kunci Kebahagiaan Ibu
Seiring berjalan waktu, sekarang pelan-pelan saya coba menerima semua ini. Selama ini saya terlalu egois, ternyata intinya cuma IKHLAS. Saya pasrah dan menerima keadaan ini, dan benar ternyata saya mendapatkan kebahagiaan lain yang luar biasa yang belum pernah saya rasakan.
Melihat mereka setiap detik, merasakan setiap embusan napas mereka, memeluk, dan mencium mereka setiap saat. Sekarang saya seperti tidak mau jauh dari mereka, tidak terlintas lagi untuk bekerja. Tidak pernah ada kata terlambat.
Saya seperti seseorang yang baru menjadi ibu, padahal pernikahan sudah berjalan 9 tahun. Saya mau terus belajar, saya mau terus memperbaiki diri. Selalu berfikir betapa beruntungnya saya memiliki 2 malaikat cantik dan sehat, serta suami yang hebat dan baik hati, mau mengerti dan mengalah.
Jadi bagi saya, keikhlasan mengurus anak dan keluarga adalah salah satu kunci kebahagiaan seorang ibu.
Ditulis oleh Fenny Fathimah
Baca juga:
“Menjadi ibu, proses belajar yang tak pernah usai,” ujar Bunda ini
Meski Beda Agama, 7 Pasangan Selebriti Ini Rayakan Idul Fitri Bersama