Aku adalah seorang ibu rumah tangga dengan mempunyai 6 orang anak. Usiaku sekarang 32 tahun. Aku ingin berbagi cerita dan pengalamanku tentang persalinan dan saat kehilangan dua bayi. Saat aku hamil anak ketiga, satu minggu sebelum melahirkan seperti biasa aku kontrol ke rumah sakit. Saat itu, kondisi janinku sehat dan lengkap, semuanya normal.
Tapi semua berubah saat antri untuk ambil vitamin di farmasi. Aku berdampingan dengan seorang ibu yang sedang menggendong bayi, dia sedang mengambil banyak bedak banyak sekali. Saat itu aku sama sekali tidak curiga sakit apa si bayi itu.
Kisahku Kehilangan Dua Bayi, Semua Berawal dari Gejala Demam
Beberapa hari setelah pulang kontrol dari rumah sakit, aku merasakan badanku tidak enak, aku demam sampai 3 hari. Saat itu aku tidak tahu kalau demam pada ibu hamil berbahaya dan harus segera ke rumah sakit, aku pun hanya minum paracetamol saja. Saat siang turun demamnya tapi saat sudah sore hari mulai panas lagi.
Tepat di 1 Oktober 2013 pagi ternyata keluar bintik bintik merah di seluruh badanku sampai ke wajah. Suami tidak khawatir karena sudah tidak demam lagi. Tapi, saat sore harinya saat suami pulang kerja aku bilang ada flek di celana dalamku.
Akhirnya setelah suamiku sholat magrib kami berdua pergi ke rumah sakit, kedua anakku kami titipkan di rumah ibu suamiku. Lalu, kami pergi ke klinik bersalin tempat kelahiran anakku yang kedua.
Saat diperiksa oleh bidan, ia panik dan menyarankan kami pergi ke rumah sakit karena saat diperiksa pembukaan, air ketuban terasa hangat. Menurutnya, ini tak normal.
Bidan bilang bahwa ia bisa saja merawatku, tapi dia khawatir dengan bayinya. Sebab, saat itu tidak lengkap peralatannya tanpa bilang alasan yang lain.
Artikel Terkait: 5 Infeksi kehamilan yang bisa sebabkan bayi lahir mati atau stillbirth, hati-hati!
Aku pun Dibawa ke Rumah Sakit
Sampailah di rumah sakit, lalu aku dibawa ke ruang persalinan untuk diperiksa. Ternyata sudah pembukaan 8.
Saat di CTG denyut bayi sudah menurun, dokter baru datang saat pembukaan 9 karena tadi sudah dalam perjalanan pulang ke rumah nya. Dokter bilang ini harus caesar tapi lagi-lagi dokter pun tidak menyebutkan alasannya.
Bayiku pun Lahir, Tapi…..
Andai saja saat itu dokter berkata ini sudah gawat janin aku dan suamiku pasti langsung setuju caesar. Lalu, 15 menit kemudia bayiku lahir, berjenis kelamin laki-laki, anak yang begitu kami inginkan karena kedua anakku sebelumnya adalah perempuan.
Tapi bayiku tidak seperti kedua anakku yang lain. Dia lahir tidak menangis, melainkan seperti seorang sedang tercekik. Dan suamiku bilang air ketubannya hijau sekali, pekat, tidak seperti sebelumnya.
Kami panik, dokter dan suster pun panik melihat bayiku terus disedot mulutnya dengan alat. Sampai akhirnya dia menangis juga dan langsung dibawa ke ruang NICU untuk perawatan selama 27 hari.
Namun, Takdir Berkata Lain
Tapi ternyata dia tidak bisa bertahan bayiku meninggal dengan keadaan cacat otak. Dokter anakku bilang jika bayiku masih ada, dia akan hidup seperti anak kekurangan mental, lambat berjalan, lambat berbicara, dan lambat berpikir. Aku memeluk, mencium dan menggendongnya untuk pertama kali saat dia sudah tidak ada.
Sedih, hancur, kecewa jadi satu. Berharap bayiku sembuh tapi Allah ternyata lebih sayang kepadanya.
Tuhan pun Menganugerahkan Lagi Kehamilan
Tiga bulan setelah kepergian anakku yang ketiga, aku positif hamil anak laki-laki lagi. Senang rasanya bisa punya anak laki-laki lagi.
Tapi karena suamiku trauma ke rumah sakit, jadi kami hanya periksa kandungan 1 kali saja untuk USG. Aku pun melahirkan anakku yang keempat di bidan dekat rumah.
Tapi aku merasakan feeling tidak enak. Karena saat melahirkan anak sebelumnya, dari awal ngeflek biasanya tak lama lahir. Tapi, kenapa ini ngeflek dari pagi baru melahirkan tepat tengah malam.
Sore hari aku sudah merengek minta diantar kerumah sakit saja, tapi suamiku tetap tidak mau. Dia bersikeras agar aku melahirkan dibidan saja.
Akhirnya aku mengalah dan berdoa semoga bayiku tidak apa apa. Tepat tengah malam pada tanggal 27 Oktober 2014 (tepat 1 tahun kematian anaku yang ketiga), anak keempat kami lahir dengan jenis kelamin laki-laki.
Saat itu tidak ada hal yang mencurigakan, semua normal. Tapi saat aku bertanya kepada bidan berapa berat bayiku dia hanya bilang besok saja, katanya ia capek sekali karena baru kali ini membantu persalinan seorang diri.
Artikel Terkait: Mendirikan Rumah Ramah Rubella, Grace Melia: “Terharu Bisa Mendekatkan Hubungan Orangtua dan Anak”
Hal yang Mengejutkan pun Terjadi
Aku sama sekali tidak curiga, tapi keesokan harinya aku bilang kepada bidan soal anaknya yang tidak mau menyusu. Akhirnya setelah dimandikan oleh bidan, bayiku diberi susu formula.
Aku yang menyendoki susu ke dalam mulutnya. Tapi, setiap kali susu masuk kedalam mulutnya dia langsung mual dan tak lama mengeluarkan cairan berwarna hitam dari mulut nya.
Aku bilang kepada bidan dia hanya bilang “Nanti ya Bu,tunggu bidan pemilik klinik datang”. Akhirnya sore hari saat aku meminta pulang bidan memandikan bayiku di situ, bidan baru curiga kok aneh popoknya dari pagi tetap bersih.
Akhirnya dia lapor ke bidan pemilik klinik. Saat itulah baru diperiksa semua kelengkapan tubuh anakku. Ternyata bayiku tidak punya anus.
Aku panik suamiku juga langsung kami bergegas pergi ke rumah sakit membawa bayiku yang malang. Saat diperiksa dokter semua ternyata anakku mempunyai 3 kelainan sekaligus Atresia Ani, down syindrome, PDA, dan HSD.
Dokter bilang kemungkinan virus rubella pada ibu masih ada belum sepenuhnya hilang. Hari ketiga anakku dioperasi untuk membuat saluran pembuangan di perutnya.
Anakku selama 6 bulan pertama dia sehat. Tapi, saat usia 6 bulan 2 hari dia harus dirawat di ICU karena pneumonia. Setiap bulan sampai usia 10 bulan dia ke luar masuk ICU. Selama 2 minggu dirawat di rumah sakit, 2 minggu di rumah, begitu seterusnya sampai usia 10 bulan.
Kami pun Harus Kehilangan Lagi….
Akhirnya dokter jantung anakku bilang dia harus dioperasi jantung untuk menutup salah satu lubang di jantungnya di RSCM. Tapi, satu bulan sebelum jadwal operasi jantungnya anakku akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di ICU karena pneumonia berulang.
Dokter bilang jantung anakku tiba-tiba berhenti berdetak, kalau orang dewasa disebut serangan jantung mendadak. Sedih, kecewa, hancur untuk kedua kalinya karena telah kehilangan kedua anak laki-laki yang begitu kami inginkan.
Tapi aku sadar ini adalah yang terbaik untuknya. Dia tidak akan merasakan sakit lagi dan tidak merasakan sakitnya dioperasi jantung yang kata dokter tingkat keberhasilan hanya 50 persen.
Semua Ada Hikmahnya
Alhamdulilah, sekarang aku sedang mengandung 30 Minggu. Anak kami yang ada 4 anak perempuan dan dokter bilang bayi dalam kandunganku juga perempuan. Sampai saat ini kami masih mengharapkan anak laki-laki lagi.
Tapi, kami tetap bersyukur diberikan anak perempuan yang sehat dan normal. Buat para perempuan kalian semua hebat. Tetap semangat, selalu bersyukur akan ketetapan yang Allah berikan.
Karena yakinlah, semua yang Allah berikan adalah yang terbaik untuk kita.
****
Ditulis oleh Bunda Fitri Rohayati.
Baca Juga:
3 Jenis Campak pada Bayi dan Penanganannya Agar Cepat Sembuh
5 Anak Artis yang Idap Penyakit Langka, Berjuang Setiap Hari untuk Menjalani Hidup
Kabar Gembira! Vaksin Rubella Gratis Tersedia Agustus-September 2017