Beberapa waktu lalu, kasus difteri menggemparkan masyarakat Indonesia. Puluhan anak dan bayi dikabarkan meninggal karena penyakit berbahaya yang menyerang selaput lendir dan tenggorokan itu.
Kini, kasus difteri diduga kembali ditemukan di daerah Malang, Jawa Timur. Dilansir dari Detik News, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) I Malang mendadak meliburkan anak didiknya selama lima hari.
Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran kasus difteri yang ditemukan pada salah satu pelajar yang diduga carrier difteri.
“Benar itu, anak kami diliburkan. Mulai 23 Oktober sampai 27 Oktober nanti. Alasannya, biar tidak ada penularan difteri,” ungkap salah satu wali murid, Rabu (23/10/2019).
Sekolah di Malang libur 5 hari karena kasus difteri
Awal mulanya, salah satu pelajar yang duduk di bangku kelas 5 diduga terpapar difetri. Setelah itu, seluruh pelajar diwajibkan menjalani SWAB yang melibatkan Puskesmas Arjuno dan Laboratorium Mikrobilogi Universitas Brawijaya.
Hasilnya, belasan anak dinyatakan positif sehingga harus menjalani penanganan lebih lanjut. Salah satunya dengan melakukan SWAB kultur untuk memastikan terjangkit difteri atau tidak.
“Setelah semua wali murid dikumpulkan, untuk mensosialisasikan hasil SWAB. Ada belasan pelajar yang dinyatakan terpapar. Untuk pemulihan, sekolah pun diliburkan dan meminta wali murid melakukan SWAB kultur,” ujarnya.
“Kami sudah melakukan SWAB kultur dan alhamdulillah dinyatakan negatif. Kami sudah menyampaikan hasilnya ke pihak sekolah,” tambahnya.
Selain melakukan SWAB, MIN I juga melakukan pembersihan dan pembenahan sistem ventilasi udara. Bila ada pelajar yang ingin menjalani SWAB kedua, dipersilakan dengan biaya ditanggung sekolah.
Artikel terkait: Menyebabkan kematian, begini cara penularan penyakit difteri
Antisipasi penyebaran difteri
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Supranoto menegaskan bahwa langkah yang dilakukan MIN I dengan meliburkan para siswa dianggap sebagai wujud antisipasi penyebaran difteri. Sebab, salah satu siswa dinyatakan sebagai carrier difteri.
“Jadi diawal ada salah satu siswa yang dinyatakan carrier difteri. Langkah yang diambil MIN sudah benar dengan meliburkan, agar anak-anak belajar di rumah, sambil dilakukan pengobatan,” tegas Supranoto.
Supranoto kemudian menjelaskan bila seseorang yang dinamakan carrier sebenarnya tidak sakit tetapi berpotensi menularkan penyakitnya. Selain melakukan SWAB ulang, para siswa juga telah diberikan propilaksi agar tidak menular.
Terakhir, Supranoto menghimbau kepada masyarakat tidak merespon kasus ini secara berlebihan karena penanganan cepat sudah dilakukan.
“Bila tidak ada kontak langsung, tentunya tidak akan ada penularan. Makanya diliburkan itu. Jadi masyarakat jangan panik, karena kasus ini sudah tertangani dengan baik,” tutupnya.
Lakukan upaya pencegahan sedini mungkin
Infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium ini tentu saja tidak bisa disepelekan. Umumnya, ada beberapa gejaka yang serig dirasakan, mulai dari sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Jika kondisinya sudah lebih berat, infeksi ini bisa menyebar ke organ tubuh lainnya seperti jantung dan sistem saraf hingga berisko merenggut nyawa.
Oleh karena itu, upaya pencegahan tentu saja perlu dilakukan. Caranya, dengan diberikan vaksin.
Dikutip dari laman Hallo Sehat, di Indonesia vaksin difteri biasanya diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak lima kali semenjak bayi berusia 2 bulan. Anak harus mendapat vaksinasi DTP lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.
Sedangkan anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td atau Tdap. Vaksin Td/Tdap akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10 tahun sekali. cara ini juag berlaku untuk orang dewasa.
Referensi: Detik News, Radar Malang
Baca juga
Menolak vaksin, balita 14 bulan meninggal terkena penyakit Difteri