Masih ingat tidak dengan kasus KDRT yang dialami Amber Heard? Beberapa tahun lalu, aktris ini memang mengklaim kalau dirinya mengalami kekerasan dari mantan suaminya, Johnny Depp.
Kasus KDRT ini pun yang akhirnya membuat pasangan yang menikah 3 February 2015 ini memutuskan untuk bercerai.
Sekadar flashback, kisah percintaan antara Johnny dan Amber memang akhirnya kandas tahun 2016 lalu. Alasannya tidak terlepas karena pemain film Pirates of the Caribbean ini telah melakukan KDRT terhadap Amber.
Kala itu Amber membawa bukti berupa foto dan video saat Johnny melemparkan gelas anggur dalam keadaan marah. Jelas, publik saat itu mendukung Amber dan mengecam perilaku KDRT yang dilakukan oleh Johnny Depp .
Artikel terkait: Kisah Pilu Seorang Istri yang Alami KDRT dari Suaminya
Sudah hampir tiga tahun sejak kasus ini dan perceraian mereka telah selesai di pengadilan. Namun mengapa kasus ini kemudian kembali mencuat tahun 2019?
Jika beberapa tahun lalu Amber yang mendapatkan simpati dari masyarakat, kondisi saat ini justru berbalik arah.
Saat ini, publik justru memberikan dukungan pada Johnny Depp lantaran dirinya baru saja mengungkapkan fakta yang mengejutkan.
Ia mengaku juga pernah menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh mantan istrinya.
Johnny Depp belum lama ini menuntut pemeran film Aquaman dengan mengajukan kasus pencemaran nama baik senilai $ 50 juta atau setara dengan Rp 705 miliar.
Bahkan Johnny Depp telah memberikan bukti bahwa dirinya juga sempat menjadi korban kekerasan rumah tangga.
Bukti Johnny Depp telah mengalami KDRT oleh Amber Heard
Tuduhan bahwa Johnny yang melakukan KDRT disangkal karena bukti mengungkapkan justru Amber yang melakukan tindak kekerasan.
Dilansir dari NME laporan juga menyebutkan Amber Heard melakukan KDRT beberapa kali, termasuk melempar botol vodka, meninju, dan memotong jari tengah Depp.
Beberapa foto juga beredar di beberapa media untuk menguatkan tuduhan itu.
Artikel terkait: Istri rekam aksi kekerasan suami, lakukan ini bila alami KDRT
Kasus Johnny Depp mendapatkan kekerasaan bisa dialami pria manapun
Meskipun tuntutan yang dilayangkan pria berusia 55 tahun ini masih diproses, peristiwa ini seakan membuktikan bahwa kasus kekerasan rumah tangga bisa dialami oleh siapa pun juga, termasuk pria.
Meskipun begitu, kekerasan pada pria memang tidak banyak terungkap karena seringkali respon kebanyakan orang terhadap kasus ini cenderung menertawakannya.
Dilansir dari Tempo, Konselor dan Terapis Anggia Chrisanti juga membenarkan kalau pria cenderung lebih disepelekan saat mengalami kekerasan. Alasannya tak lain disebabkan karena pandangan pihak lelaki atau suami cenderung ‘lebih kuat’ dari perempuan.
“Sebaiknya, kita semua bisa menahan diri untuk tidak serta merta menertawakan. Karena pada dasarnya, sama saja. Jelas ada KDRT yang dilakukan pria terhadap wanita atau wanita terhadap pria. Baik verbal maupun non verbal, sama saja,” kata Anggia.
Artikel terkait: 4 Hal tentang Kekerasan Verbal dalam Rumah Tangga yang Perlu Anda Ketahui
Mengapa korban KDRT pria tidak terungkap ke permukaan?
Anggia melanjutkan, bahwa bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pria dan perempuan memang berbeda. Katanya, KDRT yang dilakukan oleh pria cenderung lebih fatal dibandingkan perempuan.
Meskipun begitu, jika melihat dari kadar kekejiannya, saat melakukan tindak kekerasan kadang perempuan bisa bersikap lebih keji, dan pria bisa lebih lemah.
Sebabnya, pria lebih sering menahan dan mempertimbangkan kalau lawannya adalah perempuan.
Hal inilah jugalah yang membuat kasus KDRT yang didapatkan pria sering kali tidak terungkap. Alasan lainnya juga lantaran pria cenderung gengsi untuk mengakui telah menjadi korban.
“Karena hal ini pula, justru banyak korban KDRT pria yang tidak terungkap ke permukaan. Antara lain disebabkan rasa gengsi, malu, seringnya tidak dipercaya, dan tidak banyak lembaga yang cepat tanggap dan mau menangani kasus KDRT yang korbannya pria,” papar Anggia.
“Artinya, apapun alasannya, KDRT sangat mungkin terjadi kepada kedua belah pihak,” tutup Anggia.
Baca juga:
Wajib Simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia