Seorang balita berusia 2 tahun di Makassar harus melalui masa traumatis karena terkurung di kamar kos bersama ibunya yang sudah meninggal. Saat keberadaannya ditemukan oleh pemilik kos, bocah perempuan yang berinisial EA itu didapati sedang memeluk jasad sang ibu yang telah membusuk selama 3 hari.
Kisah anak balita memeluk jasad ibu dan mengalami trauma
Pada Senin sore (28/10), seorang pemilik kamar kos bernama Ratnawati berencana untuk menagih uang sewa kepada Marni (39) yang tak lain adalah ibu dari EA. Saat Ratnawati sudah sampai di kamar Marni, ia merasa curiga karena mencium bau tidak sedap yang menyengat di sana. Perempuan tersebut pun langsung mengetuk pintu kamar.
Alih-alih mendapat jawaban atau dibukakan pintu oleh penghuni, Ratna malah disambut oleh suara tangisan seorang anak dari dalam kamar. Setelah mendengar tangisan tersebut, Ratna segera mencari pertolongan warga dan Pak RT setempat untuk mengecek keadaan di dalam kamar kos miliknya tersebut.
Setelah melapor, Ratna pun dibantu warga dan pihak kepolisian untuk mencari tahu apa yang terjadi. Pintu kamar kos yang dikunci itu lalu dibuka dengan cara dicungkil dari luar. Saat pintu terbuka, tubuh Marni terlihat sudah terbujur kaku di dekat kamar mandi dan tengah dipeluk oleh EA.
Kapolsek Tamalate, Kompol Arifuddin pun menjelaskan mengenai peristiwa yang membuat heboh warga Jalan Bonto Nompo, Kecamatan Tamalate, Makassar, tersebut.
“Laporan anggota di TKP, di sisi mayat itu benar ada balita. Dia langsung berdiri ketika dipanggil oleh anggota kami agar menjauh dari jasad ibu yang telah membusuk,” ungkapnya.
Penyebab kematian belum diketahui
Penyebab kematian Marni masih dalam masa penyidikian. Karena mayat sudah dalam keadaan membusuk, maka pemeriksaan penyebab kematian harus dilakukan melalui otopsi. Meski demikian, dari pemeriksaan visum luar, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan yang ditemukan di tubuh Marni.
Di sisi lain, tim Dokpol Polda Sulses juga tidak menemukan adanya catatan riwayat penyakit yang dimiliki perempuan asal Maros tersebut. Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makkasar Kombes Pol, dr. Farid Amansyah pun menjelaskan mengenai hal ini.
“Jadi, harus melakukan otopsi. Terkahir keluarga menyatakan masih akan berpikir-pikir terhadap otopsi. Dan kita memang masih mengharapkan suami korban untuk bisa dilakukan otopsi agar penyebab kematian bisa ditemukan. Mudah-mudahan keluarga korban mau koorperatif,” tutur Farid seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Farid juga memaparkan, Marni merupakan seorang istri dari anggota TNI. Marni dan suami diketahui tinggal terpisah. Suami Marni tinggal bersama dua kakak laki-laki EA, sedangkan Marni tinggal bersama EA di kamar kosan milik Ratnawati sejak tiga bulan lalu.
Sumber foto: Kompas.com
Keadaan fisik EA dinilai sehat
Usai ditemukan keberadaannya, EA kini dalam perawatan intensif di RS Bhayangkara. Keadaan balita tersebut baik-baik saja bahkan sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi meski terkurung bersama jasad sang ibu selama tiga hari.
“Mayat sudah membusuk jika sudah lebih dari dua hari, tapi kondisi anak cukup kuat karena tidak ada tanda dehidrasi. Bakteri pembusukan juga tentu bisa menular. Anak bisa saja terkena radang paru karena menghirup udara busuk. Makanya perlu observasi sejak sekarang,” jelas Farid.
Sumber foro: Kabarmakassar.com
Alami Trauma Psikologis
Meski secara umum kondisi fisik EA sehat, tetapi pihak rumah sakit juga menjelaskan bahwa EA mengalami trauma akibat peristiwa yang dialaminya. Trauma yang dialami EA memang tidak terlalu parah, tetapi kondisi tersebut juga tidak ringan sehingga tidak boleh disepelekan.
Hairiyah, seorang psikolog yang didatangkan Dinas Perlindungan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPA) kota Makassar, memaparkan mengenai hal ini.
“Dilihatnya dari mana kalau dia trauma? Itu ada dari tidurnya di hari pertama dan kedua, anak selalu gelisah. Dia selalu teriak ‘mama… mama… mama’. Itu salah satu aspek mengalami trauma. Kita akan berkomunikasi dengan keluarga terkait untuk proses pemulihan,” papar Hairiyah seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Peparan Hairiyah juga selaras dengan Farid. Ia mengatakan, pihak rumah sakit akan terus melakukan terapi yang melibatkan keluarga EA agar ia segera pulih dari trauma psikologisnya.
“Allhamdulillah, EA menjadi riang kembali saat dipertemukan dengan ayah dan kedua saudara laki-lakinya. Mereka akan sangat membantu untuk pemulihan,” tutup Farid.
Dampak kematian orang tua terhadap psikologis anak
Perlu Parents ketahui, EA sebenarnya bukan satu-satunya anak yang mengalami peristiwa menyedihkan seperti menyaksikan kematian orangtuanya. Seorang balita di Jember juga merasakan hal yang sama, ia ditemukan sedang memeluk jenazah sang ayah di rumah yang terkunci seorang diri.
Kematian orang tua memang merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan tekanan psikologis pada anak, apalagi jika mereka menyaksikan kematian tersebut secara langsung. Tekanan psikologis tersebut bisa dimulai dari perasaan sedih biasa hingga perasaan sedih ekstrem yang berkelanjutan.
Menurut studi yang dilakukan Victoria H. Raveis dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Columbia menunjukkan, tekanan psikologis anak yang ditinggalkan orang tua ini akan menurun seiring adanya dukungan dan keterbukaan komunikasi dari anggota keluarga lain.
Tidak hanya itu, kematian orangtua juga bisa mengakibatkan efek psikologis jangka panjang apabila anak tidak mendapat perawatan pemulihan dari duka yang dia alami. Anak-anak cenderung lebih kompleks dalam menunjukkan rasa sedih akibat kehilangan.
Saat terlihat dari luar, mereka bisa saja menunjukkan kegembiraan dan menjalani keseharian seperti biasa. Namun jauh dalam lubuk hatinya, dia mungkin akan selalu merasakan kehilangan dan bisa saja memengaruhi polanya dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, keberadaan keluarga lain sangat penting untuk memulihkan kondisi anak yang berduka karena ditinggal orangtua. Terlebih, kondisi anak seperti EA yang menyaksikan kematian ibunya secara langsung, tentu perlu bantuan tenaga ahli tertentu agar kesehatan psikologisnya tetap terjaga dengan baik.
Semoga peristiwa ini tidak terjadi lagi, ya, Parents!
***
Referensi: Kompas, CNN Indonesia, Livestrong
Baca juga:
Dua anak meninggal karena kecelakaan, sang ayah ungkapkan kerinduannya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.