Banyak stigma negatif ketika saya memutuskan untuk berhenti bekerja. Bahkan orang tua saat itu awalnya sempat menyayangkan. Bertanya-tanya, kenpa saya keluar kerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga. Padahal, jadi ibu rumah tangga bisa berdaya dan berkarya.
Untunglah, ketika itu akhirnya orang tua bisa mengerti dan menghargai keputusan saya dan suami. Ketika itu, tidak sedikit komentar negatif juga mampir ke telinga. “Padahal sudah sekolah tinggi, eh, akhirnya ke dapur lagi!” Atau kalimat seperti, “Sudah seneng dapat duit sendiri nggak usah minta ke suami, kalo nggak kerja kan cuma ngandelin uang pemberian suami.”
Hhhhhh… Begitu mendengar, gemes, sih. Tetapi lama-lama saya kebal dan tidak perlu mencerna omongan seperti itu. Saya ingat pesan suami, ia mengingatkan kalau komentar seperti itu nggak usah dibawa perasaan.
Yakin dengan keputusan kami berdua, untuk tulus merawat anak-anak tentu akan berdampak positif dan membwa ketenangan hati. Pesan itulah yang saya pegang teguh. Saya juga ingat pesan dari suami, jika seorang ibu adalah madrasah (sekolah) pertama untuk anak-anaknya.
Setelah dijalankan memang benar, ya. Seorang anak tidak cukup hanya diberi makan, minum, dan pakaian saja tetapi ibu harus menjadi contoh yang baik di mata anak-anak.
Saat bisa membersamai anak setiap waktu dengan belajar sambil bermain, melakukan kegiatan rumah tangga tentu saja saya menikmatinya. Tapi, saya pun tidak ingin membohongi diri sendiri karena terkadang membuat jenuh.
Apalagi ketika pandemi melanda, rasanya menjadi seperti makin ‘terkurung’ di dalam rumah dengan segala macam perubahan. Kondisi akhirnya cukup banyak mengubah pola hidup saya yang tadinya tidak suka membaca buku, menjadi tertarik dengan kegiatan itu.
Sebelumnya, di waktu senggang saya kerap membuka media sosial, namun lama-lama membosankan juga. Dari membaca buku, saya sering menulis di beberapa cerita di buku. Perlahan beralih ke laptop untuk menuliskan keseharian putri spesial saya.
Bercerita masa kehamilan hingga sekarang usianya menginjak delapan tahun. Ternyata, mengasyikan juga, ya! Dengan menulis saya bisa menuangkan segala perasaan, bahkan emosi saya bisa disalurkan. Rasanya saya menemukan bentuk terapi yang membuat saya senang.
Alhamdulillah suami sangat mendukung kegiatan menulis ini. Ia memberikan saran untuk mengirimkan tulisan saya ke beberapa berita online khususnya tentang parenting. Tak perlu menyerah jika mendapat penolakan. Justru saya semakin penasaran, bagaimana caranya aga tulisan saya dimuat dalam berita online tersebut.
Alhamdulillah awal tahun 2021 pertama kali tulisan saya dimuat. Rasanya senang sekali melihat tulisan saya terpampang di laman sebuah berita online. Dan pertengahan tahun 2021 pertama kali saya menerima honor menulis. Jujur saja, saya tidak melihat nominalnya.
Namun ada kepuasan tersendiri yang saya rasakan. Akhirnya hampir satu bulan sekali saya pun kirimkan naskah tulisan saya ke theAsianparent. Pencapaian terbesar saya di asianParentIndonesia adalah dengan menjadi pemenang UGC writing contest theAsianparent bulan Januari lalu.
Dari sana saya semakin terpacu. Menyadarkan saya kembali bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga kita juga tetap berkarya tanpa harus meninggalkan rutinitas harian apalagi mengabaikan anak.
Ibu Rumah Tangga Bisa Berdaya dan Berkarya
Setidaknya, lewat pengalaman saya ini saya ingin sedikit membagikan kiat sederhana agar para ibu rumah tangga bisa berdaya dan tetap berkarya di rumah.
1. Cari Tahu Kesenangan Kita Sendiri
Sebagai ibu rumah tangga, kita sendiri yang tahu hal apa yang disukai. Apakah itu memasak, menulis atau hal lainnya.
2. Kemampuanan Mengatur Waktu
Biasanya saya curi-curi waktu menulis saat anak sedang anteng bermain, itupun tidak sampai setengah jam. Jika anak-anak tidur cepat dan saya masih ‘on’ itulah waktu yang efektif untuk menulis. Terkadang bisa sampai upload ke media online.
3. Komunikasikan pada Pasangan dan Anak
Pengalaman saya ketika pasangan dan anak tahu hal yang kita sukai, mereka sangat mendukung aktifitas tersebut. Tak jarang ketika saya ingin menulis, suami mau bergantian untuk menemani anak sebentar. Hal itu bisa menjadi mood booster untuk saya, hehehehe…
Selain mengirimkan tulisan ke beberapa berita online seperti theAsianparent, saya pun mengikuti kelas menulis yang diselenggarakan oleh penerbit indie Indonesia. Akhir dari project ini adalah penerbitan buku antologi.
Alhamdulillah saya lolos dan cerita saya pun dimuat dalam buku tersebut. Semoga suatu hari nanti saya dapat menerbitkan buku solo yang dapat dibaca oleh kedua buah hati saya khususnya.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.