Banyak yang menyebut hypophrenia sebagai penyebab dari depresi. Padahal ini dua hal yang berbeda. Hypohrenia bukan depresi, dan begitu juga sebaliknya. Menurut kamus Oxford, hypophrenia merupakan kata lain dari retardasi mental (dulu dikenal dengan istilah ‘keterbelakangan mental’). Kalau begitu, benarkah jika disebut hypophrenia adalah keterbelakangan mental? Yuk, cek penjelasan mengenai hypophrenia secara lebih lengkap di sini!
Benarkah Hypophrenia Adalah Keterbelakangan Mental?
Bedanya dengan Depresi
Sebelum membahas hypophrenia, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu depresi agar kita lebih mampu menbedakannya. Mengutip Alodokter, “Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli.”
Perasaan sedih, murung, tidak berharga, dan putus harapan ini mungkin pernah dialami semua orang. Namun, bagi pengidap depresi, perasaan itu terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama, bisa lebih dari 2 minggu!
American Psychiatric Association menjelaskan bahwa orang yang menderita depresi akan kehilangan minat pada aktivitas yang biasa ia nikmati, seperti pekerjaan dan hobi. Sedangkan Psychology Today menggambarkan depresi sebagai keadaan emosi yang tidak normal, penyakit mental yang memengaruhi pemikiran, emosi, persepsi, dan perilaku secara meluas dan kronis.
Saat kita depresi, kita merasa sedih tentang segala hal. Depresi tidak selalu membutuhkan kejadian atau situasi yang sulit, kerugian, atau perubahan keadaan sebagai pemicu.
Artikel terkait: Tanpa Obat, Ini 7 Cara Alami Cegah Depresi yang Patut Dicoba
Hypophrenia Adalah Keterbelakangan Mental
Istilah hypophrenia mungkin masih asing di telinga Anda. Ini istilah untuk menggambarkan perasaan emosional seseorang dalam merespons suatu keadaan yang menimpa dirinya (pengalaman buruk yang tak terlupakan).
Perasaan sedih yang ditunjukkan tidak normal karena ia terlihat menangis tanpa alasan (mungkin diam-diam juga karena teringat akan pengalaman pahitnya). Dan tindakan itu terus dilakukannya hingga berpengaruh negatif terhadap pekerjaan, hubungan sosial dengan orang sekitar, dan kesehatan fisiknya.
Merasa sedih dan menangis tanpa alasan, dijelaskan para ahli sebagai indikasi masalah pada kesehatan mental.
Melansir Liputan6.com, Psikolog Klinis Dewasa Rena Masri M.Psi., menjelaskan pemicu hypophrenia sangat bervariasi. Mulai dari trauma yang tak terselesaikan, pengalaman kehilangan orang tercinta, atau lainnya.
Kondisi ini juga beda dengan gangguan bipolar. Kata Rena, penderita bipolar mengalami 2 fase, yaitu fase mania (manik) dan depresif. Sedangkan penderita hypophrenia hanya mengalami 1 fase.
Artikel terkait: A-Z Retardasi Mental, Dulu Dikenal Sebagai ‘Keterbelakangan Mental’
Alasan Orang Menangis Tanpa Alasan
Normalnya orang menangis karena suatu hal. Namun bisa juga tanpa sebab, dan biasanya terjadi karena alasan-alasan berikut ini:
- Gangguan kecemasan. Perasaan cemas mendalam membuat si penderita hanya terfokus pada masalah yang dipikirkannya terus-menerus sampai tubuhmu lelah dan lemah. Di malam hari pun mereka kesulitan tidur dan beristirahat karena terus menangis.
- Kondisi depresi atau stres. Saat pikiran Anda dirundung banyak masalah sehingga menyebabkan stres, itu bisa jadi pemicu gejala hypophrenia dan membuat Anda tiba-tiba menangis.
- Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan kondisi mental saat Anda mengalami serangan panik yang dipicu trauma masa lalu. Biasanya lebih sering terjadi pada perempuan, mengingat perempuan jiwanya lebih sensitif dan emosional.
- Organic Brain Syndrome (OBS), yaitu gangguan fisik yang menyebabkan penurunan fungsi mental seperti yang terjadi pada lansia
- PMS atau menstruasi. Kondisi ini bisa menyebabkan tubuh terasa sakit khususnya di bagian perut dan pinggul, perubahan hormon seperti kram dan kembung, serta perubahan suasana hati (tiba-tiba menjadi sedih sekali).
Hypophrenia Bisa Berbahaya Jika…
Jangan abaikan kondisi ini karena si penderita akan terlena dengan pikirannya dan membuat ia mengalami hal yang lebih parah, seperti:
- Tak mampu berpikir jernih
- Memutuskan kebijakan yang keliru
- Merasa putus asa dan berpikir untuk melakukan hal berbahaya, misalnya bunuh diri
- Tidak bergairah menjalani hidup
- Sensitif
- Emosinya meluap-luap
- Suka menyendiri atau menghindari interaksi sosial
Jika ada orang terdekat Anda mengalami lebih dari 5 gejala di atas, ada kemungkinan ia mengidap hypophrenia.
Artikel terkait: Kondisi Depresi pada Remaja: Penyebab, Gejala, dan Tips Mengatasinya
Cara Mengatasi Hypophrenia
Penderita hypophrenia akan merasa tidak nyaman saat Anda mengajaknya bicara. Dan biasanya mereka akan memberikan respons ketus atau pergi meninggalkan Anda. Jika demikian, jangan memaksa diri untuk mendekatinya. Berilah ia kesempatan untuk membuka diri kepada Anda.
Setelah itu, anjurkan ia untuk mengonsultasikan kondisinya ke ahli atau psikolog. Psikolog akan mampu mendiagnosis gangguan mental yang dialami si penderita dan mencarikan solusi pengobatan yang tepat baginya.
Parents, itulah penjelasan mengenai hypophrenia adalah keterbelakangan mental. Ini merupakan bagian dari retardasi mental yang gejala dan diagnosisnya berbeda dengan gangguan mental seperti depresi dan bipolar.
Baca juga:
Penuh Perjuangan, Ini Cerita 7 Artis yang Mengalami Gangguan Mental
Kisah Tara Perempuan Muda Penyintas Bipolar, "Jangan Lagi Ada Stigma, yang Dibutuhkan Support"
Parents, Kenali Perbedaan Antara Stres dengan Penyakit Mental Gangguan Kecemasan Pada Anak ini