Hate comment. Hal yang seperti tampak lumrah dilihat di social media. Menyedihkan jika melihat kenyataan bahwa masih banyak warganet yang tidak bisa mengendalikan jemarinya untuk memberikan komentar buruk pada orang lain.
Padahal, memberikan komentar yang baik tanpa perlu menyinggung perasaan orang lain sebenarnya bisa dilakukan. Benar bukan?
Berangkat dari rasa kekhawatiran ini pula theAsianparent mengagas sebuah campaign yang mengajak kita semua untuk bisa menghentikan lajunya hate comment. Tidak bisa dipungkiri, kalimat hate comment ini pun masih kerap wara wiri di aplikasi theAsianparent Indonesia.
Belum lama ini theAsianparent membuat IGLive bersama dr. Santi Yuliani Sp.Kj, MSc bertajuk “Saling Dukung Sesama Ibu: Spread Love, Not Hate”
Pentingnya Mamahami Perasaan Sesama
Di awal pembicaraan, dr. Santi mengingatkan bahwa pilihan seseorang untuk memberikan hate comment tidak terlepas dari perasaan yang ia dimiliki.
“Perasaan itu ada di mana, sih? Perasaan yang dimiliki sebenarnya ada di otak, bagaimana seseorang merasakan ragam emosi. Marah, benci, kecewa, bahagia ataupun sedih. Perasaan kita ini ada di otak, dan inilah yang sebenarnya sangat berkaitan mengapa ada orang yang melontarkan ujaran kebencian atau ada orang kerap kali menuliskan hate comment,” tukasnya.
Ia melanjutkan, “Di otak kita memang ada yang namanya area kebencian, atau hate circuit. Ada di area frontal, insula dan futamen. Sirkuit inilah yang kemudian mengelola rasa benci yang dimiliki karena sebenarnya muncul dari adanya rasa khawatir atau cemas. Ada rasa ketidaknyamanan kemudian memunculkan otak kita mencari tahu bagaimana caranya untuk bertahan. Insting untuk bertahan.”
Artinya, perasaan untuk memberikan komentar negatif pada orang lain sebenarnya sudah ‘dicetak’ di DNA, sebagai bentuk survival mode. Menurut dr. Santi, perbedaannya jika zaman dulu, seseorang akan berusaha bertahan dari ancaman bahaya dari ancaman ketika sedang berburu, semantara saat ini zaman semakin modern. Bentuk survival mode ini pun jadi berubah.
“Kondisi benci, julid ini sering kali muncul ketika seseorang merasa terancam. Misalnya, ‘kalau aku melihat ini aku nggak setuju, deh, nggak enak rasanya.’ Dari sana, akhirnya dirinya bisa membuat statement yang membuat dirinya enak, bukan membuat orang lain enak.”
“Jadi belum tentu ketika seseorang memberikan komentar yang tidak enak saat ditujukan pada orang lain, hal tersebut tidak selalu tujuan menjatuhkan orang lain tapi lebih untuk melegakan dirinya.
Inilah yang mungkin menjadi awal mengapa seseorang melakukan atau mengeluarkan statement yang tidak enak. Bisa juga dikarenakan ingin dianggap lebih tahu, ada perasaan insecur. Ada banyak alasan mengapa seseorang memberikan hate comment,” ujar dokter yang kerap memberikan edukasi lewat Instagramnya, @santi_psychiatrist.
Apakah benar, perempuan yang cendurung lebih banyak memberikan hate comment? Mengapa kerap kali perempuan terlihat lebih nyinyir dibandingkan pria?
Pertanyaan semacam ini pun kerap muncul. Tidak sedikit yang bertanta-tanya, mengapa perempuan cenderung lebih ‘kejam’ memberikan komentar khususnya pada perempuan lain?
Menjawab pertanyaan ini, dr. Santi menerangkan, hal ini sebenarnya bukan berati hate circuit perempuan lebih besar atau perempuan lebih memiliki jiwa kompetisi yang lebih besar. Namun lebih kepada metode atau kebiasaan yang sudah terbentuk.
Hal ini bisa dilihat lewat tugas laki-laki pada zaman dahulu yang melakukan perburuan. Maka, metode yang terbentuk di otaknya bagaimana dia bisa berburu dan cepat mendapat makanan, lebih sederhana karena ia ingin segera menyelesaikan tugasnya.
“Sementara perempuan, karena pada zaman dulu bertuga nurture, mengasuh anak, mengurus lingkungan dan keluarga, jd kompleksitifitas berpikirnya lebih banyak dan pelan-pelan. Oleh karena itu perempuan jadi lebih detail dalam hal menerima informasi.
Sebenarnya otak laki-laki dan perempuan sama sirkuit kebenciannya sama. Kekejaman berkomentar itu tidak ada hubungannya dengan gender. Hanya saja metode penyampaian perempuan dan laki-laki memang cenderung berbeda. Perempuan tidak direct seperti laki-laki.”
Hati-Hati! Memberikan Hate Comment Bisa Membuat Kecanduan
Tahu tidak jika memberikan hate comment itu ternyata bisa membuat seseorang mengulanginya terus menerus? Ibarat narkoba, membuat hate comment juga bisa bikin seseorang kecanduan.
Bisa terbayang kan bagaimana dampaknya?
Dikatakan dr. Santi, saat seseorang memberikan pendapat yang menjatuhkan atau menyakiti orang lain, kemudian mendapatkan respon atau dukungan dari orang lain, pada saat itu ada banjir dopamin di otak.
“Dopamin ini fungsinya itu kan memunculkan perasaan baahagia. Semakin dopamin itu makin keluar, jadi bikin dia senang. Sebab, dia merasa banyak yang setuju dan sependapat dengannya. ‘Eh, ternyata banyak yang setuju dengan saya, kok. Besok lagi ah’,” begitu jelas dokter yang sehari-harinya berpraktik di Magelang dan Yogjakarta ini.
Lebih lanjut, dr. Santi mengingatkan bahwa otak itu cenderung mengulagi hal-hal yang menyenangkan, “Itulah mengapa ghibah itu sering berlanjut seperti drakor,” ujarnya sambil tertawa.
“Coba bayangkan kalau kita sedang bercerita kemudian tidak mendapat sambutan, pasti tidak menyenangkan Komunikasi itu kan diharapkan bisa berjalan dua arah. Saat seseorang memberikan komentar jelek atau jahat, sebenarnya dia memang mengharapkan untuk direspon.”
Oleh karena itu, dr. Santi mengingatkan agar kita bisa mengelola dan merespon komentar yang didapatkan dari orang lain, dalam hal ini di sosial media.
“Sosmed Anda, sepenuhnya hak Anda. Sosial media kita adalah rumah kita, kalau ada yang komentar dan tidak suka, hapus saja, itu rumahmu, hakmu untuk menghapusnya. Kita punya rumah, kalau orang lain mau masuk kan juga harus dapat izin dulu. Kita perlu menyadari bahwa kita juga perlu berlaku baik saat ‘masuk di rumah orang lain’. Nggak usah takut dibilang baper. Sering kali hate comment itu tidak hanya memengaruhi orang lain atau follower kita, bisa memberikan efek negatif pada yang lain.”
Kerap Berikan Hate Comment atau Pikiran Negatif pada Orang Lain? Awas Bounce Back!
Salah satu yang perlu disadari adalah, ketika seseorang memberikan hate comment sebenarnya hal tersebut akan berbalik ke diri kita sendiri. Penting untuk diketahui, bahwa apapun pikiran atau pandangan yang dikeluarkan dari otak, akan direkam kembali di otak. Kata dr. Santi, otak akan mencatat segala pemikiran kita.
“Saat kita lebih sering menunjukkan negative side, otak juga akan terus mengingat bahwa yang paling penting untuk dikeluarkan itu negative side. ‘Oh, ini yang dibutuhkan, memberkan komen jelek. Akhirnya otak jadi memilih hal-hal yang negatif di otak paling depan karena itu dianggap yang paling diperlukan. Padahal kan kalau begitu, otak jadi kesulitan untuk berpikir hal positif.”
Ternyata, otak memang akan mencari referensi untuk mendukung apa yang kita pikirkan supaya benar.
“Jarang sekali otak itu meng-counter, atau melawan pikiran kita. Sebagai contoh lainnya, saat cemas, kita justru akan mencari referensi yang justru bisa membuat kita tambah merasa cemas.”
Contoh lainnya, pada saat seseorang tidak suka dengan warna merah, maka otak juga akan mencari dukungan kalau warna merah itu jelek. Warna merah bikin mata nggak enak, atau hal yang lain. Otak akan terus mencari referensi yang mendukung bahwa pikiran kita itu benar.
“Akhirnya saat otak kita mencari refensi tentang keburukan akan digunakan otak untuk melihat diri kita sendiri. Jadi bounce back, berisiko membuat diri kita benci diri sendiri. Apa yang terjadi kita membenci diri sendiri? Kita juga akan semakin benci orang lain dan lingkaran inilah yang akan berputar terus menerus.”
Jadi, mau terus menerus memberikan hate comment untuk orang lain? Baik di sosial media ataunya dunia nyata. Hati-hati dengan bisa bounce back!
Baca juga:
9 Dampak Negatif Media Sosial pada Kesehatan Mental
6 Kesalahan yang Biasa Dilakukan oleh Pasangan di Media Sosial
Alasan Remaja Sering Curhat di Media Sosial, Ini Penjelasan Psikolog
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.