Aneka langkah preventif dianjurkan pemerintah sejak virus corona naik kelas menjadi pandemi global. Mulai dari menggunakan masker, rajin mencuci tangan, hingga penggunaan hand sanitizer yang dipercaya ampuh membasmi virus asal Wuhan tersebut. Sayangnya, banyak oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan hal ini sebagai peluang. Salah satunya mengedarkan hand sanitizer palsu.
Cerita karyawan percetakan ungkap dunia bisnis peredaran hand sanitizer palsu
Pasca pengumuman warga negara Indonesia positif COVID-19, kelangkaan alat kesehatan mulai terasa. Sebut saja masker, handrub, sabun pencuci tangan, hingga hand sanitizer. Bahkan, baju khusus petugas medis sangat sulit dicari. Kalaupun tersedia, segelintir pihak mematok harga berkali-kali lipat dari harga normal demi meraup keuntungan semata.
Fenomena ini ibarat dua sisi koin. Di satu sisi, kita patut berbangga karena artinya masyarakat Indonesia sudah mulai sadar arti pentingnya hidup bersih dan sehat. Namun, di lain pihak banyak orang yang memanfaatkan situasi pandemi sebagai lahan basah untuk mencari uang dengan cara merugikan.
Misalnya, mulai banyak permintaan pembuatan label hand sanitizer palsu dengan memanfaatkan jasa percetakan. Caranya, customer mendatangi petugas percetakan untuk membuat label produk menyerupai produk asli ternama yang sudah lebih dulu beredar di pasaran. Produk ini dikemas sedemikian rupa tanpa mengetahui komposisi yang aman, lalu dijual dengan harga yang tidak masuk akal.
Artikel terkait: Mulai sulit mendapatkan hand sanitizer? Begini cara membuat hand sanitizer
Fakta mengejutkan ini yang belum lama dibagikan oleh seorang karyawan percetakan di daerah Depok, Jawa Barat. Ia mengeluhkan banyaknya pesanan stiker label hand sanitizer di tempatnya bekerja.
Ironisnya, si pemesan bahkan tidak paham apa saja komposisi yang ada dalam produk yang akan ia jajakan. Pemesan hanya memberi contoh foto komposisi yang didapatnya dari produk terkenal.
“Yang pesan ke tempat saya, cuman bilang gini ‘mas tulisan komposisinya ikutin merk ini aja’ sambil menunjukkan screenshoot di galeri handphone-nya, yang berarti dia sendiri nggak tahu kadar komposisi di produk hand sanitizernya,” ungkap pegawai yang tidak mau disebutkan namanya ini.
Pekerja percetakan ini juga mengakui, dalam seminggu dirinya sudah memproduksi lima label hand sanitizer rumahan berbeda. Ia tetap mengerjakan pesanan yang datang, kendati dalam hati kekhawatiran berkecamuk jika hand sanitizer palsu tersebut tidak mengikuti standar yang ada.
“Saya tetap buatkan, saya nggak bisa nolak karena saya cuma karyawan, yang punya kebijakan menolak kan atasan saya, mungkin atasan saya belum kepikiran dengan dampaknya,” lanjutnya.
Ia pun menuliskan keluh kesah yang dirasakannya di akun media sosial pribadinya dan mengingatkan agar masyarakat tidak mebeli produk hand sanitizer sembarangan hanya karena panik berlebihan dengan pandemi yang masih merebak.
Artikel terkait: Penelitian: Hand Sanitizer Ternyata Bisa Berbahaya Bagi Kesehatan
Setali tiga uang, hal serupa dirasakan seorang freelancer desainer label di Surabaya, Jawa Timur.
Selama ini ia terbiasa menerima pesanan label hand sanitizer untuk puskesmas di sekitar tempat tinggalnya. Kondisi ini berubah saat COVID-19 mulai merebak di Indonesia, kala ia mulai menerima pesanan dari seorang teman yang minta dibuatkan label antiseptik dengan brand ternama.
“Jadi ada teman saya pedagang musiman, minta dibuatkan label antiseptik mengikuti brand ternama, tanpa dia paham kaya apa yang penting ikuti label itu,” ungkapnya.
Untuk desain dan cetak label biasanya ia mematok tarif Rp.100.000-Rp 150.000. Bahkan ada yang menawari membayar mahal hingga Rp 300.000 jika mau membuatkan label dari merek terkenal. Kendati menggiurkan, ia memutuskan untuk menolak.
“Jadi diminta dibuatkan label kaya salah satu brand, saya enggak mau itu kan istilah nya “meng-kw-kan” nanti saya kena hak cipta, walaupun saya dibayar lebih besar dari biasanya,” pungkasnya.
Jenis-jenis hand sanitizer yang beredar di pasaran
Kisah tenaga percetakan dan pekerja lepas di atas hanyalah segelintir contoh. Gejolak ekonomi yang terdampak virus corona sontak membuat banyak pihak harus memutar otak agar kehidupan tetap berjalan. Namun, sejatinya membuat hand sanitizer palsu bukanlah pilihan bijak karena efeknya merugikan orang lain.
Ada dua jenis hand sanitizer yang beredar di pasaran, yaitu produk berbasil alkohol dan non-alkohol.
Produk hand sanitizer berbasis alkohol mengandung jenis alkohol dan kadar berbeda, seringkali berkisar 60%-95% berjenis alkohol isopropyl, ethanol (ethyl alcohol) atau n-propanol. Jenis alkohol inilah yang diklaim ampuh membasmi virus.
Sementara itu, hand sanitizer yang tidak mengandung alkohol biasanya disebut senyawa amonium kuarterner (bahasa umum benzalkonium klorida), bukan alkohol. Jenis produk ini memang dapat mengurangi persebaran mikroba, namun tetap saja kurang efektif dibandingkan alkohol.
Artikel terkait: Mencegah virus corona, amankah pemakaian hand sanitizer untuk bayi?
Tak hanya COVID-19; pembersih tangan berbahan dasar alkohol terbukti efektif membunuh banyak jenis bakteri termasuk MRSA dan E coli, virus influenza A, rhinovirus, virus hepatitis A, HIV, dan Middle Koronavirus sindrom pernafasan timur (MERS-CoV).
Banyak beredar hand sanitizer palsu, bagaimana memilih produk yang benar?
Sebagai konsumen cerdas, penting bagi Parents menyikapi fenomena ini dengan tidak mengikuti arus panic buying dalam situasi sekarang.
Pastikan Anda bisa membedakan produk handrub atau handsanitizer yang asli dengan yang palsu, serta alat kesehatan lain yang kita pakai bisa dipertanggungjawabkan originalitasnya dan tidak berbahaya untuk kesehatan.
Berikut komponen yang harus diperhatikan sebelum membeli alat kesehatan:
1. Memiliki nomor registrasi resmi
Poin pertama yang harus diperhatikan sebelum membeli produk keseahatan adalah adanya nomor registrasi dengan kode PKD atau PKL, diikuti angka-angka sebagai nomor registrasi, bukan kode BPOM.
Hal ini diatur dalam Permenkes RI No. 62 Tahun 2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan, handrub atau hand sanitizer termasuk dalam kategori perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang diproduksi, diimpor, dikemas ulang, dan diedarkan dengan izin dari Kementrian Kesehatan.
Dengan kata lain bukan di bawah wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sementara itu, PKD menandakan produk handrub atau hand sanitizer diproduksi di dalam negeri.
PKL, menandakan produk tersebut merupakan produk yang diimpor dari luar negeri dan sudah memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Artikel terkait: Jangan sampai salah! Begini cara kelola keuangan saat pandemi Covid-19
2. Terdaftar resmi di lembaga pemerintah
Langkah selanjutnya yang dapat Anda lakukan yaitu mengecek apakah nomor registrasi yang tertera di produk terdaftar di lembaga resmi pemerintah. Anda bisa mengeceknya di laman infoalkes.kemkes.go.id/.
Jangan lupa untuk mengecek izin edar, nama produk, pendaftar maupun kabupaten atau kota pendaftar pada kolom pencarian di laman yang sama.
3. Baca kemasan dengan saksama
Parameter lain yang bisa dijadikan indikator saat memilih hand sanitizer asli adalah dengan membaca bagian kemasan secara menyeluruh.
Pastikan kemasan handrub atau hand sanitizer memuat informasi penting seperti yang direkomendasikan WHO, antara lain:
- Nama pabrik atau institusi yang memproduksi
- Mencantumkan formula sesuai rekomendasi WHO
- Ada label “hanya untuk penggunaan di luar”
- Terdapat label “hindari kontak dengan mata”
- Mencantumkan label “jauhkan dari jangkauan anak-anak”
- Tercantum kode dan tanggal produksi
- Mencantumkan detail komposisi produk
- Mencantumkan label “mudah terbakar”
Kendati begitu, patut digarisbawahi bahwa mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik tetaplah cara terbaik memproteksi tangan dari kuman dan virus. Gunakan hand sanitizer hanya saat kondisi darurat dan sulit menemukan air bersih.
Semoga informasi ini bermanfaat ya Parents, dan Anda lebih bijak memilih produk kesehatan untuk keluarga.
Sumber: The Jakarta Post, MSN
Baca juga :
Mencegah virus corona, amankah pemakaian hand sanitizer untuk bayi?