Bahkan orangtua paling santai sekali pun dibuat tidak berkutik ketika harus menghadapi anak tantrum di tempat umum.
Rasanya seperti terjebak dalam mimpi buruk. Peristiwa paling menakutkan adalah saat tangisan balita Anda mulai terdengar sehingga orang-orang di sekitar mulai menoleh.
Meski Parents berusaha tetap menundukkan kepala sembari menenangkan balita Anda dengan putus asa, Parents pasti tetap dapat membayangkan reaksi orang-orang di sekitar. Mungkin para orangtua akan berkata pada anak-anak mereka supaya jangan ‘nakal’ seperti balita Anda atau bahkan ada yang menghakimi gaya parenting Anda.
Duh, rasanya memalukan!
Namun, pertanyaan besarnya adalah: mengapa kita harus malu saat anak tantrum? Mengapa kita mudah panik saat anak kita yang masih kecil dan baru sebentar ada di dunia tidak bisa mengontrol emosinya dan menunjukkannya di depan umum?
Cara Justin Baldoni hadapi anak tantrum
Inilah mengapa Justin Baldoni, pemeran serial Jane The Virgin terpanggil untuk membahasnya dalam sebuah postingan di fanpage Facebook miliknya. Aktor sekaligus sutradara dari Amerika ini berbagi sebuah foto menarik yang dipotret istrinya saat mereka sekeluarga pergi ke supermarket Whole Foods.
Dalam foto tersebut, anak perempuan Justin bernama Maiya yang berusia 4 tahun sedang tantrum. Ia mengamuk di lantai dengan wajah tertelungkup.
Baca juga: Si Kecil Tantrum? Jangan Mau Kalah!
Tampak dua orang laki-laki berdiri di dekat Maiya yaitu Justin Baldoni dan ayahnya alias kakek Maiya. Namun mereka berdua tidak tampak berusaha mengangkat Maiya maupun merasa malu melihat kelakuan bocah empat tahun tersebut.
Dengan kaki terbuka lebar dan tatapan mengarah pada Maiya, Justin dan ayahnya membentuk barikade tak tergoyahkan untuk melindungi Maiya yang sedang mengamuk.
www.facebook.com/justinbaldoni/photos/a.710188169088382.1073741829.666610326779500/1311345852305941/?type=3&theater
Pelajaran berharga dari sang ayah
Dalam postingannya tersebut, Justin Baldoni menuliskan dengan pedas pelajaran yang ia dapat dari ayahnya mengenai cara mengontrol emosi. Berikut terjemahannya:
Saya mencoba ‘puasa’ dari media sosial kemarin supaya saya memiliki waktu bersama keluarga tanpa adanya gangguan. Maka saya baru posting hari ini.
Emily yang mengambil fotonya saat kami berada di Whole Foods. Sekarang ini menjadi salah satu foto favorit saya dan ayah saya. Dua pria berdiri bersama dalam diam, selamanya terhubung oleh sebuah cinta tanpa syarat untuk satu sama lain dan untuk sesosok jiwa yang baru, murni, dan belum matang yang mana kami rela melakukan apapun untuknya.
Saya hanya dapat membayangkan berapa kali saya juga melakukan hal ini saat saya seumur dengannya.
Ayah saya mengajari saya banyak hal tentang bagaimana menjadi seorang laki-laki, namun postingan ini berisi tentang sesuatu hal yang lain dan hanya satu-satunya. Tentang bagaimana merasa nyaman dalam keadaan yang tidak nyaman.
Sesuatu yang saya perhatikan dilakukan ayah saya berulang-ulang selama saya tumbuh besar.
Tidak ada orangtua yang sempurna, namun satu hal yang ayah ajarkan pada saya adalah jangan menjadi orangtua berdasarkan apa yang dipikirkan orang lain. Ayah saya selalu membiarkan saya merasakan apa yang perlu saya rasakan, bahkan jika hal itu terjadi di depan umum dan memalukan.
Saya tidak ingat dia pernah mengatakan, “Kamu mempermalukanku!” atau “Jangan menangis!”.
Baru belakangan saya menyadari betapa pentingnya perkembangan emosi saya. Anak-anak kita belajar dan memproses banyak sekali informasi dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan semua perasaan-perasaan baru yang muncul.
Saya coba mengingat untuk memastikan bahwa putri saya paham bahwa tidak apa-apa bila dia merasakan emosi yang mendalam. Hal itu bukan peristiwa memalukan bagi saya ketika ia tantrum di supermarket, atau menjerit di dalam pesawat.
Saya adalah ayahnya… bukan kalian. Jangan merasa malu karena anak-anak kita.
Hal itu tidak tercermin dalam diri Anda. Sebenarnya, kita harus sedikit lebih baik dan lebih sabar pada diri kita sendiri juga.
Jika kita dapat mengungkapkan semua yang kita rasakan dan membiarkan diri kita tantrum dan menangis saat kita membutuhkannya, mungkin pada akhirnya kita juga bisa merasakan lebih banyak kegembiraan dan kebahagiaan.
Dan hal tersebut adalah yang dibutuhkan oleh dunia.
Justin Baldoni, Emily, dan Maiya yang masih bayi.
Fokus pada kesehatan emosional anak
Kita sering merasa malu karena anak tantrum di tempat umum. Ada banyak alasan mengapa kita buru-buru memaksa anak kita untuk diam saat mereka mulai meratap: memikirkan perasaan orang lain yang terganggu dan perasaan kita sendiri yang tidak nyaman dengan situasi ini.
Kita seringkali lupa bahwa ada hal yang lebih penting dari sekedar ketakutan kita akan penilaian orang lain yaitu bagaimana kesehatan emosional anak-anak kita.
Coba perhatikan orang-orang yang sedang berbelanja yang menjadi latar belakang dalam foto Justin Baldoni. Tak satu pun dari mereka melihat atau menatap dengan pandangan menghakimi.
Parents mungkin merasa menjadi pusat perhatian ketika anak tantrum, tapi nyatanya semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Atau mungkin mereka telah memperhatikan ada balita yang sedang berteriak-teriak di lantai — sulit untuk tidak mendengarnya saat ada balita yang sedang tantrum di dekat mereka. Namun, mereka dengan penuh hormat memberi privasi pada keluarga tersebut, dengan hanya memandang dari kejauhan saja, sama seperti yang akan kita lakukan jika melihat ada anak lain sedang tantrum.
Jadi Parents, jangan takut memberi ruang pada balita yang sedang mengamuk – meski hal tersebut terjadi di tempat umum. Dan yang paling penting, tak perlu merasa takut bahwa dunia akan menghakimi cara Anda mendidik anak.
Yuk, bagikan artikel ini agar semakin banyak Parents tahu bagaimana harus bersikap saat menghadapi anak tantrum.
Artikel disadur dari theAsianparent Singapura.
Baca juga:
10 Cara Cerdas Menghadapi Anak Tantrum
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.